24 A Husband

6.1K 435 62
                                    

Hey Guys...!!! Welcome back to story...!!!

Sebelum baca... VOTE dulu biar gak lupa.

Siapa yang udah nungguin Kaivan dan Mega????

Seperti kalian yang nungguin kapan My Powerful Wife up, Author juga nungguin kapan votenya sampe 300, dan masih gak tembus juga.

Apa vote sesusah itu guys? 🤔 apa jari kalian bakal langsung patah kalo vote?

Udahlah daripada bikin kesel mending langsung simak aja sekarang.

Hope you guys enjoy it, let's check this out.

Enjoy and happy reading...

*
*
*

Kaivan menendang tiang di sampingnya. Ia menutup kedua matanya dan mengusap rambutnya kasar. Mengatur napasnya yang memburu agar kembali normal. Lebih tepatnya mengatur emosinya agar kembali terkendali.

Ucapan Mega benar-benar seperti belati yang langsung menghujam jantungnya. Apa memang begitu tabiat seorang Sanjaya? Melakukan sesuatu tanpa hati dan perasaan?

Kaivan menutup kedua matanya seiring membuang napasnya yang terasa begitu menyakitkan. Ia tidak pernah mempermainkan siapapun dalam hidupnya. Tidak meskipun dia sangat tahu banyak yang mengharapkan cinta darinya dan bisa saja ia memanfaatkan hal itu untuk kesenangannya semata. Tapi Kaivan tidak pernah melakukan itu. Ia berkomitmen untuk memberikan apa yang ia punya untuk istrinya kelak.

Sekarang Kaivan sudah memiliki istri, tapi justru ia yang dipermainkan oleh istrinya. Selain itu, Kaivan tidak memungkiri bahwa ia memiliki perasaan untuk Mega. Semenjak Mega pergi meninggalkannya tanpa kabar, ia begitu merasakan perbedaannya. Hidupnya tanpa ada Mega disekitarnya benar-benar terganggu.

Pria itu pun menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Ia perlu mendinginkan kepalanya untuk dapat berpikir dengan jernih. Tentu saja ia tidak ingin emosi membuat semuanya bertambah runyam. Lagipula menyelesaikan masalah dengan emosi sangat bukan dirinya.

Kaivan sangat yakin pasti ada yang terjadi pada Mega sampai membuatnya seperti itu. Karena sebelumnya sama sekali tidak ada masalah diantara mereka berdua. Bahkan Mega menyapanya dengan pakaian kurang bahan dan menggodanya seperti biasa. Kaivan benar-benar harus bersabar.

***

Pagi hari Mega menemukan dirinya berada di kamar inapnya sendirian. Kaivan tidak ada di sana. Rupanya pria itu benar-benar marah karena perkataannya kemarin. Sebenarnya apa pria itu sama sekali tidak berkaca? Siapa duluan yang tidak menggunakan perasaan di sini? Kenapa pria itu malah marah?

Lamunan Mega buyar ketika Gavin meneleponnya.

"Apa?" tanya Mega ketus.

"...,"

"Kamu handle aja yang di situ sekarang. Langsung kirim laporannya setelah rapat. Nggak usah peduliin idenya Adam." titah Mega.

"..."

Mega langsung mematikan ponselnya. Pagi-pagi sudah ada yang membuat mood-nya jelek saja. Dari Kaivan yang tidak ada di kamar, dan sekarang Adam yang mulai bergerak terang-terangan menantangnya. Sungguh menyebalkan. Lagipula apa manusia busuk itu tidak bisa melihat situasi? Jelas-jelas Mega sudah menikah dan menyatakan diri sedang hamil sekarang, lalu kenapa kuman itu masih juga tidak menyerah untuk mengincar posisinya?

Kekesalan Mega terhenti ketika pintu kamarnya dibuka. Menampakkan Kaivan yang masuk di sana sambil membawa troli berasa berbagai macam makanan.

Seketika Mega membeku. Ia melihat Kaivan yang begitu tampan di sana, menggunakan jas dokternya. Mendorong meja berisi makanan sambil menatapnya dengan tatapan lurus ke depan.

Ada apa dengan hati Mega sekarang? Ia masih belum melupakan sikap brengsek Kaivan yang tidak menganggap apapun yang terjadi diantara mereka. Namun kenapa Mega merasa wajahnya memanas sekarang? Belum lagi jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan lagi, apa Kaivan memang setampan ini?

Kaivan berhenti tepat di depan Mega. Pria itu mendekati Mega, mengangkat sebelah tangannya menyentuh bahu Mega. Mengusapnya perlahan, sebelum beralih turun ke area dada Mega.

