"Asep marah, Chan ketemu jodoh"

392 57 17
                                    


Selepas adzan dan melaksanakan shalat magrib Acep langsung bersiap mengenakan
celana jeans panjang, kameja dan jaket. Remaja yang sebentar lagi menginjak usia 16 tahun itu akan pulang ke kampung halamannya setelah telpon yang diterimanya tadi sore. Tak lupa iapun sudah mempersiapkan surat izin ke sekolah, karena besok tidak bisa mengikuti pelajaran.

"Cep, kamu kesana naik apa?" Tanya Jian yang sebenarnya ingin ikut pulang tapi dilarang oleh Acep.

"Paling naik bus sih Yan"

"Emang jam segini masih ada?"--Ram. Acep terdiam, " Semoga masih"

"Cep, abang anter aja mau? Ini udah malem loh, susah kendaraan apalagi ke desa" Acep melirik ke arah pintu salah satu kamar, disana sudah ada Chan yang tak kalah rapi sembari menggenggam kunci motor ditangannya.

"Emang gak ngerepotin Bang?"

"Engga kok, mumpung besok Abang gak ada kelas."

"Mmm.. Boleh deh Bang, makasih ya sebelumnya"

"Yoi, santuy aja" Pemuda berusia 22 tahun itu tersenyum memperlihatkan lesung pipinya seperti milik Sobirin, si ketua karang taruna Nangka Runtuh.

......

Tok... Tok.... Tok...

"Neng, buka pintunya dong, Aa minta maaf ya, kalo perkataan Aa tadi nyakitin hati kamu... "

"Gak mau! Aa mending pergi aja!"

Asep menghela nafas dan menyenderkan tubuhnya di depan pintu kamar mereka. Ini sudah 5 jam berlalu dari peristiwa sore itu, dan Jennie mengurung diri setelah menangis terisak di depannya. Untung saja Minji dan Zam sudah ia ungsikan kerumah Ayahnya, Agung, sehingga kedua anaknya itu tidak perlu menonton drama orang tuanya.

"Sayang, buka pintunya dulu, kita omongin baik-baik ya... " Suara Asep mengalun lembut. Namun Jennie tetap tidak goyah.

"Neng---"

Tok... Tok... Tok...

"Assalamu'alaikum, Umi! Abi!"

Asep mengerutkan keningnya bingung saat suara ketukan pintu dan ucapan salam terdengar dari depan rumah.

"Kok kayak suara Acep?" Dengan langkah tergesa, pria 39 tahun itu membuka pintu dan langsung disambut tatapan khawatir putra sulungnya dan sapaan ramah dari sosok dibelakang sang putra.

"Waalaikumsalam, loh Acep? Kok kamu ada disini?" Heran Asep sembari melirik jam tangannya yang menunjukan pukul 10 malam.

"Tadi sore Umi nelpon dan nyuruh Acep pulang, emang nya ada apa Abi?"

"Astaghfirullahalazim" Asep mengusap wajahnya kasar. Jujur ia tidak tau jika istrinya itu menyuruh si sulung pulang dadakan seperti ini. Kejadian tadi sore saja sudah membuatnya pusing ditambah dengan sekarang, sebenarnya apa yang terjadi dengan istrinya itu?

"Eh iya, ini siapa Cep?"

"Ini teman kos Acep Abi, namanya Bang Chandra, panggilannya Bangchan." Orang yang dikenalkan oleh Acep nampak tersenyum kemudian mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Asep sopan. "Assalamu'alaikum Om, saya Chan eheheh"

"Walaikumsalam, saya Asep, Abinya Acep. Panggil aja Mang Asep ya.... "

"Iya Mang"

"Yasudah kalo gitu mari masuk, Abi tau kalian pasti cape perjalanan Jakarta-Bandung"

Setelah itu mereka pun masuk, Chan duduk di sofa ruang tamu dan menatap sekeliling rumah Acep yang sederhana. Namun yang menjadi salah fokus itu 2 mobil dan satu motor yang ada di dalam garasi luas tadi juga jam tangan yang digunakan Asep. Pemuda asal Palembang itu bingung sebenarnya Acep anak orang biasa-biasa atau anak orang kaya?

"Asep Family"Where stories live. Discover now