59. Yang Katanya Rumah

29K 936 66
                                    

ada typo? tandain!!!

Hari terus berganti, waktu terus berjalan bersama lika liku rumah tangga yang berlalu lalang.

Mentari menampakkan dirinya menyambut pagi hari di rumah megah bertingkat yang terkesan sepi hanya di tinggali satu asisten rumah tangga, security, dan Anin yang berhari hari berdiam diri di dalam rumah.

Erlan sudah berangkat ke kantor dua jam yang lalu, sekarang Anin duduk anteng di kursi meja makan dengan laptop di depannya menonton sebuah drakor favorit yang lagi viral. Karena merasa kesepian di dalam kamar, makanya Anin jadi berpindah ke dapur dimana ada bi Nur yang tengah memasak.

"Ngeri banget, cowok nya masih sering ketemu sama masa lalu nya" Anin menutup layar laptopnya tidak berani melihat konflik film yang di tonton nya barusan.

"Jangan keseringan nonton, non. Biasanya suka banyak yang kejadian di dunia nyata, tuh" sahut bi Nur yang membelakangi Anin di meja makan.

Anin menghembuskan napas gusar menyandarkan punggungnya pada kepala kursi, yang di katakan bi Nur tadi menyentil hati, "Aku jadi takut sama kak Erlan"

"Kenapa? Non curiga ya?"

"Akhir akhir ini dia sering pulang telat bi, biasanya sore udah di rumah, tapi sekarang jam dua belas baru nyampe rumah dengan alasan lembur kerja"

Sekarang memang banyak yang menganggu pikiran Anin, dimana Erlan jadi jarang ada di rumah beberapa minggu terakhir ini.

"Non lebih percaya feeling atau den Erlan? Kalo feeling non sering mengarah ke yang lain berarti non gak bisa tinggal diam, karna feeling seorang perempuan itu gak pernah salah" jawab bi Nur, wajah Anin seketika berubah sendu.

"Aku gak sengaja liat room chat nya kak Erlan sama seseorang bi, ternyata mereka masih saling chatingan ya?"

Anin kembali mengingat dimana dirinya mendapati handphone laki laki itu tergeletak di atas kasur saat pemiliknya sedang di kamar mandi. Tapi belum sempat baca tidak lama Erlan keluar langsung merampas handphonenya seolah menyembunyikan sesuatu.

"Tapi masa kak Erlan balik lagi sama Syela sih? Kan udah benci banget, bahkan dia aja larang aku buat ketemu sama Syela, bi!" Anin berusaha agar tetap positif thinking.

"Non... bibi tau non percaya sama den Erlan, tapi sebagai perempuan, bibi lebih milih nyari tau kebenarannya. Walaupun ujung ujung nya sakit hati, seenggaknya kita tau apa yang terjadi di awal dari pada di akhir" bi Nur memindahkan nasi matang ke atas meja.

"Aku udah males bi..." Anin sudah merasa putus asa, otak nya mau meledak memikirkan banyak hal meski sebenarnya ingin mencari tahu semua ini.

"YUHU! PONAKAN GUE APA KABAR!" teriakan menggama di dapur membuat Anin dan bi Nur menolehkan ke sumber suara yang memecah suasana.

Itu Agres, pria berseragam dokter dengan wajah sumringah menenteng sebuah mainan dan perlengkapan bayi. Anin pun langsung tertuju pada sepupunya itu yang tanpa kabar tiba tiba datang menemuinya lagi.

"Agres? Lo ngapain?"

"Gue mau ketemu calon ponakan gue lah, udah lama banget kita gak ketemu" selesai menaruh barangnya di atas meja makan Agres menarik kursi dan menduduki nya menyerong ke arah Anin.

"Gimana? Ponakan gue"

"Ponakan mulu yang di tanyain, gue nya enggak?" tanya Anin sebal, setiap bertemu Agres lebih peduli pada anaknya dibanding dirinya yang tengah mengandung.

"Gimana kabar buna Anin? Udah lama ya kita tidak bertemu, ketemu ketemu udah gembul aja badannya" Agres tertawa dengan nada bicara seorang dokter yang biasa dia lakukan di rumah sakit.

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang