31

399 48 0
                                    

Arga mendekat, membuka pintu untuk mempersilahkan masuk. Aroma yang sangat wangi berebut keluar dan sebagian terhirup hidung mereka. Danu menoleh sesaat seraya menggerakkan tangan kakaknya, meminta persetujuan untuk duduk di depan. Dia melepaskan genggaman dan masuk karena tak mendapat tanggapan.

Sebuah lengkung tipis terukir di wajah Arga dan Damar yang melihat melalui pantulan kaca merasa kesal. Sial. Lelaki itu pasti merasa menang karena adiknya seperti kebo yang dicucuk hidungnya. Damar merutuk sebelum ikut masuk demi menjaga.

Arga segera duduk di kursi kemudi setelahnya. Dari pantulan kaca tengah, dia membuat senyum simpul yang ditujukan pada Damar. Tak lama mobil menyala dan roda mulai berputar. Seketika hawa dingin langsung menyergap mereka.

Beberapa menit perjalanan, Arga memutar video di layar mobilnya sebagai hiburan. Danu tentu saja senang dan terus memperhatikan acara kartun favoritnya. Sesekali bercengkerama, berdecak kagum dengan interior mobil yang asing juga mewah baginya di sela iklan. Sedang Damar di belakang mulai kedinginan.

"Om, pasti kaya sekali." Danu menyatakan kekagumannya.

"Justru kalian yang kaya."

Baik Danu maupun Damar tak paham apa maksudnya, tetapi tak ada yang menanyakan. Danu justru asyik dengan acara yang tengah diputar, sedang Damar memilih memperhatikan jalanan.

Mobil memasuki area kota, pandangan Damar masih tertuju pada jalanan. Dia harus menghafalkan setiap tikungan juga nama jalanan agar bisa kembali ke rumah jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Memasuki Ring Road, mobil justru melewati terminal Giwangan. Ah, seandainya dia hafal daerah kota, dia pasti akan memastikan ucapan Arga adalah kebenaran, menuju Gembira Loka. Sayang, daerahnya sendiri tak semua dihafalnya.

Tatapan penuh kewaspadaan terus diberikan pada Arga sepanjang perjalanan hingga akhirnya mobil memasuki tempat yang dituju. Turun dari mobil, Damar lekas menghampiri Danu dan menggenggam tangan. Seolah tak memberi kesempatan Arga mendekat.

Ya, walau Arga tak berbohong mengatakan akan ke kebun binatang, tetap tak boleh lengah. Siapa tahu salah satu strateginya.

Arga berjalan menuju loket, memesan tiket dan kembali dengan senyum terkembang. Lalu mereka masuk bersamaan.

Danu berjalan di depan dengan wajah antusias ketika satu per satu hewan mulai terlihat. Heboh sendiri mengingat ini pertama kalinya melihat secara langsung. Senyum bahagia merekah, celotehan bernada kekaguman terus terucap. Sesekali dia memanggil Damar mendekat, juga Arga bergantian.

Tak ada kata lelah, mereka berjalan menuju taman reptil juga burung. Sesekali Arga meminta Danu berpose bersama untuk diabadikan melalui kamera ponsel. Tak hanya sekali, tetapi berkali-kali.

Lalu kecurigaan Damar mengenai Arga yang menjadikan mereka sebagai sarana mencari pundi-pundi uang dari media sosial semakin menghebat. Dia menarik tangan Danu yang akan berpose untuk kesekian kali. Benar, yang dilakukan lelaki itu hanya sebatas stategi saja.

"Gak usah foto-foto terus."

Arga tak paham dengan sikap Damar yang masih menjaga jarak dengannya. Seolah apa yang diberikannya tak terlihat sebagai ketulusan, walau paham apa yang menyebabkan demikian dari cerita, hanya saja menurutnya sedikit berlebihan.

Alih-alih menikmati acara jalan-jalan, Damar begitu tegang dengan sikap waspada.

Keluar dari Gembira Loka, mereka langsung masuk ke mobil. Aroma keringat menyeruak saat pendingin dihidupkan.

"Kalian pasti kehausan, biar kubelikan minuman." Arga yang baru saja menghidupkan mobil berniat turun.

"Buat Danu, biar aku saja yang beli." Damar ikut keluar menuju stan minuman dan memesan. Betapa terkejutnya mendengar nominal yang harus dibayar untuk sebotol air mineral. Kenapa jauh sekali dengan harga di warung? Baru juga merogoh saku celana, Arga sudah berdiri di sampingnya seraya menyodorkan pembayaran.

My Beloved Brother (Danu dan Damar)  Spin Off Arga ; Repihan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang