Chapter 26 : Lastri dan Batu Keramat Merah!

32 9 1
                                    

Lorong Gedung, Kadipaten Senlin.

"To-tolong le-lepaskan sa ... ya! Kita ... sudah sam ... pai!" pekik pria berseragam PM. Ia kesulitan bicara akibat selendang ungu Anjani yang menjerat leher begitu ketat. Ni'mal pun mengekor, sampai di depan bilik toilet perempuan - berada di paling pojok.

Pemuda berjaket hitam merah dengan topeng Arjuna, mengerutkan dahi dari balik penutup wajah. "Toilet rusak, mohon gunakan yang lain?" Ia membaca tulisan yang ditempel pada pintu toilet.

Gryeet!

Anjani mengeratkan selendang ungu di leher si personil PM. "Dengar, Pak! Teman saya yang menggunakan topeng ini, kebal senjata api! Dia juga bisa menghancurkan Ugel dalam satu kali pukul! Kau mau serpihan jasadmu dimasukkan ke jamban?"

Pemuda bertopeng Arjuna Merah sontak menoleh heran. "Hey, aku tak-"

"Baik!" celetuk si pria berhelm ketakutan. "Saya tunjukkan ... jalan ... nya, tapi to-tolong kendurkan selendang ini!" rengeknya memelas.

Gadis bercadar ungu menghela napas, melepas ikatan dari leher Prajurit Manunggal. "Jangan harap bisa kabur!" kecamnya mendelik.

Kriiiet ....

Pria dengan rompi anti peluru membuka pintu. Ia melangkah masuk, mencelupkan tangan kanannya ke dalam wc duduk. Walau bersih, tetap saja Anjani dan Ni'mal meringis jijik dibuatnya. Sebagian besar anak kelahiran 2000an pasti akan berkata, iyuh jijiq bingitz!

Pria bersarung tangan hitam tersebut menekan tombol rahasia di dalam kubangan air kloset. Mati aku kalau ketahuan aku yang kasih lihat jalannya!

Drrrrg ....

Dinding di depan mereka terbuka bagai pintu lift otomatis. Tampak sebuah pintu besi yang tertutup di balik dinding yang sudah terbuka. "Si-silakan, masuk. Dan mohon ting-"

Splaaat!

"Hwaaagh!" Pria berseragam PM menjerit setelah selendang ungu Anjani menjerat lehernya kembali.
Si gadis bersanggul tersenyum usil dari balik cadar ungu. "Kata Ibu, kalau berbuat baik itu jangan setengah-setengah! Ayo masuk! Kan hanya kau yang tahu denah tempat ini!"

***

Srikandi dan Puspa sampai di depan gedung tinggi - tempat Ni'mal dan Anjani berada saat itu. Berbeda dari alun-alun utama Kota Senlin, warga sekitar justru beraktivitas seperti biasa seakan tak tahu apa-apa, atau mungkin begitu faktanya.

"Kak? Aku mengerti kalau Agni dan Rahaf kau minta datang ke museum utama Senlin, tapi kenapa kita malah ke sini?" tanya gadis mancung berbusana hitam panjang dengan selendang hijau toska melingkari badan bagian atas.

"Itu yang ingin orang-orang Senlin mau," sahut Srikandi tersenyum kecil.
"Pria tua bernama Yo, dia diam-diam menyembunyikan batu merah keramat di ruang bawah tanah gedung ini."

"Di ruang bawah diskotik?" lirih Puspa mengerutkan kening. "Terus, kenapa Kakak minta Raden Irawan mendatangi Tumenggung Hendrick?"

"Kita tidak tahu, apa yang Cepot katakan kepada si bodoh itu," jawabnya teringat wajah lugu Ni'mal. "Aku memintanya ke sana untuk berjaga-jaga. Barangkali Cepot bilang kalau dalang penculikan Kakeknya itu, adalah para petinggi Senlin."

"Apa?" Puspa terbelalak mendengar pernyataan gadis berambut biru. "Apa itu ... benar?"

"Aku belum berani menyimpulkan. Belum ada banyak bukti sebagai ...." Srikandi urung menyelesaikan kalimat. Netra jelinya tertuju pada pintu keluar gedung yang mendadak dipenuhi orang-orang.

"Kyaaaaa! Tolong! Monster-monster bermunculan!" teriak satu dari puluhan wanita yang berlarian keluar gedung. Jika saja tak ada kaitannya dengan Ni'mal, mungkin Srikandi dan Puspa urung menolong orang-orang berpakaian seksi - seperti kurang bahan. Di antara para wanita penggoda, terdapat belasan laki-laki bertuksedo hitam. Semua orang yang berlarian keluar menyebarkan aroma alkohol.

Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang LudiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang