(Inframe : Srikandi)
Beberapa menit sebelum penyerangan, Kafe Fanrong Selatan, Kadipaten Senlin.
Gadis manis berambut panjang warna biru alami, duduk menghadap meja bundar. Badannya yang tak terlalu berisi membuat tubuh setinggi 158 cm terlihat semampai di mata para pria. "Maaf, tapi saya tidak tertarik bergabung dengan SM," ucap si gadis berambut biru panjang sambil buang muka. Tangan berjari lentiknya bersedekap, kakinya jengkang.
"Heh! Srikandi!" Pemuda berusia 19 tahun itu berbisik pada gadis di sebelahnya. Wajahnya menggemaskan dengan hidung tak terlalu mancung. Berbeda dari gadis di dekatnya yang berambut biru, warna rambutnya puih bak albinisme. "Kau tahu, kan? Yang duduk di depanmu ini Putra Mahkota, loh! Tolonglah jaga sikapmu!" ujarnya berbisik.
"Heh, rambut putih! Aku tak peduli siapa yang ada di hadapanku! Kalau aku bilang tidak, ya tidak!" celetuk Srikandi ketus.
Sesosok pria berkumis tipis di hadapan mereka tersenyum masam. Balutan kaos dan celana hitam panjang motif daun emas, membuat orang-orang tak menyangka bahwa dirinya adalah Putra Mahkota. "Tak apa, Adnan. Dia benar, kami tak berhak memaksa." Lelaki bernama Irawan menghela napas. "Hanya saja ... kalian pasti sudah dengar kabar mengenai ramalan Purnama Merah, kan?"
Srikandi menoleh cepat dan mengerutkan kening. "Bukankah dari pertanda kemunculan, ciri-ciri ramalannya masih lama?"
Pemuda berkumis tipis dengan syal merah di leher menatap secangkir kopi tubruk di atas meja. "Kalau situasinya tak mendesak, mungkin Prabu Cakrabumi hanya akan mengirim SM tingkat Merak ke atas untuk meminta kalian bergabung sebagai pasukan pengaman kerajaan. Tapi faktanya, aku yang turun langsung demi bernegosiasi dengan kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang Ludira
FantasyBerlatar di benua antah-berantah bernama Manunggal; Ni'mal, pemuda culun dan lugu ini harus mengikuti sebuah sayembara demi menemukan satu-satunya keluarga yang ia punya, sang kakek. Dalam perjalanan, ia menemukan berbagai rahasia yang disembunyikan...