CHAPTER 3 ; Cling

104K 9.4K 72
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

.

CHAPTER 3 : Cling

"Putri Catherine!"

Terpanggil, gadis itu menoleh dan mendapati keluarga cemara yang berjalan kearahnya.

Ia tersenyum dan sedikit membungkuk.

"Salam, Pangeran Theodore dan Putri Ruby" salamnya yang langsung dibalas oleh Theodore dan sang istri.

Setelah bersalaman dengan formal, tak lupa Ruby memeluk Catherine yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri itu.

"Sudah lama sejak terakhir kita bertemu, kemana saja kau"

Catherine terkekeh pelan dan membalas pelukan Ruby.

"Tentu saja Putri Catherine akan kelelahan dalam perjalanan jika terlalu sering kemari" sanggah Theodore.

Ruby melepas pelukannya,

"Kau benar..."

Catherine hanya bisa tersenyum dan membalas segala perkataan istri hiperaktif dari Pangeran kedua Eudonia tersebut.

Rasa-rasanya istana ini jauh lebih hangat dibandingkan istana tempat tinggalnya dahulu.

"Omong-omong, Apa pangeran Theodore telah selesai dengan Duke Emeric?" tanya Catherine.

Theodore mengangkat sebelah alisnya.

"Aku tidak memiliki urusan apapun dengannya, Tunangan anda hanya datang ke ruang-"

"Catherine,"

Ketiga insan yang dilengkapi beberapa prajurit tersebut menoleh keasal suara.

"Kau sudah selesai?" tanya Edward begitu berada disamping Catherine, mengabaikan tatapan kesal dan heran Theodore.

Sedangkan Catherine hanya mengangguk polos.

"Kalau begitu, mari kembali"

Hanya menjadikan anggukan sebagai salam singkat pada anggota kerajaan, Edward meraih lengan sang tunangan dan menuntun jalannya.

Meninggalkan Theodore, Ruby dan putri kecil mereka di lorong sebelah taman.

"Apa yang terjadi pada Duke Emeric?" tanya Ruby heran. Ada yang berbeda dari pria itu tapi Ruby tak bisa menebak apa.

"Entahlah, lucu melihatnya terlihat tak ingin jauh dari Putri Catherine"

***

Disisi lain,

Abigail sadar siapa dirinya dan apa posisinya.

Seharusnya ia terus menegaskan hal tersebut pada dirinya sebelum ia menaruh hati pada Edward.

Sedekat apapun mereka di masa remaja dan sebanyak apapun waktu yang pernah mereka habiskan. Abigail hanya akan tetap menjadi 'prajurit'-nya.

Sebatas itu.

Dari arah belakang, Abigail kesulitan melepaskan pandangan dari tangan Edward yang terus menggenggam tangan mungil Catherine.

Tuan Putri Catherine Rosalina Berdinth.

Mengapa gadis itu begitu sempurna?

Selama hidupnya, Abigail tidak pernah melihat orang lain yang bisa menandingi kecantikan Catherine. Tidak cukup sampai sana, gadis itu juga di anugrahi otak cerdas.

Bukan sekali atau dua kali Abigail terlibat dalam percakapan Catherine dan Edward mengenai pekerjaan dan sungguh Abigail akui bahwa gadis itu sungguh membantu.

Belum lagi segala sikap yang ditunjukan gadis itu. Sopan, lembut dan selalu memperlakukan bawahannya dengan manusiawi.

Abigail tersenyum tipis dengan mata yang menatap punggung Catherine.

Wanita itu bertaruh bahwa bahkan para Dewi sangat memuja Seorang Catherine.

***

Kini mereka dalam perjalanan pulang dan setelah 2 jam perjalanan Catherine sungguh tak bisa lagi menahan kantuknya.

Beberapa kali kepalanya terbentur dinding kereta. Meskipun tak keras namun intensitasnya yang berkali-kali membuat Catherine kini mengusap-usap kepalanya.

"Sakit..." lirihnya yang lebih terdengar seperti igauan.

"Tidurlah"

Catherine menoleh dan mengerutkan dahinya saat mendapati pria bertubuh besar itu kini berpindah tempat duduk menjadi disisinya.

"Perjalanan masih panjang, tidurlah Catherine" titahnya lagi sembari menarik kepala gadis itu untuk bersandar di bahunya.

Tak mau mengambil pusing, Catherine yang sudah sangat mengantuk pun akhirnya memilih untuk menyamankan posisinya dan memejamkan mata.

**

Seperti biasa, semalam apapun tuan dan calon nyonya mereka pulang, beberapa pelayan termasuk Simon dan Siana akan sigap menyambut mereka, termasuk beberapa prajurit.

Begitu kereta kuda mewah memasuki pengelihatan mereka, Siana dan Simon dengan sigap maju beberapa langkah untuk langsung menyambut Edward dan Catherine.

Kereta kuda berhenti dan pintupun terbuka.

....

Siana menutup mulut dengan tangannya mata melihat pemandangan ini.

Duke Emeric mengangkat tubuh Catherine ala bridal?!

Sungguh itu bukanlah hal yang dapat diprediksi siapapun!

*

"Salam Grand Duke"

Simon diikuti pekerja lainnya menundukan kepala.

Tak ingin banyak membuat suara, Edward hanya menganggukan kepalanya dan melangkahkan kaki memasuki mansion dengan Catherine yang tertidur pulas di tangannya.

"Tuan, silahkan anda beristirahat, biarkan Sir Derrick yang membawa Putri Catherine ke kamarnya"

Maksud dari ucapan Simon tentunya tulus karena tak ingin tuan-nya kelelahan membawa Catherine menaiki tangga hingga lantai 3 dimana letak kamarnya berada. Setelah perjalanan panjang dari istana, Edward membutuhkan istirahat.

Namun disisi lain, Edward menghentikan langkahnya dengan alis mengerut.

Pria itu berbalik dan menatap Simon dengan tajam.

Apa maksudnya?

Derrick lebih pantas membawa Catherine ke kamarnya?

Dengan pikiran tersebut, Edward tanpa sadar mengeluarkan aura gelapnya.

"Aku.akan.membawanya."

***
TBC

Published, 04-06-2023

DREAM [END]Where stories live. Discover now