Chapter 43 : Sinar, Kobaran, dan Aura Merah

37 8 4
                                    


Beberapa hari lalu, Keraton Utama Pancer.

Di ruang tamu penuh ukiran budaya bercorak Jawa Tengah, Baron menatap heran sang putra mahkota. "Kenapa kau tak mengatakannya sejak awal, Den?" Raut muka pria berbusana khas Dayak tampak tegang.

"Tetua Keraton dan keluarga Prabu Cakrabumi tak ingin melanggar sumpah yang telah dibuat."

"Sumpah yang dibuat?" Dahi Baron berkerut. "Sumpah seperti apa yang kau maksud, Den?"

"Sebelum menyegel sosok iblis di dalam tubuh Ni'mal, keempat Sura mengajukan perjanjian." Pria berkumis tipis menarik napas dalam. "Mereka berkata; jika kelak sang iblis berhasil disegel di dalam diri Ni'mal, maka kami tak boleh membunuhnya. Kecuali jika dia sudah membunuh seribu orang."

"Apa! Kegilaan macam apa ini! Mereka ... mau kita membunuhnya jika dia sudah membunuh seribu orang? Konyol!"

Raden Irawan menatap meja emas di hadapannya. "Mereka bilang, sebelum Ni'mal membunuh seribu orang, sangat kecil kemungkinannya bagi si iblis untuk menguasai jiwa dan raga Ni'mal sepenuhnya."

"Tapi .... Ahhh!"

Braakk!

Baron menggebrak permukaan meja emas hingga retak. "Bukankah membunuh satu nyawa demi mencegah matinya seribu nyawa itu lebih bijaksana? Apa-apaan para Sura itu!" gerutu Baron.

"Raden Armi dan sesepuh Manunggal juga enggan memberitahu alasan para Sura."

Baron melirik ke kanan dan kiri. "Sebentar ... bukankah, beberapa waktu lalu Arjuna Putih ingin membunuhnya? Apa para Sura tidak mencegahnya?"

Raden Irawan tersenyum masam. "Sura tidaklah Maha Tahu. Jika mereka tahu, pasti mereka mengutus utusannya untuk melindungi Ni'mal."

Baron mengerutkan kening. "Tapi bukannya Arjuna Putih adalah Utusan Sura Utara itu sendiri?"

"Aku tak tahu, Ron. Yang aku tahu, Srikandi pasti diutus Sura Selatan untuk menjaga Ni'mal." Raden Irawan buang napas berat. "Lagi pula, akan sulit mendekatinya jika anak-anak itu menempel terus padanya," imbuhnya teringat Agni, Srikandi, Adnan, Athar, Rahaf, Puspa, dan beberapa muda-mudi lain.

"Aku dengar, Radit juga masih tak sadarkan diri setelah melawannya seorang diri, kan?" tanya Baron penasaran.

"Orang itu hanya bodoh dan gegabah. Kalau saja dia melawannya saat siang hari, mungkin hasilnya tak akan kalah telak begitu. Kau sendiri bisa bandingkan, kemampuan bocah itu saat ini dengan kemampuan Radit di siang hari."

Baron merenung sejenak. Ia memikirkan berbagai kemungkinan sebelum bertanya, "Den ... apa hukuman bagi seseorang yang berhasil membunuh Ni'mal?"

"Yang melakukannya, jelas akan ditimpakan hukuman oleh Prabu Cakrabumi karena telah melanggar perjanjian antara manusia dengan para Sura." Raut wajah Raden Irawan berubah was-was. "Heh, kau tak berniat bunuh diri, kan?"

***

Masa kini, Arena Sayembara Ke-empat, Kadipaten Tarang.

Melihat Ni'mal terkapar di tengah arena, Baron Saga Geni melanjutkan langkahnya. "Kukira kau akan lebih ganas, ternyata kemampuanmu tak lebih hebat dari SM Merak tingkat atas." Ia berhenti di dekat Ni'mal yang tergeletak pingsan. "Atau mungkin, ini karena si iblis dalam dirimu belum menunjukkan dirinya?" tanyanya menengadahkan tangan kiri ke mandau yang tergeletak beberapa meter di sampingnya.

Cet!

Mandau tersebut melayang, mendarat tepat di genggaman tangan Baron. "Apapun alasannya, tak penting bagiku." Baron Saga Geni memejamkan mata, mengangkat tangan kirinya tinggi - bermaksud menebas leher Ni'mal.

Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang LudiraWhere stories live. Discover now