30. Tawuran

31K 3.4K 552
                                    

Damian menatap ke arah jam mahalnya sambil melangkah masuk ke dalam rumahnya yang seperti istana.

"Den, Tuan besar menunggu Anda di ruangannya," ucap kepala pelayan seraya menunduk hormat.

"Hmm." Damian melepas dua kancing atas seragamnya, ia berjalan mengambil gelas berisikan minuman alkohol berkadar tinggi, kemudian langsung saja masuk ke ruangan sang Papa.

"Pa?" tanya Damian sambil meminum wine.

"Datang juga kamu."

Damian menatap datar ke arah sang Papa, ia hanya berdiri dengan menggoyangkan gelas itu, menunggu perkataan sang Papa selanjutnya.

"Malam ini Papa akan berangkat ke New York karena ada rapat dengan para petinggi perusahaan besar, kamu bisa mengurus sebentar perusahaan di sini?" tanya sang Papa.

"Kenapa harus? Kenapa gak orang lain?" Damian mengerutkan dahinya tampak tidak setuju.

"Kamu harus belajar, Dam. Karena kamu akan mewarisi perusahaan Papa selanjutnya, kamu harus bisa mengelolanya dengan baik."

"Tapi, Damian harus sekolah," bantah Damian bersikeras.

Azriel- Duda tampan dengan satu anak itu menoleh, menatap Damian dengan tenang. Benar, Damian hanya memiliki sang Papa.

"Tumben kamu mau sekolah? Biasanya jarang masuk," ucap Azriel tersenyum meremehkan.

"Masalah?"

Azriel menggelengkan kepalanya. "Tidak, hanya heran saja. Kamu begini karena siapa, Dam?"

"Apa maksudnya? Karena Damian sendiri, bukan orang lain."

"Papa nggak yakin," balas Azriel membuat Damian mendengus kasar.

"Terserah mau percaya atau enggak. Satu lagi, Damian gak akan ngurusin perusahan itu."

Melihat anak tunggalnya pergi, Azriel terkekeh pelan. Gelagat dari putranya itu tidak bisa membohongi dirinya, Azriel tersenyum tipis.

"Sayang, dia tumbuh seperti diriku waktu remaja," ucap Azriel mengingat wajah mendiang istrinya.

Di kamar, Damian menghempaskan dirinya di atas kasur king size. Pemuda itu berulang kali menghela napas saat ucapan Azriel memenuhi pikirannya.

"Kamu begini karena siapa, Dam?"

Damian mengacak rambutnya, ia terduduk di atas kasur. "Emang gue gini karena siapa? Gak ada, gak ada orang yang bisa bikin gue kayak gini." Damian menunduk menatap lantainya.

Teringat dengan gadis yang ia temui di toilet, dan gadis itu yang mengancam dirinya agar tidak memberitahu siapa-siapa karena dia salah masuk toilet cowok, Damian terkekeh pelan mengingat wajah lucu dari gadis itu.

"Hmm."

***

Di lain tempat, terlihat Victor dengan baju santainya sambil memandang Diana yang sibuk memberi petuah kepada dirinya.

"Victor, kamu tunggu di rumah ya. Mama sama Papa pergi dulu ke bandara. Kalau kamu lapar pesan online aja, atau minta masakin pelayan," ucap Diana mengusap kepala putranya.

"Mama mau pergi sekarang?" tanya Victor.

"Iya, besok udah dimulai rapatnya. Mama gak sabar ketemu yang lain, pasti keren semua."

"Na, ayo." Paris datang dan langsung merangkul pinggang Diana, membuat Victor mendengus melihat tua bangka itu.

"Iya, sayang. Ya udah, kalau ada apa-apa hubungin kita ya Victor," ujar Diana tersenyum manis.

Jennifer Antagonis Girl (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang