BAB 19 : Denial

50.4K 4.6K 1.2K
                                    

❝Ditinggal karena kematian adalah luka batin yang belum pernah ditemukan penawarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditinggal karena kematian adalah luka batin yang belum pernah ditemukan penawarnya.❞ —Enigma: Last Flower

***

"Olahan kacangnya mau disisihin lagi, Pak?"

"Iya. Disisihin aja, Bi."

Seharusnya hal ini tidak perlu lagi dipertanyakan. Namun, entah reaksi seperti apa yang sering Keyla tunjukan pada asisten rumah tangga mereka, hingga semuanya malah lebih memilih patuh pada wanita itu untuk tetap mengadakan olahan kacang di dapur. Peringatan Rayyan seolah angin lalu, jika istrinya sendiri yang masih tidak mau sadar hingga sekarang.

Rayyan mulai melonggarkan simpul dasi yang terasa mencekik leher, disusul melepas dua kancing bagian atas kemeja navy-nya. Si manusia profesional itu berjalan menaiki undakan tangga, dan tidak sengaja matanya menyatu lurus pada sebuah figura besar yang terpasang di dinding.

Itu foto pernikahannya dengan Keyla. Tidak ada ekspresi saat ia menatap foto itu. Dari dulu Rayyan memang seperti manusia tanpa emosi. Jika hanya diam berdiri tanpa suara, maka sebagian orang akan setuju bahwa pria itu seperti manequin.

"MAS BODDDD! YUHUUU!" seru Keyla saat keluar dari ruang kerja miliknya. Bibir wanita itu tersenyum ketika melihat kepulangan suaminya yang lebih awal. "Bawain aku donat nggak? Stok aku abis. Harus buru-buru diisi, nanti aku berubah pikiran mau nikah lagi sama yang punya pabrik donat, gimana?"

Rayyan melirik wanita itu. "Serem banget ancamannya." Pria itu menepuk puncak kepala Keyla. "Nanti aku bangun pabrik donat sendiri, biar kamu kenyang sampe akhir hayat."

Keyla tergelak. "Bolehhh."

Dan, hening. Tidak ada lagi pembahasan. Biasanya Rayyan akan melanjutkan kalimat random mereka hingga tidak ingat waktu. Namun, entah mengapa hari ini terasa beda. Rayyan terus memperhatikan foto pernikahan mereka dengan tapapan—entahlah, Keyla selalu kesulitan menebak air wajah pria itu yang sangat abu-abu.

"Mereka bahagia, ya?" tunjuk Rayyan pada foto pernikahan itu, membuat alis Keyla mengerut. "Kamu mau kayak mereka lagi nggak?"

Keyla melirik figura dan wajah Rayyan silih bergantian. "Mereka apa? Itu kan, kita."

"Sama orangnya," balas Rayyan pendek. "Beda keadaannya aja."

"Maksudnya sekarang nggak bahagia?"

Rayyan menoleh, hal yang membuat jantung Keyla mengetir. Padahal bukan tatapan jahat, bukan tatapan menghakimi atau apapun itu yang menakutkan. Akan tetapi berhasil membuat wanita itu tidak nyaman. Keyla memalingkan wajah ke arah vas bunga seperti sedang mencari pengalihan.

ENIGMA : Last FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang