Chapter 63 : Campur Tangan Cepot

26 9 4
                                    

Ni'mal menaruh perhatiannya kepada Bram dan Ratih. Ia tak memedulikan Agni yang terbang menjauh barusan. "Seorang pria separuh Makhluk Hitam, dan gadis dengan aura misterius. Apa kalian yakin bisa mengalahkanku?" tanyanya menyeringai.

"M-Mas? Dia ...." Ratih mengeratkan dekapan pada punggung kekar Bram.

"Ya, aku tempe," sahut Bram mengatur napas agar rasa canggung meredup.

"Mas! Jangan bercanda, deh!" protes Ratih menatap takut Ni'mal.

Pria tegap bersinglet putih memasang kuda-kuda ala silat harimau. "Ratih? Kau percaya padaku?"

"Maksudnya, Mas?" Gadis berkebaya hijau tetap memandang lawan.

"Tanpa Athar dan Adnan, kita jalankan rencananya. Kau tahu tugasmu, kan?" Bram memusatkan aura kecoklatan ke sekujur badan.

"Mas! Tapi dia bukan Kang Ni'mal yang kita kenal, loh! Maksudku kekuatannya juga tidak sep-"

Cet ....

Bram menempelkan jari telunjuk ke bibir Ratih. "Percaya saja padaku." Ia kembali memasang kuda-kuda. "Percuma badan besar kalau tak bisa melindungi wanita!" ucapnya melesat maju menghampiri lawan.

"Keheh! Drama asmara receh!" tanggap Ni'mal menepis ayunan cakar lawan.

Dak! Dak! Dak! Dak! Dak!

Serangkaian tinju dan cakaran yang Bram luncurkan ditangkis oleh pemuda berjaket hitam merah tersebut. Bahkan tiga buah tendangan yang dilayangkan, dihindari dengan mudah oleh cucu Penerus Padepokan Macan Bumi. "Kenapa ragu begitu? Tunjukkan sisi binatangmu!" ledeknya menendang dorong si pria bersinglet putih hingga terjengkang ke belakang.

Bram melompat kayang guna bangkit berdiri. Ia menyipitkan netra, memunculkan aura kehitaman - membaur dengan aura kecoklatan. "Aku baru mulai!" serunya melejit melakukan sodokan tangan kiri. Sepasang lengan kekarnya ditumbuhi bulu jingga halus harimau. Sementara kukunya memanjang dan meruncing. "Haaaargh!"

Ni'mal melakukan pose serupa seperti Bram tadi. Ia tersenyum kecil sebelum melesat menyambut lawannya yang mendekat. "Bocah ini adalah keturunan pencipta Padepokan Macan Bumi," ucapnya membelokkan tangan harimau Bram. Sang Arjuna Merah lantas melakukan ayunan cakar bertubi-tubi ke badan lawan.

Dalam satu detik, ia melakukan sepuluh ayunan cakar. Darah merah gelap membasahi ujung jarinya yang tak berkuku. Ni'mal melakukan tendangan dorong sebagai serangan penutup.

Blaaaam!

"Ooorghh!" Bram terpental puluhan meter. Badan besarnya terhenti setelah sebuah pohon berdaun merah menghalau jalurnya terlempar. "Uhugh!" Ia muntah darah sambil berlutut menahan nyeri. Organ dalamku terluka parah secepat ini?

"Hey? Kenapa bingung begitu?" Santai, Ni'mal mendekati Bram yang berlutut di depan sebuah pohon. "Dari puluhan orang yang bocah ini lawan, sepertinya baru 2 orang yang bisa membuatku kelimpungan. Atau memang semua pendekar jaman ini lemah-lemah sepertimu?"

"Mas Bram!" Ratih melempar botol berisi cairan hijau kental kepada Bram. Gadis tersebut bersembunyi di balik pohon.

Ni'mal menggeleng lirih. "Mau disembuhkan berapa kali juga ...." Pemuda beriris mata merah menyeringai seraya jongkok - mengambil ancang-ancang. "Kalau lemah ya kalah saja!" imbuhnya melesat cepat menghampiri Bram.

Bram yang sudah lebih dulu meminum ramuan penyembuhan, melompat ke belakang - menggunakan batang pohon besar tersebut untuk melesat ke sisi lain. Serangan secara langsung terlalu berisiko! Aku harus coba cara lain!

Greep!

Bram memeluk sebuah batang pohon pinus, lantas mencabut dan mengayunnya kepada lawan yang meluncur mendekat. "Hhngh!" Ia mengayun batang pohon setinggi belasan meter bagaikan mengayun tongkat bisbol.

Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang LudiraWhere stories live. Discover now