52. Pengakuan

38.8K 1K 4
                                    

"Setan!"

Agnes terkejut begitu berbalik selesai mengunci pintu rumah, di teras ada sosok laki laki lengkap dengan jaket yang membelakanginya. Gimana tidak terkejut? Rumah sesepi dan hening ini tiba tiba ada cowok datang ke rumah tanpa sepengetahuan nya.

Devan berbalik. "Orang seganteng ini lo bilang setan."

"Kaget asuw! Gue kira maling!" Agnes membenarkan tas slempangnya dan berjalan mendekati Devan.

"Gue udah baik hati nungguin lo berjam jam disini, dan lo malah nganggap gue maling, enak aja!"

"Iya deh iya sorry, kan gue gak tau kalo ternyata yang disuruh Anin jemput gue itu, lo!" ucap Agnes.

"Emangnya kenapa kalo gue yang jemput? Lo bakalan nolak, hm?"

"Jelas, IYA lah! Apa jangan jangan lo lagi yang modus biar bisa deket deket sama gue? Lo kan? Yang minta sama Anin biar jemput gue?" Agnes menatap penuh sinis.

"Halah, dasar cewek! Hidupnya kalo gak banyak insecure ya kebanyakan overtinking! Gak cape apa lo negative thinking terus sama gue?"

"Gak ada sejarahnya cewek biasa aja ngeliat cowok yang awalnya asing, gak kenal, tiba tiba baik, tiba tiba mau jemput gue kaya gini, apalagi kalo cowoknya kaya lo! Patut di curigai sih!

"Gak semua cowo baik itu suka, Nes! Gue cuma kasihan kalo harus ngebiarin lo berangkat sendiri, jadi jangan kegeeran!" setelah berucap Devan melenggang dari sana.

Dan Agnes mengikuti langkah Devan memasuki mobil sedan hitam yang terparkir di depan rumah. "Pake sabuknya, kalo terjadi apa apa biar gue gak masuk penjara."

"Iya iya, gitu banget sih jadi cowok." gumam Agnes yang masih bisa di dengar oleh telinga Devan.

Devan fokus mengendarai mobilnya di atas kecepatan rata rata, membelah jalan raya yang ramai pengendara, hari ini mereka akan menemui Syela di rumah sakit dan menyusul yang lain yang sudah ada di sana.

Dari lubuk hatinya yang paling dalam, sebenarnya Devan menaruh rasa suka sama Agnes, tapi terhalang oleh gengsinya yang setinggi harapan orang tua. Bisa bisanya dia menyukai perempuan yang jauh dari tipe-nya, Agnes itu pecicilan, toxic, cengeng, suka nge-gas kalo ngomong gak ada lembut lembutnya sama sekali. Tapi kenapa dia semenarik itu? Baginya.

Supaya tidak terlalu canggung di tengah keheningan ini, Devan mencoba membuka topik pembicaraan. "Ekehm! Setelah Lulus sekolah, lo mau lanjut kemana?"

"Belum kepikiran, gimana nanti aja, " jawabnya fokus bermain ponsel.

Devan menoleh sekilas ke arahnya lalu menatap lurus ke depan. "Gue harap setelah lulus sekolah lo gak langsung nikah."

"Dih? Emangnya kenapa? Kalo pun gue nikah muda gak bikin lo rugi kan? Jadi terserah gue lah."

"Kuliah dulu yang bener, baru nikah," ucap Devan membenarkan.

"Males kuliah, capek! Gue mau langsung nikah aja!"

"Kenapa emangnya?"

"Sekolah banyak ujian, apalagi kuliah! Bisa mati gue kena tekanan batin!"

"Terus, kalo udah nikah aja banyak ujian lo mau balik kuliah lagi? Gitu?" tanya Devan.

"Y-ya bisa jadi sih." ia menggaruk tekuknya tak gatal."Jadi intinya mau nikah tergantung mood gue."

"Emang udah ada calonnya?"

"Ya belum sih! Tapi kan siapa tau nanti tuhan datangin gue sugar daddy yang tiba tiba ngelamar, terus kita nikah, tinggal di mansion, terus gue cere minta harta gono gini, dan gue jadi kaya, selesai deh nikahannya, udah." oceh Agnes.

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang