Chapter 5 : Sang Guru

55 13 0
                                    

Alam Mimpi.

Ni’mal berdiri di atas hamparan awan putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ni’mal berdiri di atas hamparan awan putih. Sejauh mata memandang, hanya ada dataran awan dengan bentangan biru sebagai langit-langit. Tak jauh darinya, ada ratusan atau mungkin ribuan sosok bercahaya yang tak ia kenal. Aku di mana? Ini mimpi … atau aku sudah mati? pikirnya bingung.

Hendak bertanya pada beberapa sosok bercahaya yang memunggungi, pemuda berjaket hitam compang-camping penuh noda darah itu bergegas melangkah mendekat. Ironis, semakin ia melangkah, semakin terkesan jauh rombongan siluet yang ia dekati. “H-halo! Hey? Siapa pun di sana? Kalian dengar?” panggilnya terus melangkah maju. Apa awan yang mereka pijak bergerak menjauhiku? Sebenarnya ini di mana!
Ni’mal yang kebingungan, terperanjat kaget mendengar seseorang mengucap salam dari belakang.

Pemuda berambut tebal tersebut sontak balik badan, mengerutkan kening saat mendapati seseorang di sana. “Anda … siapa?” tanyanya setelah menjawab salam.

Raden Armi dalam balutan busana serba putih panjang dengan blangkon hitam, melempar senyum. Ia berdiri tegap. “Duduk, Nak. Tenangkan jiwamu,” titah sosok tersebut mulai bersila di atas awan.

Heh? Badanku gerak sendiri! Entah mengapa, badan Ni’mal langsung duduk seolah mengikuti perintah lelaki yang tak ia kenal. “A-apa Anda malaikat alam kubur?” tanyanya celingukan. “Te-terus, satunya di mana?” Sepahamnya, ada dua sosok malaikat yang bertugas memberi pertanyaan kepada orang mati.

Pertanyaan itu disambut dengan tawa renyah Raden Armi. “Hush, aku ini manusia. Mana ada malaikat punya pusaka keramat buat berkembang biak!” celetuknya mengelus pangkal paha sejenak.

Ni’mal garuk-garuk rambut meski tak gatal. “Lantas ini di mana? Anda siapa?”

“Sebelum aku jawab, boleh aku bertanya dulu?”

Pemuda dua puluh satu tahun itu manggut-manggut, memperbolehkan. “B-boleh, silakan.”

Sosok berbusana serba putih menghela napas, memasang wajah serius. “Nak, apa tujuan hidupmu sekarang?”

Bibirnya merapat, tak tahu harus menjawab apa. Walau ia bisa saja berdusta, tetapi bibir dan lidahnya terasa kaku tuk bergerak. “E-entah,” Ni’mal menjawab gagap.

“Kalau saya berkata, tujuan hidupmu adalah menjadi salah satu penerang, dan penunda kehancuran, apa kau keberatan?”

Kilas balik saat dirinya gagal menyelamatkan Lastri dan melihat Puspa diserang oleh Makhluk Hitam, membuat niat terkuburnya timbul ke permukaan. “Tidak, saya keberatan!”

“Lantas? Apa tujuan terbesarmu?”

“Saya … saya ingin melenyapkan semua Makhluk Hitam yang ada di Manunggal!” jawabnya berapi-api.

Raden Armi tertawa lirih sambil menggelengkan kepala. “Baiklah … anggap saja itu tujuanmu. Lalu langkah apa yang harus kau tempuh untuk mampu melenyapkan jutaan Makhluk Hitam yang tersebar di penjuru Manunggal?”

Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang LudiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang