31. Rumah Sakit

41.1K 1.2K 12
                                    

Di sebuah rumah sakit ternama yang ada di jakarta tampak seorang perempuan berbalut seragam SMA menunggu antrian giliran di panggil oleh salah satu suster di sana.

Anin memegangi kepalnya yang nyut nyutan, sesekali meringis pelan. "Shhh, pusing banget sialan!"

Antrean panjang membuatnya sedikit kesulitan untuk segera mendapat pengobatan. Anin sengaja memilih rumah sakit yang letaknya lumayan jauh. Ini semua untuk menghindari Agres, kebetulan Agres tidak bertugas di rumah sakit seperti ini.

"Dek, kamu kenapa sendirian? Apa gak di temenin sama orang tua kamu?" tanya salah seorang ibu hamil di sampingnya.

Anin menoleh dan tersenyum singkat. "Enggak bu, kebetulan orang tua saya lagi di luar negeri, mau gak mau saya sendirian aja."

"Owalah, kasian sekali kamu, jauh dari orang tua pasti sulit banget ya?" ibu itu mengusap punggungnya dengan lembut.

"Hm, banget bu, susah buat komunikasi, apalagi mereka sibuk semua." Anin terkekeh meratapi nasib.

"Yang sabar ya, orang tua kamu sibuk kerja juga buat masa depan kamu nak, mereka pasti akan memberikan yang terbaik untuk anaknya. Seperti kamu ini, di didik untuk mandiri sedari SMA."

Anin hanya bisa mengangguk dan tersenyum seolah semua baik baik saja. Sedari kecil Anin memang selalu di ajarkan untuk mandiri, sampai kebiasaannya itu melekat sampai saat ini.

"Ibu sendiri disini pasti mau cek kandungan ya?" tanya Anin.

"Iya nak, kandungan saya sudah memasuki trimester ketiga. Saya minta do'a nya ya, supaya bisa melahirkan normal dengan selamat." pintanya.

"Aamiin, pasti bu! Tenang aja, pasti do'a saya selalu menyertai ibu!" seru Anin.

"Em---- Oiya bu, kalo boleh saya nanya, melahirkan apa sesakit itu ya?"

"Hm? Kenapa kamu nanya soal ini? memangnya tidal jadi beban pikiran buat kamu?"

"Eeee--- iya, saya juga tau kok bu, tapi saya cuma pengen tau aja, biar suatu saat gak kaget."

"Oh gitu, yaudah saya kasih tau deh. Melahirkan itu ya udah jelas taruhannya nyawa, antara hidup dan mati, kalo gak bisa selamat semuanya, harus ada salah satu ibu dan anak yang harus di relakan, belum lagi nahan sakit yang luar biasa, perut itu rasanya melilit, udah kaya di tusuk tusuk ribuan jarum tajam. Jadi di usia kamu yang masih muda ini saya harap kamu jangan dulu merasakan apa yang saya rasakan ya? Tunggu dulu sampai waktunya," tutur ibu itu.

Anin meringis mendengar ucapan beliau, rasanya ngeri, jadi takut, apa ia juga akan merasakan hal yang sama nantinya? Bahkan sampai detik ini Anin belum mengetahui benar apa tidak kalau dirinya hamil? Kemarin kemarin sempat menganggap ucapan Agres hanyalah sebuah lelucon.

Tapi kok bisa cepet tumbuh?

Kan baru sekali ngelakuin?

Kenapa bisa?

Otaknya seakan mempertanyakan hal itu, padahal sebelum melakukan itu Erlan bilang dia pakai pengaman. Apa mungkin melewati batas? Anin memejamkan matanya lalu menggeleng cepat tidak habis pikir.

Tidak lama dari itu sang suster memanggil nomor urut ibu tersebut. "Dek, saya duluan ya, kamu baik baik disini."

"Hah? Oh iya bu, hati hati," ucap Anin gelagapan.

"Jangan kebanyakan bengong, nanti kesambet loh." canda ibu itu dan beranjak dari kursinya meninggalkan Anin.

Anin cengengesan menanggapinya. "Iya bu."

Jam yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menujukan pukul lima sore, dan Anin mengedarkan pandangan kesana kemari mencari petunjuk arah panah letak kantin, hampir lupa kalo seharian ini belum makan. Tapi yang Anin dapatkan hanyalah kedua sejoli yang baru saja keluar dari ruang pemeriksaan.

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang