17.

469 49 0
                                    

"Mas, kok di sini?"

Damar terkejut, mendapati Danu berada di belakangnya. Padahal dia sudah berusaha menutupi pekerjaan barunya. Malah sekarang justru ketahuan.

"Seharusnya Mas yang tanya. Ngapain kamu di sini? Pulang!" Damar meletakkan selang steam dan dengan isyarat tangan meminta pulang. Dia hanya tak mau Danu bersedih jika melihatnya bekerja terlalu keras. Atau yang parahnya akan ikut-ikutan kerja dan menolak sekolah. Dengan alasan ingin membantunya mencari uang.

Melihat adiknya masih tak beranjak, pandangan Damar tertuju pada Ridwan yang berada di seberang jalan dengan raut ketakutan. Memakai isyarat mata, dia meminta teman Danu untuk membawa pergi dari tempatnya sekarang.

"Dan, ayo balik. Aku mengko ndak damuk Masmu."

Walau berbisik, Damar masih bisa menangkap ucapan Ridwan yang menarik tangan Danu. Dia memberi tatapan tajam agar lekas pulang sesuai perintah.

Mau tak mau Danu pergi dengan tak rela dan naik ke sepeda seraya membawa ikan cupang.

"Untung wae ra damuk Masmu aku. Kowe ki rak yow rasah ditekani, dimatke wae rak cukup."

Danu diam. Pikirannya menghadirkan apa yang dilihatnya barusan juga keinginan-keinginan Damar yang ditulis di buku. Ah, mendadak rasa bersalah memenuhi dadanya. Bagaimana bisa dia tega melakukan? kakaknya bekerja keras dan dirinya justru keluyuran atau bermain tak jelas. Seharusnya dia bisa membantu.

"Biar dapat duit banyak gimana caranya ya, Wan?"

"Kerja lah. Ngunu kok takon." Habibi yang mendengar pertanyaan bodoh Danu segera menyahut dengan ketus.

"Emang cah cilik iso kerja apa?"

Pertanyaan Danu membuat kedua temannya yang baru mengayuh sepeda terdiam sejenak, memikirkan jawaban.

"Ngaritke wedhus e Pak Jo kana." Mendadak dia teringat dengan kambing Pak Jo yang memang sering dicarikan rumput oleh tetangganya.

"Hus, kesabet arit malah. Bahaya. Wes cah cilik koyo awak e dewe ki fokus sekolah wae. Rasah aneh-aneh kerja barang." Ridwan menengahi perdebatan di antara mereka. Lalu keheningan memutus pembicaraan. Hanya semilir angin yang menerpa wajah juga debu-debu yang beterbangan. Kendaraan berlalu lalang.

Danu terdiam. Ya, selama ini Damar memang hanya menyuruhnya sekolah dan menikmati masa kecilnya. Bermain bersama teman-temannya. Walau sering keluyuran tak jelas dan mendapat omelan, tak pernah sekalipun dilarang, kecuali ke sungai atau laut. Namun sekarang dia tak rela jika kakaknya yang bekerja keras.

"Aku ngerti, Dan." Habibi mengagetkan.

"Apa?" Danu dan Ridwan menjawab serempak seraya menoleh pada Habibi yang mengayuh sepeda di samping kanan.

"Adol en gambaranmu."

"Emang ana sik gelem tuku gambaranku." Danu yang tadinya semangat, mendadak lesu.

"Tenang, mengko tak ewangi. Aku due konco sing sugeh-sugeh." Ridwan ikut menimpali.

Walau apa yang dikatakan Ridwan ada benarnya, dia tak yakin ada yang mau membeli gambarannya. Ya, meski begitu dia berusaha menerima niat baik temannya.

Sementara itu Damar yang sudah selesai mencuci motor dan menerima pembayaran, segera memberikan uang pada Satria.

"Sapa bocah mau?"

"Adiku, Mas."

Satria yang duduk di ruangannya tak lagi bertanya. Sedikit banyak dia sudah mendengar cerita tentang Damar dari Yu Sri.  Diperhatikan anak buahnya yang berlalu keluar, menuju ruangan lain untuk minum. Lantas duduk istirahat seraya meletakkan siku di paha. Menunggu klien lain datang.

My Beloved Brother (Danu dan Damar)  Spin Off Arga ; Repihan RasaWhere stories live. Discover now