Chapter 70 : Ikatan Batin

29 9 6
                                    

Beberapa jam lalu, Markas PM Kota Jayakarta, Kadipaten Senlin.

Wahyu mencoba berontak tatkala dirinya digiring ke sebuah penjara kecil di markas PM. "Apa kalian selalu memperlakukan rakyat Manunggal seperti penjahat begini!" teriaknya sembari berontak. Cengkeraman tangan dua orang PM berhelm yang mengawalnya terlalu ketat dan kuat sehingga ia tak dapat menyingkirkannya.

Wahyu dilempar ke dalam penjara. "Uuugh!" Ia mengaduh sejenak sebelum bangkit berdiri. "Aku datang kemari agar kalian tetap hidup! Bisa-bisanya kalian malah menaruhku di penjara!"

Satu dari dua PM menodongkan senapan laras panjang di tangan. "Bicara lagi, kutembak kakimu!"

"Ada apa ini?" Pria berkulit gelap dengan rambut cepak dalam balutan seragam PM hijau datang mendekat. Tatapannya lantas tertuju pada pemuda berkacamata di dalam penjara. "Wahyu?"

"B-Bang! M-maksudku Pak! Pak Ronald!" Wahyu melangkah memegangi kerangkeng pintu penjara yang tertutup. "Tarik mundur semua PM di Tarang! Ni'mal akan mengamuk dan menggunakan para manusia untuk meningkatkan kekuatannya!"

Kaclak!

Sang PM berhelm mengokang senjata, membidik kaki Wahyu. "Heh! Ngomong apa kau!"

Ronald menyipitkan mata, berpikir sebentar sebelum berkata, "Kalian berdua, pergilah." Setelah tiga detik berlalu dan kedua PM di sana masih saja berdiri, Jenderal Prajurit Manunggal berkulit hitam menghela napas.

Ia lantas melotot menatap bergantian kedua bawahannya. "Kalian menentang perintah?"

"Siap, tidak! Pak!" sahut mereka kemudian balik badan meninggalkan Wahyu dan Ronald.

"Ni'mal mengamuk?" tanya Ronald usai kedua bawahannya berlalu. "Ni'mal itu ... cucu Penerus Padepokan Macan Bumi, kan? Pemuda yang dijuluki Arjuna Merah dan disangka sebagai pelaku pembantaian SM di Keraton Utama Pancer 3 tahun silam?"

Wahyu manggut-manggut cepat. "Benar!"

Pria cepak tersebut bersedekap. "Ni'mal akan mengamuk dan menghabisi para PM?" gumamnya melirik ke kanan-kiri. "Dari mana kau dapat info ini?" tanyanya menatap dalam mata Wahyu.

"Itu ...." Wahyu tampak ragu. Kalau aku tak jujur, mungkin dia tidak akan percaya! pikirnya menarik napas dalam-dalam. "Jaka Bagus Sang Arjuna Putih. Atau mungkin lebih dikenal sebagai Utusan Sura Utara."

Belum Ronald memberi tanggapan, ponselnya berdering. Wakil Tumenggung Yo memanggil. "Halo, Pak?" sapanya mengangkat panggilan.

Yo berkata dari sambungan telepon, "Persiapkan beberapa pesawat tempur di dekat Stadion Pagelaran Utama Sayembara Manunggal. Bawa beberapa robot tempur sekaligus. Kita tidak tahu jika nanti bakal ada kerusuhan, kan?"

Deg!

Ronald tersentak mendengar perintah langsung dari sang atasan. "Dimengerti, Pak." Ia menghela napas setelah panggilan terputus. "Bagaimana cara Arjuna Merah meningkatkan kekuatan hanya dengan membunuh manusia?"

Wahyu melepas kacamata. "Bang! Kenapa kau tanyakan hal bodoh begitu! Apa Abang takut kalau-kalau melanggar perintah? Hah? Bukankah lebih baik mengorbankan jabatan demi menyelamatkan nyawa manusia!" Wahyu emosi. Saat Ronald menunduk, ia lanjut bicara, "Bang! Yang ada di tubuh Ni'mal itu makhluk tua yang jauh lebih kuat dari Asura! Kalau Abang membiarkannya bertambah kuat, akan ada ribuan nyawa melayang! Dan itu berawal dari Abang!"

***

Masa kini, area pertempuran melawan Ni'mal, Kadipaten Tarang.

Srikandi si gadis berambut panjang perak melayang turun di sisi kanan gadis berambut hitam pekat. "Puspa? Berlindung ke belakangku."

Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang LudiraWhere stories live. Discover now