Jangan tanya seberapa cepat detakan jantung Mega sekarang. Apa Kaivan tidak sadar dengan apa yang dilakukannya sekarang? Mau apa dia?

Tatapan Mega mengarah pada Kaivan yang juga sedang menatapnya. Kaivan juga tidak mengucapkan sepatah katapun pada Mega. Pria itu hanya memasang stetoskop di telinganya sebelum kembali menjelajah area dada Mega ke beberapa tempat.

Oh betapa bodohnya Mega yang sudah sempat berpikir macam-macam tadi. Lagipula sejak kapan Kaivan membawa stetoskop di tangannya? Tidak tahukan Kaivan kalau jantungnya sudah menggila sekarang? Tunggu! Bukankah itu artinya Kaivan mendengar detakan gila jantungnya? Mega terpaku memikirkannya.

Kaivan tidak memberikan reaksi apapun setelah memeriksa Mega. Pria itu hanya mengambil peralatan yang ada meja yang sama dengan makanan, hanya terpisah oleh sekat kecil. Dua buah jarum suntik yang sudah disiapkan olehnya sebelum datang ke sini. Pria itu mengambil satu jarum suntik dan menyuntikannya pada selang yang langsung tersambung ke tubuh Mega.

Mega meringis merasakan cairan yang masuk ke tubuhnya. Ini terasa perih untuknya. Kaivan yang menyadarinya pun melakukannya dengan hati-hati.

"Sakit?" tanya Kaivan.

Mega bungkam dan tidak menjawab.

Kaivan kembali menyuntikkan satu lagi jarum suntik yang dia bawa. Kali ini Kaivan melakukannya dengan sangat hati-hati.

"Mana Dokter Lia?" tanya Mega ketus.

Kaivan tidak langsung menjawab. Ia merapikan kembali peralatan medis yang ia bawa.

"Mulai sekarang saya yang rawat kamu." jawab Kaivan.

Mega langsung menoleh cepat.

"Saya kan udah bilang gak mau. Kamu nggak bisa seenaknya main ganti dokter saya!" kesal Mega.

"Saya bisa." balas Kaivan tenang. Ia tidak ingin terpancing emosinya oleh Mega.

"Saya punya hak untuk milih dokter saya sendiri." ketus Mega.

"Dan saya juga punya hak untuk milih dokter untuk istri saya." balas Kaivan lagi.

Mega terdiam mendengar balasan Kaivan. Istri. Benar saja. Tentu saja Kaivan menganggapnya sebagai istri.

"Saya yang buat kamu kaya gini, jadi saya juga yang lebih tau perawatan buat kamu." ujar Kaivan lagi.

Kaivan mengambil semangkuk bubur yang ia bawa dan duduk di samping Mega. Ia mengaduk-aduk sebentar sebelum menyuapkannya untuk Mega.

Mega tidak membuka mulutnya, melainkan hanya menatap Kaivan datar. Ia sangat kesal dengan sikap Kaivan yang seenaknya seperti ini.

"Buka mulutnya." ucap Kaivan pelan.

"Saya nggak suka bubur diaduk." ketus Mega.

Kaivan mengedipkan kedua matanya dua kali mendengar jawaban itu. Ia langsung melirik semangkuk bubur yang sudah diaduknya itu. Kebiasaannya jika makan bubur selalu diaduk terlebih dahulu.

"Maaf. Lain kali nggak saya aduk. Sekarang makan dulu, ini udah waktunya makan biar obatnya bekerja." ujar Kaivan lembut.

Mega yang mendengarnya benar-benar kesal. Kenapa Kaivan tidak peka sama sekali? Paling tidak membawakannya bubur baru kek.

"Nggak baik buang-buang makanan. Selagi masih bisa dimakan ya disyukuri aja." ucap Kaivan seolah tahu isi pikiran Mega.

Mega yang mendengarnya pun semakin kesal. Ia hanya membuka mulutnya asal membuat Kaivan langsung menyuapkan bubur untuknya.

Kaivan tersenyum lembut melihat Mega yang mau menurutinya. Senyuman yang terlihat begitu menawan untuk Mega.

Apakah isi pikiran Mega sudah benar-benar kacau sekarang? Kenapa melihat senyuman Kaivan saja ia bisa berdebar kencang seperti ini?

"Saya suka istri penurut." ucap Kaivan tersenyum.

[Sebagian chapter telah dihapus. Baca kelengkapan ceritanya hanya di ebook yang tersedia di Google Play.
Link pembelian ada di bio profil author.
Yuk baca kelengkapannya sekaligus support author untuk terus berkarya 😊]

My Powerful Wife (COMPLETED)Where stories live. Discover now