63. Dubai

33.9K 962 96
                                    

kalian masih disini kah??

masih sanggup baca? rasanya engap banget yaa kebanyakan part :(

okee

let's gow

***

Anin menghirup dalam dalam suasana sejuk ibukota emirat dubai ini dari luar balkon kamar hotelnya yang sekarang di tempati, tidak berhenti memuji betapa takjub-nya melihat gedung gedung pencakar langit, lampu terang benderang yang terpancar indah di bawah sana.

Di lantai paling tinggi Anin bisa merasakan semua yang di bawah menjadi kecil, mini, seperti mainan anak anak. Bagi yang punya phobia ketinggian pasti pingsan, apalagi sekarang Anin berdiri di sisi balkon yang di halangi kaca transparan.

Anin mengarahkan handphone nya memotret sesuatu yang indah nan estetik, sayang jika tidak mengabadikan momen ini dan memposting nya di sosial media.

"Bagus banget!"

Erlan yang duduk santai memperhatikan Anin yang kegirangan pun tersenyum tipis, karena jarang sekali melihat Anin yang se-excited itu betah walau hanya melihat pemandangan.

"Mau sampai kapan kamu berdiri di situ, hm?"

Anin menoleh ke belakang menunjukkan wajah yang sumringah bahagia. "Nanti ya? Aku belum puas, kak!"

"Kasian nanti baby nya kedinginan, Nin. Kamu bisa masuk angin berdiri di situ terus."

Anin mengerucutkan bibirnya kesal. "Ck, gak mauuuuu, aku belum puas, baby nya kuat kok sama kayak buna nya, kamu jangan khawatir sayangku!"

Lantas Erlan menggeleng tak setuju. "Enggak, aku gak mau kalian kenapa napa, sini duduk, biar aku yang hangatin kamu"

Gimana Erlan tidak cemas? Anin aja pake baju yang tipis tanpa jaket. Memang bandel, selama datang ke sini Anin banyak berpakaian terbuka hanya karena kegerahan, padahal disini dingin, tapi bagi Anin berasa di api unggun.

"Aku masih pengen liatin pemandangan tauuuuuuu ih!" dengan terpaksa Anin melangkah mendekat ke arah laki laki yang sekarang duduk di sofa.

"Sini pangku."

Erlan menepuk pahanya yang berbalut celana jeans meminta Anin untuk duduk, udah gila kah? Anin? Dia di suruh duduk di atas sana? Di pahanya? Seketika Anin terdiam cengo. Apa gak membangunkan makhluk lain kalo Anin duduk di situ?

"Kenapa diem? Sini duduk." Erlan menepuk pahanya lagi.

Anin mengangguk menurut, lalu duduk menyamping di atas paha suaminya, menyandarkan kepalanya pada dada bidang Erlan yang nyaman itu. "Aku gak berat kan?"

"Enggaklah, enteng gini." sambil menutupi paha Anin yang terekspos menggunakan jaket miliknya supaya tidak kedinginan terkena angin. "Malam ini jadi mau berapa ronde, hm? Biar aku jabanin."

"Mau bobo..."

"Mau mulai kapan?"

"Pengen makan..."

"Mau mulai kapan, aku tanya"

Anin mengembuskan napas pelan, jarinya sibuk memainkan perut kotak kotak milik Erlan dari luar kaos hitam. "Nanti ya? Aku lagi gak mood buat ngapa ngapain."

"Tapi aku gak suka penolakan, sayang."

"Kalo aku gak mau pun kamu bakalan tetep ngelakuin?" cicit Anin bertanya.

"Iyalah, kenapa? Biasanya juga kamu pasrah kalo aku udah bertindak duluan, ujung ujungnya nerima juga kan?"

"Aaaaa enggak mau." Anin menggelengkan kepalanya. "Katanya mau jalan jalan cari angin, beli jajan, kenapa jadi..."

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang