Ekstra. New home

511 57 0
                                    

"Mas."

Panggilan Danu tak membuat kakaknya yang sibuk dengan buku-bukunya lekas memberi perhatian, hingga dia harus mengulanginya kedua, ketiga. Baru panggilan keempat, Damar menoleh.

"Kenapa?" Damar menutup buku lantas memutar kursi, menghadap adiknya yang duduk di tepi ranjang. Menanti sejak tadi.

"Katanya beberapa hari lagi ulang tahun Om."

"Oh." Damar tak tahu harus bagaimana menjawabnya. Memang kenapa kalau ulang tahun? Toh Arga sudah menjadi lelaki dewasa. Tak mungkin dia harus membuat kue ulang tahun dengan lilin di atasnya sebagai kejutan.

"Kok muk oh?" Danu bangkit seraya berkacak pinggang. Ah, Masnya memang kurang peka.

"Terus Mas kudu bilang apa?"

"Kita kasih hadiah, ta. Tiap kita ulang tahun, pasti Om beliin kita kue juga kado. Sekarang gantian."

Damar menghela napas panjang. Ya ampun, kekanak-kanakan sekali. Orang sebesar Arga sudah tak membutuhkan apapun, kecuali pacar atau pendamping hidup. Gak lucu juga jika dia harus mencari ke biro jodoh lalu membungkus wanita sebagai hadiah.

"Dan, Om sudah punya segalanya. Dia gak butuh apapun dari kita."

"Tapi aku tetep mau kasih hadiah." Danu berjalan menuju meja belajar. Membongkar isi tas dan mengeluarkan buku gambar. "Aku sudah buatin gambar buat Om." Dia memperlihatkan gambaran Arga, Damar juga Danu yang tengah duduk bersama saat makan. Masih berupa sketsa kasar dan belum diberi warna.

Sejenak Damar tertegun melihat hasil gambaran Danu yang semakin bagus. Ya, semua itu juga berkat Arga yang mencarikan guru les tersendiri untuk mengembangkan bakat adiknya.

"Bagus, Dan." Damar tersenyum tulus melihat hasil karya adiknya.

"Nanti kalau sudah selesai kuwarnai, dibingkai, yuk buat hadiah."

Damar tersenyum sebagai jawaban. Lalu dia bertanya haruskah memberi hadiah sebagai bentuk kebaikan yang diberikan selama ini? Namun, dia sendiri tak tahu harus memberi apa. Barang? Dia yakin Arga bisa membeli dengan uangnya. Mau yang mahal atau terjangkau bisa didapat. Beda dengannya yang uang saku saja masih diberi setiap harinya. Memang ada tabungan, sisa uang saku yang dikumpulkan, tetapi dia juga tak tahu harus membelikan apa.

"Kok melamun, Mas?"

"Kalau kamu kasih gambar, Mas kasih apa?" Mendadak dia menyetujui ide adiknya untuk memberi hadiah.

Danu berpikir sesaat. Dia juga tak tahu harus memberi saran apa. "Mas masakin saja."

"Masak?" Dahi Damar mengerut tanda tak setuju. Bukankah untuk urusan masak Mak Ris jauh lebih jago dari padanya.

Damar mencoba mencari pilihan lain dengan bertanya kepada teman sekelasnya. Yang pertama jam. Sepengetahuannya, Arga sudah memiliki tiga buah jam dan satu yang menjadi favorit, yaitu pemberian dari adiknya. Namun, saat mencoba mencari tahu harga di internet, yang bisa dilakukan hanya menelan ludah. Akhirnya dia memutuskan untuk tak mengambil pilihan jam sebagai hadiah.

Beralih pada kaos dan barang-barang tekstile juga bukan ide yang bagus. Walau yang dipakai tak selalu bermerk, tetapi masalahnya dia tak tahu ukurannya juga. Takut-takut salah beli yang berakhir kebesaran atau kekecilan.

Dia benar-benar dibuat bingung. Setiap ada waktu senggang, yang dilakukan adalah bertanya pada temannya. Namun, hingga waktu semakin dekat. Masih belum menemukan apa yang akan diberikan. "Ya, ampun. Ngapain juga aku harus mikirin hadiah."

Dia tersadar telah membuang waktu hanya karena ide bodoh adiknya.

"Kenopo kowe?"

Damar menegakkan lalu menyandarkan punggung mendengar pertanyaan teman sebangkunya.

My Beloved Brother (Danu dan Damar)  Spin Off Arga ; Repihan RasaWhere stories live. Discover now