Chapter 13: Kesalahpahaman Yang Konyol

24 10 0
                                    


Taman Keraton Utama Pancer, Ibukota Pancer.

Srikandi si gadis berambut biru lebat memegang segelas soft drink rasa alpukat. Gadis itu duduk di atas rerumputan, memandang indahnya kerumunan bunga di halaman belakang bangunan joglo. “Aku kemarin cukup sibuk. Jadi aku tak bisa pergi ke Sunyoto.”

“Pantas saja ….” Sang Putra Mahkota yang berada di dekatnya menghela napas sambil menyeruput kopi pahit. “Adnan bilang, ada salah satu peserta seleksi Sayembara Manunggal yang janggal.”

“Janggalnya?” Dahi gadis mancung berambut biru mengerut. Ia merebahkan badan sambil menyedot minuman rasa buah lewat sedotan.

“Dia meniru jurus pamungkas Adnan menggunakan rantai besi berujung belati,” jelas Raden Irawan menaurh secangkir kopi ke tanah.

“Uhuuuk!” Srikandi tersedak. “Maksudnya, jurus turun temurun marga Katingga?” Ia meminum sisa minuman tuk membasahi kerongkongan.

“Ya. Adnan bilang, dia mengeluarkan aura merah saat meniru jurusnya. Dia bahkan menghancurkan tubuh tiga Ugel dan dua Kanin bertanduk berturut-turut. ”

“Uhuuuk! Uhuk! A-apa?” Srikandi terkejut, kembali tersedak. “Uhukk! Dia menghancurkan tubuh Makhluk Hitam berturut-turut? Uhkk!”

Pria berkumis tipis menyodorkan kopi kepada Srikandi. “Makanya kalo minum sambil duduk!” omel Raden Irawan. Melihat gadis berambut biru meneguk kopinya, ia melanjutkan, “Namanya, Ni’mal. Peserta dari Gunung Suwung.”

“Bwuuufff!” Srikandi menyemburkan kopi di mulut. Selain pahit, ia pun terkejut menerka bila bocah yang mereka bicarakan adalah bocah yang dilatih Raden Armi.

“Hadeeuh, Sri! Sri! Kalau nggak goodlooking pasti cowok-cowok sudah illfeel lihat kelakuanmu begitu,” ledeknya geleng-geleng kepala.

Dlap!

Adnan melompat turun dari atap joglo, mendarat di belakang Srikandi dan Raden Irawan. “Den? Bocah bernama Ni’mal itu … ternyata cucu Mbah Purwadi.”

Sang Putra Mahkota menoleh cepat. “Apa?” Netranya terbelalak. Dia … putra Sang Arjuna Putih?

“Aku dengar, Prabu Cakrabumi meminta beberapa SM membawanya ke istana.”

Raden Irawan menyipitkan mata. Ayah memanggilnya? Apa karena bakat bocah itu?

“Apa alasannya?” Srikandi membalik badan dalam posisi duduk sila, menghadap Adnan.

“Bocah itu menghajar habis kerabat Wakil Tumenggung Yo, si Santo,” jawabnya menatap ceceran kopi dan jus alpukat di rerumputan.

Raden Irawan turut menghadap Adnan. “Apa yang membuat mereka bertarung?”

“Santo menguntit Puspa saat masuk ke tempat makan. Mereka berdebat kecil, lalu bocah bernama Ni’mal itu melerai.”

Srikandi yang paham dengan watak Santo, menerka, “lalu si landak merah itu mengajak Ni’mal bertarung, kemudian dia kalah?”

Pemuda berambut putih manggut-manggut. Ia menatap Raden Irawan yang tampak heran. “Kau heran, bagaimana bisa Santo kalah?”

“Bukan.” Sang Putra Mahkota menggeleng. “Kalau Ugel saja bisa remuk dalam satu kali hantaman, tapi kenapa Santo masih bisa bertahan? Dia bukan manusia berkanuragan. Harusnya badannya juga hancur berkeping-keping, kan?”

Mendengar statmen sang putra mahkota, Srikandi dan Adnan ikut merenung.

***

Satu hari kemudian, halaman depan kediaman Raden Armi, Gunung Suwung, Kadipaten Sunyoto.

Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang LudiraWhere stories live. Discover now