45. Papa Muda

45.5K 1.2K 12
                                    

"Gimana dok?"

Bersamaan dengan dokter yang keluar beberapa dari mereka melontarkan pertanyaan khawatir terhadap Anin.

"Teman pasien?" semua mengangguk.

"Saya pacar nya dok," ucap Erlan. Menggunakan kata pacar, karena sekarang kondisinya sedang ada pak Damar, guru yang memanggil dokter kemari.

"Untung saja cepat di tangani, kalo tidak pasti bisa berakibat keguguran pada kandungannya." dokter itu menghela napas bersyukur bisa menyelematkan nyawa seseroang.

"Hah? Kandungan?"

Lexa dan Agnes saling pandang, sama sama bingung maksud ucapan dokter tersebut. Apalagi Erlan, dia mengerutkan keningnya bertanya tanya.

"Maksudnya gimana, dok?" tanya Erlan.

"Iya, mbak Anin sedang mengandung, usianya sudah memasuki empat bulan. Kenapa kalian kaget? Memangnya dari kalian tidak ada yang tau satu pun?"

Semua menggeleng bersamaan.

"Anin, dia sekarang gimana?"

"Sudah sadar, hanya saja dengan kondisi tubuh yang lemas. Pasien butuh banyak istirahat, dan jangan kecapean."

"Kalau begitu saya pamit pulang, karena masih ada banyak pasien yang harus saya tangani, permisi." lanjut dokter.

"Baik dok, terima kasih banyak, untuk biaya nanti saya yang urus ya," balas pak Damar.

Selepas kepergian sang dokter, pak Damar langsung menyidang Erlan soal Anin, dimana Erlan yang notabe-nya adalah pacar dari perempuan tersebut.

"Erlan, saya tau kamu tidak pura pura gak tau soal Anin, apa yang di katakan dokter barusan apa benar Anin sedang hamil? Apa kamu yang menghamili dia?"

Glek

Erlan menelan salipanya susah payah. Apakah ini saatnya dia memberitahu pak Damar soal hubungannya dengan Anin? Bahkan bukan hanya sekedar pacaran, tapi ini stataus pernikahan.

"Jadi bagaimana Erlan? Saya tidak mau ada anak yang hamil di luar nikah. Kalo memang itu benar, saya bisa saja mengeluarkan surat pengeluaran dari pihak sekolah untuk kalian."

"Jangan pak! Jangan keluarkan kami. Saya pasti akan membenarkan semuanya." Erlan menahan pak Damar.

"Baik kalau gitu. Sekarang juga kamu ikut saya, kita bicara empat mata."

Erlan mengangguk dan langsung mengikuti pak Damar menuju tempat sepi untuk mengobrol berdua.

"Kalian kan sahabatnya Anin, masa gak ada yang tau soal Anin lagi hamil?" tanya Devan.

Mengingat Anin yang akhir akhir ini memang jarang terbuka, Lexa dan Agnes pun menganggap itu hanya hal biasa. Karena mereka tau, ada kalanya kalo Anin cerita kalo memang lagi di titik lemah aja, tapi soal ini Anin bena benar disembunyikan dari semua orang.

"Gue gak tau, dia gak pernah bilang Van. Anin yang gue kenal sama kayak biasa, dia bakalan terbuka sama kita kalo memang dia mau cerita aja, jadi kita gak pernah nyuruh nyuruh dia buat cerita semua hal tentang rumah tangganya sama Erlan, apalagi soal dia lagi hamil ini, gue bener bener gak pernah nanyain soal ini, Anin sendiri yang bilang, kalo dia memang belum siap hamil muda kok."

Lexa menungguk setuju. "Gue gak nyangka, bisa bisanya Anin nyembunyiin hal sebesar ini dari kita, apa dia gak nganggap kita ada?"

"Bukan gitu Sa, mungkin ada hal lain yang ngebuat dia nutup rapat rapat soal kehamilannya. Kita kan gak ada tau," balas Mahen mengusap punggung Lexa.

"Tapi Anin gak biasanya loh kaya gini, biasanya seberat apapun masalahnya pasti dia cerita, tapi kenapa soal ini enggak? Kan aneh."

"Udah, jangan mikir yang enggak enggak, mending kamu temui aja Anin, dia pasti sekarang kaget kalo kita ternyata udah tau semua."

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang