Chapter 55: Penyelamatan

29 6 0
                                    

Di dalam helikopter hitam, tujuh orang PM bersenjata api membidik ke bawah. Sementara satunya fokus mengendalikan kendaraan, dan satu lainnya mendekatkan jam tangan ke mulut. Ronald sang petinggi PM menelpon Wakil Tumenggung Yo menggunakan jam tangan hitam digital. "Tuan! Setelah memeriksa kamera pengawas sekitar Fanrong Selatan, orang dengan jubah hitam dan topeng merah itu sepertinya memang Ni'mal si Arjuna Merah!"

"Bagus! Ini sesuai rencana kami. Kau menemukannya?" tanya Yo dari sambungan telepon.

Pria cepak berkulit gelap mengangguk, menatap pria berjubah hitam yang berlarian di rooftop gedung. "Ya, kami menanti perintah Anda, Tuan."

Wakil Tumenggung Yo bertanya, "Apa sandera sudah sampai di lokasi?"

"Sekitar belasan menit lagi, Tuan," jawab Ronald.

"Bagus! Sekarang ...." Yo terdengar menarik napas dalam. "Kerahkan semua yang kita punya untuk melumpuhkannya! Unit khusus PM dalam perjalanan menuju titik koordinat kalian! Pokoknya tahan! Jangan sampai dia tiba di lokasi!"

"Baik! Dimenger-" Ronald terdistraksi oleh sentuhan kuat tangan bawahan di sampingnya.

"Pak! Target menghilang!" seru seorang PM berhelm.

Ronald melotot memandang ke bawah di mana deretan gedung berada. "A-apa! Bagaimana bisa!" Ia mengerutkan kening. Dia sendirian, kan? Tak mungkin gadis berkacamata itu menemaninya, kan? Atau dia bergerak cepat?

Wakil Tumenggung Yo yang dengar teriakan salah satu PM di helikopter sontak membentak, "Bodoh! Bagaimana bisa! Cepat dapatkan dia lagi! Dasar PM idiot!"

Sementara itu, di atas jajaran rooftop, dalam wujud tembus pandang, Ni'mal melompat dari gedung satu ke gedung lain. Pemuda berjubah hitam bertopeng Arjuna Merah menatap arloji digital yang ia kenakan sambil teringat pesan pemuda berkacamata - Wahyu Widodo.

Benda ini akan membuatmu tembus pandang. Suhu badan juga auramu akan teredam sehingga tak mudah untuk dilacak para PM. Maaf karena aku hanya bisa membantu sedikit. Tapi ingat, alat ini hanya bisa membuatmu transparan selama lima belas menit.

Lelaki muda yang pernah ia lihat bersama Anjani di Kereta Cepat Antar Kadipaten itu langsung menghampirinya setelah sosok sepuh berbusana putih menyebut nama Ni'mal. Wahyu juga sempat mempertanyakan berbagai hal, termasuk alasannya berada di Fanrong Selatan.

"Ini sudah lebih dari cukup, Wahyu." Ia melompat ke gedung yang lebih rendah, lanjut melesat dari tiang lampu pinggir jalan satu ke tiang pinggir jalan lain. Pemuda itu tak menggubris deru helikopter yang malah berbelok ke arah lain.

***

Kamar Wisma SM, Kadipaten Sunyoto.

Ratih sibuk main monopoli bersama Bram di dekat ranjang, sementara Adnan tidur di atas kasur. Srikandi melamun menatap sisi luar jendela. Hanya Agni, Athar, Puspa, dan Rahaf yang asyik menghabiskan manisan yang Ki Ageng Jagat belikan.

"Heh?" Adnan membuka mata dalam posisi terlentang di kasur. "Apa kita tidak cari saja Kak Ni'mal? Dia pergi dari pagi, loh. Kalau dia terlibat pertarungan di kota dan bikin gara-gara, dia bisa digugurkan oleh raja."

Srikandi melirik kesal. "Kau pikir dia pergi ke mana? Kalau tahu, sudah pasti aku pergi mencarinya!"

Ratih berhenti menggoyang dadu di tangan, menahan senyuman. "Ahem! Cie! Ada yang galau gara-gara Kang Ni'mal ilang! Xixixixi!"

Wajah Srikandi langsung memerah. "Apasih! Bocah bodoh beban begitu bikin galau? Mending cari cowok yang jelas!" sahutnya ketus seraya meraih remot. Ia menekan tombol power, mengarahkannya ke televisi layar tipis di dinding.

Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang LudiraWhere stories live. Discover now