Chapter 9 : Simahyang dan Bocah Beraura Merah!

34 13 2
                                    


Tepi sungai hutan Suwung, Kadipaten Sunyoto.

Ni’mal, keturunan pendiri Padepokan Macan Bumi ini berdiri waspada sambil menggenggam erat rantai panjang di kedua tangan. Pada sisi kiri dan belakang sekitar dua puluh meter darinya, terdapat tebing batu terjal yang tinggi menjulang. Sementara di sisi kanan, terdapat aliran sungai deras nan jernih.

Padahal ia bisa saja kabur lewat jalur sungai, jika Raden Armi tak menaburkan garam yang membuat perisai gaib terpasang. Situasi macam apa ini!

Untuk pertama kalinya, Ni’mal merasakan takut melebihi saat ia menghadapi sosok Kanin. Katakanlah aku bisa keluar dari lembah ini. Tetapi artinya, monster ini juga bebas! Dia bisa saja turun gunung dan mengamuk di perkampungan kaki gunung!

Makhluk setinggi tiga meter dengan badan kekar bak binaragawan, melangkah mendekati Ni’mal. “Grrrr … kau manusia hina! Beraninya kau membawaku pergi dari Pohon Pasak!”

“E-eh! Dia bisa bicara!” celetuk Ni’mal kaget. “Tu-tunggu sebentar!” cegah Ni’mal ketika monster bertangan kekar dengan empat kaki harimau menambah laju kecepatan lari.

Makhluk dari kalangan Simahyang berhenti lima meter di depan pemuda berkaos merah. Sosok monster berkepala harimau mengulas senyum, menampakkan gigi taring kiri. “Kau takut padaku, ha? Ahahahah!”

Pemuda bernetra cokelat menelan ludah. “M-maaf, tapi aku diminta seseorang untuk … mengalahkanmu,” jelasnya ragu.

“Apa!” Makhluk Hitam setinggi tiga meter tersebut mengambil badan Ni’mal, mengangkatnya – menyelaraskan ke kepala. “Kau diminta mengalahkanku?” Hidung harimaunya bergerak mengendus-endus. “Grmmmm … aroma ini … darah orang itu mengalir dalam dirimu, ya?”

Eh? Apa maksudnya? Dalam batin, Ni’mal bertanya-tanya. “Orang? Siapa mak-”

Swuuung!

“Gwaahaaarkh!” Punggung Ni’mal menabrak keras sebuah pohon usai diempaskan oleh sang monster.

“Ratusan tahun silam … kami disembah! Dipuja-puji oleh kalangan manusia di sekitar Pohon Pasak!” ungkapnya mendongak ke langit malam. “Manusia membangun ratusan candi dan kuil untuk menyembah kami! Mereka … selalu membawa bayi dan gadis perawan setiap bulannya kepada kami para Simahyang! Mereka patuh dan tunduk, tak pernah luput memberi persembahan!”

“Uuuurgh!” Ni’mal mengaduh kesakitan, bangkit berdiri. Meski begitu, ia masih erat memegang rantai di tangan kanan. Makhluk Hitam ini berusia ratusan tahun? Yang benar saja! Raden Armi memintaku melawan makhluk yang jauh lebih tua dariku begini! Ni'mal paham bila kebanyakan Makhluk Hitam akan semakin kuat seiring tua usia mereka.

Harimau raksasa tersebut lanjut bicara, “hal itu terus berlangsung selama beratus tahun, hingga akhirnya ….” Simahyang menatap jengkel Ni’mal, lanjut melesat cepat. “Manusia pengganggu itu muncul!”

Brraaall!

“Huuuuwaa!” Pemuda bermata cokelat melompat ke samping kanan di saat yang tepat sebelum cakar raksasa si manusia harimau mirip centaur meremuk pohon yang barusan ia sandari.

“Manusia itu …. selain memerintah para manusia lain untuk berhenti menyembah kami, dia juga membawa Dewatasima untuk membinasakan kaum kami!” ungkapnya geram. “Dan semenjak itu … kami kehilangan kekuatan sihir!” imbuhnya membentak. Suaranya menggelegar, memaksa dedaunan dan rerumputan sekitar bergoyang.

“T-tunggu sebentar! A-aku masih belum paham dengan perkataanmu,” Ni’mal mengadahkan telapak tangan ke depan, meminta agar sosok itu tak lanjut menyerang. “Tolong jelaskan lebih ri-”

Kisah Negeri Manunggal : Titisan Iblis dan Kujang LudiraWhere stories live. Discover now