34. Kenyataan

37.3K 1.1K 4
                                    

Sesampainya di rumah setelah cederanya lumayan baikan Anin langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dengan telungkup.

Anin menghela napas kecil, hari ini benar benar capek batin dan pikiran. Baru ingin memejamkan matanya menuju alam mimpi, tiba tiba saja terdengar suara gesekan pintu kamar yang terbuka.

Anin menoleh singkat ke arah pintu dan berdecak. "Lo Mau ngapain? Gue capek! Mau tidur!"

"Sebentar aja, gue cuman mau ngasih tau lo sesuatu." Agres berjalan ke arahnya.

"Apa? Penting banget emang?" Anin mengubah posisi menjadi duduk di tepi kasur.

"Soal bokap nyokap lo."

"Kenapa? Mereka baik baik aja kan?" tanya Anin.

"Tante Jihan sekarang fine, tapi enggak sama om Hendra " Agres menggantungkan ucapannya.

Anin yang merasa di buat bingung mengerutkan keningnya. "Ayah? Ayah kenapa Res?"

Agres menghembuskan udara. "Om Hendra besok pulang ke indo."

"Iya syukurlah kalo ayah mau pulang, ketemu sama gue, memangnya kenapa sih?"

"Om Hendra bukan mau ketemu lo Nin, tapi beliau mau menjalani operasi transplantasi jantung," ucap Agres.

"Hah? Maksud lo apaan sih Res? Gue masih gak ngerti deh! Lo kalo ngomong jangan setengah setengah! Ayah kenapa?" Anin semakin dibuat khawatir.

"Jantung bokap lo bermasalah selama 5 bulan terakhir ini, dan baru diketahui pas om Hendra datang temuin gue di rumah sakit sana, ternyata jantungnya udah separah itu, Nin!"

Hatinya seakan tertahan. "Jadi selama ini ayah---,"

"Iya, om Hendra terbukti mengidap gagal jantung."

Anin menitihkan air matanya. "Res---- j-jadi ayah sekarang gimana?"

"Di sana om Hendra masih menjalani perawatan intensif sama dokter Carlos, dokter kepercayaan bokap lo, lo jangan khawatir."

"Enggak! Gimana gue gak khawatir coba kalo bokap gue aja lagi berjuang buat sembuh, sedangkan gue yang anaknya sendiri gak tau kalo ternyata bokap gue--- Arghhh!" Anin mengerang prustasi menjambak rambutnya sendiri.

"Tenangin diri lo Nin." Agres menyentuh pundak nya. "Lo jangan terlalu mikirin ini, inget! Lo harus fokus sama kehamilan lo."

Anin menggeleng cepat. "Gak! Gue gak bisa! Gue gak bisa kalo gak mikirin ini! Bokap gue lebih penting dari kehamilan gue yang gak jelas ini! Gue mau ketemu ayah! Anterin gue ke sana sekarang ya? Please!"

Anin memohon mohon padanya dengan pipi yang sudah basah. "Gue mohon...."

"Enggak Nin, lo gak boleh naik pesawat sebelum usia kandungan lo 14 minggu! Dan itu di larang! Lo bisa kena resiko keguguran! Gue gak ngizinin lo pergi!" larang Agres.

"Tapi Res------ gue mau ketemu ayah sekarang!" Anin memaksa.

"Kalo gue bilang enggak ya enggak! Lo harus nurut sama gue! Bokap nyokap lo itu nitipin lo ke gue! Sebisa mungkin gue harus jagain lo Nin! Dan lo tinggal nurut aja apa susahnya sih?"

Anin semakin terisak tangis mendapat bentakan seperti itu. "Hiks! Lo jahat Res! Gue gak suka di bentak!"

Detik itu juga Anin keluar kamar meninggalkan Agres di sana.

"Lo mau kemana? Jangan keluar malem!"

Bukan Anin namanya kalo tidak keras kepala susah buat nurut, di kerasin dikit langsung sedih trus sakit hati, mungkin ini ada hubungannya sama kondisinya yang berbadan dua?

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang