"Ngabuburit"

573 81 17
                                    


Jam menunjukan pukul 15.00, Jennie terlihat sibuk menyiapkan bahan masakan yang akan di olah untuk menu buka puasa. Tangannya begitu cekatan memotong wortel, kol dan lainnya sebagai bahan utama membuat bala-bala/bakwan.

"Umi, ini toge yang udah di rebus dikasih apa aja?" Perempuan 37 tahun itu melirik ke arah sang putri yang tengah membuat gehu/tahu isi.

"Kasih bawang merah, bawang putih, sama masako aja Ji."

"Asiappp"

Setelah itu hening, keduanya sibuk dengan tugas masing-masing. Sampai akhirnya Minji menyadari sesuatu...

"Umi.... "

"Iya Ji?"

"Abi, Aa sama Zam kemana?" Ucapnya setelah menyadari ketidak hadiran 3 laki-laki di keluarganya itu.

"Ke sawah sambil ngabuburit katanya.."

"Ih kok Minji gak di ajak sih?" Gadis 12 tahun itu mencebikan bibirnya sebal persis bagaimana Jennie saat merajuk.

"Ya kan kamunya maen ke rumah Ela"

"Kalo tau mau ke sawah, Minji gak bakal maen..."

"Sebenernya kamu sering kesana itu ngapain sih? maen sama Ela atau ngapelin Ram?" Goda Jennie.

"Ih Umi apaan sih, kok jadi bawa-bawa A Ram?"

"Ya siapa tau kamu naksir Ram? Ahahahha" Jennie tertawa lepas melihat anak gadisnya merengut sebal.

Sementara itu di sawah, Asep tengah membenarkan pengairan yang tersumbat di bantu Acep. Sedangkan si bungsu Zam tengah asik mancing belut (ngurek).

Sebenarnya Asep sudah menyerahkan urusan sawah kepada orang kepercayaannya, sama seperti perusahaan. Namun, bukan berarti ia melepas tanggungjawab begitu saja. Pria matang itu sesekali akan terjun langsung, baik meeting di perusahaan ataupun membenarkan pengairan di sawah seperti saat ini.

"Udah Cep?"

"Udah Bi, tinggal diiket aja pake rapia." Remaja itu terlihat cekatan mengikat dan menyambungkan batang bambu yang digunakan sebagai media pengairan.

Setelah selesai mereka memutuskan untuk duduk di saung sembari memantau Zam yang masih asik ngurek.

"Cep, kamu yakin mau sekolah disana?" Asep menatap duplikat dirinya dalam versi remaja.

"InsyaAllah Abi, emangnya kenapa?"

"Gapapa sih, dari akreditasi sekolah itu memang bagus, secara itu salah satu sekolah favorit di Jakarta. Buat masuk sana gak mudah dan biaya nya juga lumayan, tapi sebanding sama fasilitas. Tapi kamu yakin mau dimasukan ke jalur beasiswa? Kamu taukan Cep, sekolah di kota seperti itu pasti mayoritas orang berada, dan anak beasiswa kadang dipandang sebelah mata.." Acep mengangguk yakin.

"InsyaAllah Acep yakin Bi, tujuan Acep disana kan buat belajar dan mencari pengalaman bukan buat pamer kekayaan orang tua kkkk.... Acep mau temen-temen disekolah taunya Acep cuma anak beasiswa dari kampung dan anak seorang petani. Bukan putra sulung dari pemilik B&S Corporation. Biar Acep tau mana orang yang tulus dan orang yang suka membeda-bedakan derajat seseorang dari jabatan dan uang."

Asep mengangguk dan tersenyum bangga pada putranya itu. Kebanyakan anak mungkin akan bangga dan menggunakan nama besar orang tuanya untuk mendapat perhatian orang lain, namun tidak dengan anak-anaknya, baik itu Acep, Minji, bahkan si bungsu Adzam, mereka malah bangga memiliki ayah yang seorang petani, tapi bukan berarti mereka tidak suka dengan pekerjaan Asep yang sebenarnya. Hanya saja, bagi mereka kesederhanaan itu lebih menyenangkan dari pada hidup ala konglomerat.

"Asep Family"Where stories live. Discover now