Butir 4

129 11 0
                                    

PIN EMAS

"Mencintaimu seperti menggenggam setangkai mawar berduri, indah namun melukai."

***

REFO POV

Brak! Pintu kamarku terbuka dan suara langkah kaki mendekat. Pastilah itu Gatra. Ia langsung membuka gorden dan jendela, lalu menyibak selimutku.

"Bangun!" sentaknya.

Aku menggeliat, sekali lagi tak punya tenaga untuk menghadapi hari ini. "Kenapa lo ke sini pagi-pagi?"

"Pagi pala lo! Ini sudah jam tujuh lebih. Cepat bangun! Gue bawa makanan," omelnya.

"Gue nggak biasa sarapan pagi."

"Bangun!" kini dia benar-benar teriak.

Di sinilah kami, di meja makan yang hening. Aku duduk terdiam membiarkannya melakukan apapun itu. Aku mencium aroma ayam dan sesuatu yang pedas.

"Makanlah! Ayam dan nasi tepat di depan lo," cetusnya. Tapi aku masih saja diam. Akhirnya dia mendesis sebal dan memberikan sendok ke tanganku. "Jangan kayak anak kecil, makanlah."

Aku tetap diam. Aku benar-benar nggak nafsu makan.

"Refo," nadanya meninggi. "Sudah gue bilang, kita nggak bisa hidup begini selamanya. Lo nggak bisa terus-terusan begini. Ada kalanya gue nggak bisa datang nemuin lo."

"Apa yang lo mau sih, Tra?" selaku sengit. "Bahkan gue ke warung depan aja nggak bisa. Kalau lo mau pergi, pergilah."

Gatra menghela nafas jengah. "Gue sudah kehabisan kata buat ngadepin lo, Fo. Sudahlah," desahnya pasrah. Lalu ia bangkit dan menyetel radio yang ada di atas lemari kecil dekat meja makan. "Makanlah. Gue harus kerja," tukasnya yang kemudian berlalu pergi.

Kulemparkan garpu di tanganku ke meja. Kepalaku rasanya berat. Tekanan batin ini membuatku lelah. Suara radio terdengar jelas, mereka sedang menyetel ceramah. Sial, apa maksudnya si Gatra ini?

"Hidup itu mengejar ridho Allah, bukan cinta manusia. Jika pasanganmu berbeda agama, jika benar-benar cinta mereka akan mengikuti agamamu..." ucap ustadz di radio.

Aku tersenyum getir. Entah mengapa itu seperti omong kosong. Kenapa pasangan kita yang harus ikut agama kita? Karena agama yang kita yakini itu benar? Lalu bagaimana jika pasangan kita mempercayai betul agamanya?

Ah, semua orang bodoh dalam cinta. Nyatanya banyak orang yang berani meninggalkan Tuhan hanya untuk cinta. Banyak orang yang mengejar cinta manusia, bukan ridho-Nya.

Sebenarnya sampai sekarang pun aku tidak mengerti apa itu cinta. Banyak juga pasangan bersatu bukan karena cinta, melainkan melanjutkan hidup. Aku belajar dari Mas Agil, orang paling bijak di kosku dulu. Dia sudah menikah, dan bukan dengan orang yang ia cintai. Dia hanya ingin melanjutkan hidup, berketerunan dan tidak kesepian. Tapi itu bukan berarti dia tidak setia, dia adalah orang baik yang menjunjung tinggi janji suci pernikahan. Benar katanya, dalam hidup kita hanya mencintai satu orang, sisanya hanya melanjutkan hidup.

Walau pernikahannya bukan berdasar cinta, tapi mereka baik-baik saja. Lalu banyak kudengar bahwa beberapa pemuka agama, ustadz, mereka melakukan poligami. Apa itu masih bisa di sebut cinta? Atau nafsu? Jika benar cinta, di mana letak kesuciannya?

"Ada seorang pemuda bertanya pada gurunya, apa itu cinta?" suara ustadz di radio kembali terdengar. "Yang kayak gimana cinta itu? Kata ulama ini, 'silakan kamu berjalan di taman bunga dan kamu cari bunga yang paling indah. Syaratnya satu, kamu nggak boleh balik ke belakang. Jangan kembali ke belakang untuk mengambil bunga yang kamu lewati.' Pemuda itu menyanggupi, berjalan ia di taman bunga. Dia cari bunga yang paling indah. Namun, saat ia kembali ia tak membawa apa-apa. Pemuda itu bilang, 'sesungguhnya saya sudah menemukan bunga yang aling indah ketika di pertengahan jalan. Tapi, pada saat itu pikiran saya mengatakan bahwa di depan ada yang lebih indah, ternyata ketika saya melanjutkan saya tidak pernah menemukan yang lebih indah.' Sang Guru membalas, begitulah cinta."

[BL] Stay With LoveWhere stories live. Discover now