Chapter 33: Batu Keramat Putih SM Tingkat Cendrawasih

37 9 0
                                    

Setelah membobol pintu masuk Museum Utama Kadipaten Tarang, Ni'mal yang mengenakan topeng Arjuna Merah sejenak mendongak menatap kamera pengintai yang ada pada sudut langit-langit ruangan. Pemuda berjaket hitam merah itu tak memedulikan berbagai benda bersejarah di museum, termasuk belasan anggota PM bersenjata api yang bermunculan.

"Itu dia! Tembak!" seru salah satu PM berhelm.

Dor! Dor! Dor! Dor!

Pemuda bersepatu sport hitam tersebut mengayuh kedua kaki cepat. Ia menggunakan lengan kiri tuk menutupi wajah, sementara tangan kanannya mengepal erat. Laju larinya zigzag menghindari berbagai terjangan timah panas di ruangan gedung. Di mana mereka simpan batu keramat putihnya! pikirnya mulai menghantam - menerjang satu persatu lawan.

Pemuda bercincin akik merah tersebut tak mengerahkan kekuatan penuh tuk menghantam lawan. Jika saja ia melakukannya, mungkin puluhan manusia penjaga museum hancur luluh lantak oleh tinju bertenaga dalamnya.

Jerit kesakitan para personil PM menggema mengisi ruangan. Dalam kurun waktu beberapa menit, semuanya telah terkapar tak sadarkan diri akibat pukulan dan tendangan sang Arjuna Merah. Rompi anti peluru dan peralatan canggih mereka tak kuasa menahan pemuda bertopeng merah.

Kalau aku berlama-lama, bala bantuan pihak PM pasti bermunculan! celetuk Ni'mal dalam hati. Kepalanya melongok ke kanan-kiri, mencari pintu mana yang dapat mengantarnya ke ruangan penyimpanan batu keramat putih.

Belum sempat ia maju menuju pintu, Ni'mal spontan mendongak ke langit-langit gedung. Ia merasakan kemunculan seseorang dari atas. "SM beraura magis tinggi!" gumamnya melompat mundur lima meter.

Brraaalll!

Tak hanya atap museum, lantai yang jadi pendaratan sosok berbusana SM ini pun hancur - menyebabkan retakan lantai selebar lima meter persegi. Pemuda bertopeng motif Cendrawasih ini mengayun-ayunkan tongkat besi hitam berujung tumpul warna emas - seperti gada kecil. "Apa kau Arjuna Merah yang membuat keributan di Keraton Utama Pancer malam itu?"

"Apa maksudmu!" sahut Ni'mal lantang.

"Sepertinya percuma bicara dengan kriminal sepertimu," gerutunya menghela napas, lanjut memain-mainkan tongkat bak mayoret sambil mulai berjalan maju ke depan. "Mungkin kepalamu perlu dipukul agar sedikit ingat!" serunya menerjang sang Arjuna Merah.

Daaawg!

Cucu Mbah Purwadi sempat menangkis, tetapi badannya terdorong mundur ke belakang beberapa meter. Ia mengkibas-kibaskan lengan kanan yang ia gunakan tuk menangkis. Jangkrik! Nyeri! Padahal tembakan PM tadi seperti gelitikan, tapi pukulan tongkat SM ini terasa sakit!

Pemuda bertopeng motif Cendrawasih menaruh ujung tongkatnya di lantai. "Sejauh ini, hanya orang-orang Padepokan Macan Bumi yang bisa menangkis pukulan tongkatku secara langsung. Apa kau memang berasal dari sana?"

Ni'mal memasang kuda-kuda bertarung. Aura kemerahan mulai menyeruak keluar bagai asap yang hanya bisa ditilik menggunakan mata batin. "Bukan urusanmu!" serunya melesat maju.

Daang! Daaak! Daang! Daang! Dwaak!

"Haaaaagh!" Ni'mal memadukan tinju dan tendangan secara indah, bertubi-tubi nan mematikan. Acap kali serangannya ditangkis menggunakan tongkat oleh lawan, kaca-kaca pembungkus barang-barang museum bergetar, turut merasakan goncangan dahsyatnya.

Sambil menangkis, Satria Manunggal bertopeng cendrawasih menajamkan mata dari balik topeng. Siapa orang bertopeng Arjuna Merah ini! Aku samar melihat aura merah mencuat keluar dari badannya!

"Hyaaagh!" Ni'mal melakukan upper-cut, menghantam dorong sang lawan ke atas, membuatnya mengambang sejenak di udara. Tatkala melihat kaki lawan tak menapak di lantai, pemuda bertopeng Arjuna Merah menjejakkan kakinya ke depan - mengenai perut lawan.

Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang LudiraWhere stories live. Discover now