CHAPTER 7 ; Princess in a tower

92.3K 8.7K 62
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

.

CHAPTER 7 ; Princess in a tower

Catherine menatap punggung besar Edward dari belakang.

Gadis itu sedikit cemas.

Edward terlihat marah namun sepanjang perjalanan lelaki itu tak mengatakan apapun atau bahkan tidak meminta penjelasan apapun.

Semenjak bertemu dengannya di kuil, Edward hanya menarik tangan Catherine untuk naik ke atas kereta. Hanya itu.

"Putri, apa anda baik-baik saja? Ya Dewa, kami sangat mengkhawatirkan Putri"

Beberapa pelayan yang sering melayani Catherine pun tak tahan untuk mengungkapkan kekhawatiran mereka.

"Maaf telah membuat kalian khawatir" jawab Catherine tak enak.

Biasanya setiap 1 hingga 2 minggu sekali melakukan penyamaran, tak sekalipun dia tertangkap basah. Kali ini benar-benar sial.

"Siapkan air, Tuan Putri akan segera membersihkan diri dan beristirahat, sesuai perintah Duke"

Catherine menoleh dan menatap Abigail yang baru saja datang.

"Mari saya antar ke kamar anda, Putri"

**

"Dami, dimana Siana? Aku belum melihatnya sejak kembali"

Dami yang sedang membantu Catherine mengenakan gaun santai-nya pun menoleh.

"Siana akan segera kemari Putri, adakah yang anda butuhkan? Biar saya yang menggantikan Siana untuk sementara"

Catherine mengerutkan dahinya.

"Tapi Siana adalah pelayan pribadiku, alasan apa yang dia miliki sehingga menelantarkan pekerjaannya?"

"Maaf Tuan Putri, namun Siana harus melaporkan seluruh kejadian kepada Duke Emeric"

"Mengapa Duke tidak meminta keterangan dariku?" selidik Catherine.

Lelaki itu bahkan tak bertanya apapun padanya disaat mereka hanya berdua di kereta. Namun kini ia menginterogasi pelayan-nya?

"Sesuai keinginan Duke, anda harus beristirahat Putri"

"Aku akan menemui Duke Emeric terlebih dahulu"

Mengetahui bahwa Dami dan kedua pelayan lainnya telah selesai memakaikan gaun padanya, Catherine pun hendak berjalan menuju pintu keluar kamar ganti-nya.

"Tolong ampuni kami Putri.."

Tak disangka, Dami dan kedua pelayan lain itu menghalangi aksesnya dan berbaris memanjang dihadapan Catherine dengan kepala tertunduk.

"Namun, Duke tidak ingin dibantah"

**

"Kalau begitu, saya akan berada di depan jika anda membutuhkan apapun"

Abigail yang telah memastikan bahwa Catherine menuruti perintah sang Duke pun segera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut.

"Lady Nawson"

Dengan sigap, Abigail memutar kembali tubuhnya dan menghadap Catherine.

"Ada yang anda butuhkan, Putri?"

"Wajahmu terlihat pucat... kau sakit?"

Abigail tersenyum.

"Saya baik-baik saja Putri, terimakasih atas kekhawatiran anda"

"Kemarilah, aku ingin melihat kondisimu"

Sudah lebih dari 1 tahun Catherine tinggal di manor ini, jarang sekali ia melihat Abigail dengan wajah pucat seperti ini.

Catherine tak suka melihat orang disekitarnya sakit seperti itu.

"Maaf Putri, saya sangat menghargai rasa khawatir anda, namun saya tidak bisa melanggar perintah Duke Emeric.

Beliau ingin anda beristirahat, Putri"

Catherine mengerutkan dahinya. Semua ini semakin aneh dan Catherine seakan hanyalah bocah yang tak diizinkan mengetahui apapun.

Siana, Dami dan Abigail. Tak masuk akal.

"Aku tidak sakit dan tidak memerlukan istirahat, sebenarnya apa yang terjadi selama aku pergi?"

Abigail menundukkan kepalanya dan terdiam sesaat.

"Putri, Duke melakukan semua ini karena menyayangi anda, setidaknya itu yang harus anda ketahui"

**

Catherine menatap halaman belakang manor melalui jendela kamarnya.

Sepertinya, penjagaan di gandakan.

Semua orang terlihat sibuk namun disinilah Catherine. Bak putri dalam Menara.

Ia bahkan tak bisa keluar dari kamar ini hingga waktu jam makan malam. Sekali lagi karena Abigail memintanya untuk 'beristirahat'.

Dia hanya keluar selama 3 jam dan harus beristirahat seakan ia habis pulang dari pertempuran.

Tapi mau bagaimanapun, memang tak bisa dipungkiri bahwa Catherine bersalah, dan dirinya tidak ingin banyak membantah.

Catherine menghembuskan nafasnya lalu membaringkan dirinya di ranjang.

Dengan temperature yang telah di siapkan untuknya beristirahat, aroma terapi dan redup cahaya gadis itu perlahan terlelap.

***

Duke Emeric's Office

Siana menundukuan kepalanya dengan tubuh bergetar.

Disisi kanan dan kirinya terdapat masing-masing 5 prajurit yang berbaris.

Sedangkan dihadapannya merupakan alasan utama mengapa ia bena-benar ketakutan.

Duke Edward Sylvenne Emeric.

"S-saya,, menemani Putri Catherine untuk berkeliling Tuan...."

"Apa kau baru saja menyalahkan Putri Catherine?"

Nafas Siana tertahan dengan mata terbelalak kaget, gadis itu dengan cepat menjatuhkan tubuhnya.

"Duke tidak, s-saya tidak berani menyalahkan Putri Catherine, t-tolong ampuni saya"

Siana hanyalah rakyat biasa yang beruntung bisa menjadi pelayan pribadi seorang Putri yang layak disebut Dewi. Sampai mati pun Siana akan selalu setia pada Putri Catherine. Ia tidak akan berani menyalahkan Nona-nya.

Bahkan tanpa menatap secara langsung pun, Siana dapat merasakan tatapan Duke Emeric yang sangat mencekiknya.

Siana telah melaporkan hampir semua kejadian selama ia dan Putri Catherine berada diluar manor- kecuali tentang Putri Catherine yang sedang memantau rukonya. Namun seakan sadar akan sesuatu yang janggal, Duke Emeric tidak membiarkannya lolos.

Sungguh Siana tak pernah sekalipun melihat Duke Emeric semarah ini.

Disisi lain, Edward memanggil James untuk mendekat.

"Berikan dia hukuman yang sama dengan Lady Nawson"

***
TBC

Published, 11-06-2023

DREAM [END]Where stories live. Discover now