She Is Psycho 25 : Jangan Pergi

350 34 10
                                    

Sesampainya di apartemen Alberto, yang Samuel lihat adalah mobil petugas yang mulai berkumpul dan kerumunan orang yang diusir oleh petugas yang berada di sana. Melihat dari betapa masih banyaknya orang yang berkumpul di sana, maka bisa dipastikan bahwa mereka sampai di lingkungan itu dalam kurun waktu yang belum lama.

Mata Samuel membulat lebar saat melihat jendela di gedung apartemen itu pecah tepat di lantai apartemen Alberto. Samuel segera menerobos kerumunan dan mengambil kerah pakaian salah satu petugas di sana. "DI MANA DIA?!" teriak Samuel pada salah satu petugas itu.

"Apa yang terjadi?"

"Kenapa dia?"

"Dia menyerang petugas?"

Bisikan orang-orang yang berkumpul di sana, terdengar. Samuel tidak mempedulikannya. Jika tragedi ini terjadi karena pamannya, maka Samuel tidak bisa mempercayai siapapun saat ini. Bahkan orang yang mengaku petugas pemerintahan sekali pun. Belajar dari pengalaman, pamannya bukanlah orang yang mudah. Jika dia tidak bisa membayar petugas untuk tunduk di bawah kakinya, maka dia bisa membuat petugas pemerintahan itu sendiri. Karena itu, daripada memanggil polisi, Alberto segera memanggil Samuel. Tidak ada yang bisa dipercayai ketika pamannya Samuel bertindak.

"A-apa yang Anda katakan?!" Petugas itu terlihat terkejut sekaligus tidak menyangka bahwa Samuel akan menyerangnya.

Emosi Samuel sudah tidak terkendali lagi untuk mendengarkan omong kosong pria di hadapannya. Dia mencengkeram kerah pakaian pria itu dan menyentaknya. "JANGAN BANYAK BICARA DAN KATAKAN PADAKU DI MANA DIA?! AKU KEPONAKAN ORANG YANG MEMERINTAHKANMU!!"

"Hey hey, tenanglah!!" Salah satu petugas mencoba melerai dan menjauhkan Samuel dari petugas itu.

"LEPASKAN AKU!!" Berontak Samuel dengan kuat.

"Hey, ada apa dengan pria ini?!"

"Aku tidak tahu!"

"BAJINGAN INI!! APA KAU TULI?!"

"Apa dia salah satu keluarga korban?"

Pertanyaan dari petugas itu, membuat berontakan Samuel terhenti. "Korban?!" tanyanya dengan helaan napas kasar.

Petugas yang memegangi Samuel pun berdecak dengan kesal. "Kami juga sedang melakukan yang terbaik, Nak. Bukan salahku jika korban menghilang setelah bunuh diri."

Jantung Samuel terasa mencelos seketika. Pandangannya mengabur saat dia mencerna ucapan petugas itu. "Bunuh ... diri?"

Tubuh Samuel tiba-tiba melemas. Jantungnya berdegup kencang saat dia mulai melihat sekelilingnya. Salah satu kios di sana hancur, dan tepat di samping Samuel, ada mobil yang atapnya sudah sangat hancur.

Rasa dingin memenuhi seluruh tubuh Samuel. Kakinya gemetar kencang dan melemah seketika saat lututnya terjatuh ke tanah. Napas Samuel tidak beraturan saat pandangan matanya mulai menelusuri mobil yang hancur itu. Pandangan Samuel kemudian memandang lantai apartemen milik Alberto. Seketika, napas Samuel tersendat kuat saat melihat betapa tingginya gedung 5 lantai yang ditinggali Alberto. Jantung Samuel berdenyut nyeri dan semakin nyeri saat berpikir bahwa Alberto tidak dapat terselamatkan.

Samuel menundukkan kepalanya dalam-dalam dan sedetik kemudian, para petugas berhenti mengeluh pada Samuel ketika suara tangisan menyayat hati terdengar. Raungan pilu Samuel di tengah-tengah kerumunan dan juga petugas di sana, membuat beberapa pengunjung ikut menangisi kesedihan Samuel. Dan seolah langit ikut bersedih, hujan turun dengan deras secara tiba-tiba.

Namun, bahkan suara hujan yang turun dengan deras pun, tidak bisa membuat suara tangisan Samuel tersamarkan.

Samuel memegangi dadanya kuat-kuat, meremas pusat rasa sakitnya seolah menghentikan pendarahan yang muncul di sana. Namun, rasa sakit itu tidak pernah hilang.

I Love My President Though He Is PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang