BAB 42 : Patah

63.8K 5.4K 6K
                                    

Update lagi yeee! Bayar parkir! 😼🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Update lagi yeee! Bayar parkir! 😼🌷

****

"Orang-orang bilang seorang ibu adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menjadi pelindung anaknya, dan Ayah Madava tau? aku nggak pernah setuju dengan kalimat itu." Seseorang berpakaian badut tersebut tengah bermonolog sendiri, tanpa memberhentikan aktivitasnya.

Sebuah nampan tersedia di atas meja, kedua tangan X bergerak menyiapkan larutan minigrain dan developer dengan air yang memiliki suhu 38 derajat. Dia memasukkan film ke dalam sana selama 1 menit, disertai melakukan agitasi secara perlahan-lahan.

"Ibu adalah seorang iblis. Dia sering menekan aku, membuatku kelaparan dan menyiksaku. Tanganku pernah terbakar saat dia sedang marah. Aku benci Ibu, aku hanya sayang Ayah Madava saja. Ayah baik, sering melindungiku dari Ibu," ucap badut itu, sesekali melirik figura Madava yang terpasang di sudut dinding.

Di tengah-tengah proses pencucian filmnya, lagi-lagi orang itu bergumam pelan. "Tapi Tuan Rayyan malah membunuh Ayah. Membunuh satu-satunya orang yang paling kusayangi di sini. Enggak adil. Padahal hidup Ayah semasa kecil dulu juga menderita gara-gara Tuan Rayyan. Valerian keparat!"

Setelah menghabiskan puluhan menit dan proses pencucian filmnya memasuki tahap akhir. Cairan fixer dituangkan ke dalam tangki, lalu X melakukan agitasi yang sama selama 1 menit. Selesai. Dia mengeluarkan roll film dan menjemurnya secara hati-hati di atas tali menggunakan penjepit. Mata orang itu kembali melirik foto Xabiru yang ia tempel rapat di dasar dinding.

"Dan anaknya Pak Rayyan juga nggak kalah keparat, Ayah," cetus badut tersebut. "Mulutnya Zayyan Tahta ini ... lancang juga."

Badut itu berdiri menghadap jajaran foto calon korban yang menggantung, diam-diam sudut otaknya kembali mengingat ucapan Zayyan Tahta di 12 tahun silam—sebelum tertabrak dan amnesia. Anak itu ... meskipun sudah di jurang kematian, tetapi makiannya tajam juga.

"Kamu lebih menyedihkan dibanding aku. Kepulangan aku masih ditunggu sama Bunda. Sedangkan kamu? Mau meninggal sampai jadi bangkai aja, Mama kamu kayaknya nggak peduli."

Seketika X terkekeh—entah untuk apa. Dia tidak bisa merasakan sedih, tidak ada roman bahagia atau pun pilu. Segala jenis perasaan sudah tidak bisa ia rasakan. Hanya ada kekosongan dan kehampaan. Kalimat Zayyan Tahta waktu lalu ada benarnya juga. Ibunya memang tega.

"Tetapi, Xabiru. Yang menyedihkan itu bukan aku, justru kamu. Masih hidup, tapi dikira mati oleh keluarga kandung. Disembunyikan dibalik identitas orang lain, dan bertahun-tahun hidup dalam kekerasan keluarga angkat. Kamu yang menyedihkan, Zayyan Tahta. Kamu."

Dan X pastikan jika semua itu akan berlangsung lebih lama. Akan dia buat lelaki itu terus hidup sebagai Xabiru Cakrawangsa bahkan hingga di ujung kematiannya nanti. Lelaki itu tidak boleh pulang, tidak boleh kembali menjadi Zayyan Tahta, dia harus tetap bernapas di dalam lautan kepedihan sampai rasanya ingin bunuh diri.

ENIGMA : Last FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang