19. Perasaan

46.6K 1.4K 12
                                    

'Memendam perasaan itu bagaikan menahan buang angin, di tahan sakit, di buang malu'
- Faldoganteng

.
.
.
.

Kelas tampak hening karena semua berada di lapangan. Mengingat hari ini mapel olahraga, jadi pak Hanif akan mengadakan ujian praktek kebugaran jasmani di sana meninggalkan kelas yang kosong.

Tapi Erlan, dia berada di dalam kelas, masih berganti seragam olahraga sendirian. Jadi sedikit telat, ada urusan mendadak di ruang BK.

Dari ambang pintu, Syela berdiri sambil memperhatikan punggung lelaki yang sekarang membelakanginya.

"Ngapain lo di situ?" tanya Erlan. Walaupun posisinya menghadap belakang, tapi Erlan bisa menyadari keberaan Syela.

"Eh, sorry Lan." Syela tersadar, berjalan ke arah Erlan yang sudah memutar tubuhnya. "Aku mau kasih ini buat kamu."

"Apa? Cepetan."

"Ini, minuman buat kamu, kamu pasti suka ini kan?" Syela menyodorkan sebuah minuman kaleng isotonik padanya.

"Gue gak suka soda." bohong Erlan.

"Yakin?" tanya Syela terkekeh. "Bukannya ini minuman favorit kamu dari dulu ya? Sampe bosen banget aku liatnya setiap kamu minum ini terus."

"Gak usah sok tau! Lo bukan siapa siapa gue." balas Erlan.

"Sekarang aku memang bukan siapa siapa kamu, Lan. Tapi ada hal yang perlu kamu ingat, dulu kita pernah sama sama, menjalin hubungan satu tahun lebih, sampai kita mengetahui favorite thing masing masing. Jadi aku lebih tau apa yang kamu suka, dan apa yang enggak kamu suka. Beda sama Anin, dia cuma pendatang baru di kehidupan kamu," ungkap Syela.

Sorot mata Erlan berubah tajam, tangannya terkepal kuat. "Jangan pernah sekali kali lo banding bandingin Anin! Sekarang dia cewek gue! Istri SAH gue! Anin lebih tau semua tentang gue di banding lo!"

Syela tersenyum miring. "Cih, baru sebulan jadi istri kamu aja kayaknya otak kamu udah di cuci abis sama dia. Pantesan sekarang kamu berubah drastis sama aku!"

"Gue gak peduli." Erlan meninggalkan Syela sendiri di dalan kelas, tidak memperdulikan perempuan itu yang masih diam menahan rasa sakit dengan tangan yang memegang minuman kaleng bersoda.

"Aku gak mau nyerah, Lan."

°°°°

Di bawah hamparan langit yang cukup terik dan panas, seseorang duduk termenung sendirian di taman belakang sekolah yang hanya di datangi sedikit orang, punggungnya bersandar dengan kepala mendonggak menatap langit. Sedetik kemudian dia menghembuskan napas berat.

Sudah cukup banyak beban yang di tanggung, hanya bisa memendam dan menyimpannya rapat rapat. "Gue payah banget anjing!" umpatnya.

Sampai akhirnya merasakan ada yang menepuk pundaknya.

"Hayo! Ngapain lo sendirian disini." celetuk Anin lalu ikut duduk di samping.

"Anin, ngapain lo ke sini?" tanya Daren.

"Gak tau, gue gabut aja, emangnya gak boleh?"

"Boleh, Nin, boleh banget malah!" seru Daren memancarkan senyuman, kedatangan Anin rupanya dapat mengembalikan mood.

"Lo gak takut apa sendirian disini? Samping sekolah kita kuburan tau...."

"Enggak tuh, gue biasa aja, malahan nyaman, adem, gak berisik, lo sendiri gimana?" tanya Daren.

"Kalo sendiri sih gue takut, tapi karena sekarang ada lo juga, gue gak jadi takut." Anin tertawa kecil.

"Bisa aja lo."

Daren kembali memandang langit. "Nin, kayaknya gue cemen banget ya kalo nanya sama lo gimana caranya gue nyatain perasaan gue sendiri sama seseorang."

Anin menoleh. "Lo lagi suka sama cewek ya? Siapa? Pasti dari sekolah kita juga kan?"

"Hm, dia cewek yang cantik, Nin. Tapi bukan hanya cantik sekedar fisik aja, hati dan tutur katanya juga udah keliatan banget kalo dia itu cewek cantik," ucap Daren tersenyum.

"Wah, siapa orangnya? Gue pasti bisa bantu lo kok buat nyatain perasaan lo ke dia, Ren," balas Anin mendukung.

"Tapi dengan cara apa?"

Anin mendapat ide jahil. "Cium aja, kalo dia gak suka balik paling di tabok, kalo dia suka ya paling mesem mesem, simpel kan?"

Seketika Daren melotot. "Anjir! Gila lo? Yang bener aja lo nyuruh gue nyium dia tiba tiba, yang ada gue kena tampol, Nin."

Anin tertawa lebar. "Iyalah! Dari pada kudu PDKT, traktir buang buang duit, eh pas nembak malah di tolak, pahit pahit di tolak kan lumayan kalo udah nyium mah."

Daren geleng geleng kepala. "Gue gak yakin, ide lo terlalu brutal jir."

"Haha, Just kidding Daren." Anin mengangkat jarinya berbentuk V. "Jangan lo lakuin ya, itu gak baik."

"Yaudah, ide yang lain gitu biar gue bisa langsung di terima sama dia, kira kira menurut lo apa?"

Anin mengetuk ngetuk dagunya sedang berpikir, lalu kemudian. "Gimana kalo lo ajak dia ketemuan aja? Misal di tempat yang aestetic gitu, biasanya cewek suka banget sama tempat tempat kayak gitu, lo juga harus cari waktu yang tepat, supaya lo nyaman buat ngungkapin semua perasaan lo sama dia."

"Hm, boleh juga tuh, tapi barang apa yang harus gue bawa sebagai hadiah?"

"Ya dia suka nya sama apa?" tanya Anin balik.

"Dia suka sama buku cerita romansa gitu, Nin. gue gak tau namanya apa."

"Novel?"

Daren mengangguk. "Nah itu."

"Kalo gitu lo bisa beliin dia novel sama bunga biar pas. Memangnya cewek yang lo suka siapa sih, Ren? Gue jadi kepo deh? Kok dia sama kaya gue suka novel juga."

"Cewek yang gue suka itu, lo. Anindiya Aletta, yang dulu sering ngejar ngejar gue." batin Daren menjawab

"Ada deh, rahasia." Daren mengacak gemas rambut Anin.

Dari kejauhan seseorang memandang keduaanya dengan tatapan penuh emosi, apalagi saat melihat Daren menyentuh rambut Anin, terlihat tidak sopan dia menyentuh aset miliknya.

"Berani beraninya!"


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang