Butir 16

113 12 1
                                    

LUCKY STAR

"Keberuntungan terbesarku adalah bertemu bintang seperti dirimu."

***

KIN POV

Hari ini cerah, langit biru membentang tanpa mega. Sejak tiba aku langsung menghadiri meeting-meeting penting bersama para pimpinan perusahaan. Penjualan beberapa produk yang naik secara signifikan sangat memuaskan, hal ini tentu didasari banyak sebab, salah satunya adalah pengiklanan yang memang tujuan perusahaan ini didirikan. Tapi semua hal butuh hal baru, sebuah trobosan. Itulah yang menyebabkan peusahaan ini melecit naik.

Dalam rapat bersama tim pemasaran kali ini, itulah yang kami bahas. Awalnya semua berjalan lancar, hingga ide-ide liar muncul dan membuat kepalaku pening. Lalu ditambah lagi penurunan penjualan produk yang tahun lalu laris sekarang anjlok, karena terlalu fokus pada produk baru.

Aku selalu bersikap tegas pada orang-orang kantor. Aku selalu berusaha keras untuk membangun impian papa ini menjadi besar.

Selesai melakukan serangkaian rapat yang memelahkan itu aku kembali ke ruanganku. Kuhempaskan punggungku di kursi empuk dan memutarnya untuk memandang keluar dinding kaca. Jalan dibawah tampak ramai dan gedung di depan juga terlihat indah dihujani sinar matahari, seperti berlian yang berkilau.

Satu hal yang kupikikan saat ini. Refo. Langsung saja aku menghubunginya, semoga dia bisa menggunakan ponsel yang baru kuberikan padanya.

"Halo?" Tak butuh waktu lama, dia langsung mengangkatnya.

Mendengar suaranya seperti menghilangkan penat, rasanya seolah aku di-cas ulang.

"Hai. Kamu lagi ngapain? Sudah makan siang?" cecarku ceria.

"Aku sedang makan sambil mendengarkan radio. Kamu sendiri?" katanya dari seberang sana.

"Aku baru selesai rapat."

"Makanlah. Ini sudah jam makan siang. Jangan terlalu memaksakan diri," ucapnya penuh perhatian.

"Aku tahu. I just miss you."

"Kalau begitu pulanglah tepat waktu. Aku menunggumu."

Aku tersenyum senang. Dari dulu aku selalu suka mengobrol dengan Refo. sepertinya semua orang itu sama, merasa senang ketika bercerita bersama orang yang dicintai. Obrolan terus berlanjut. Semakin tidak jelas. Semakin aku tertawa.

Aku suka hari-hariku.

***

Kantor ini sudah menjadi rumah keduaku, aku suka orang-orang di sini. Entah menyapaku hanyalah formalitas atau apa, aku tetap suka. Aku bukan lagi remaja tak pandai bergaul, seperti yang mereka bilang, aku adalah Putra Mahkota perusahaan ini.

Aku pergi ke dapur mungil kantor ini, lagi-lagi ada Saivu di sana. Aku diam sejenak. Dia adalah karyawanku, tak mungkin aku bisa menghindarinya terus menerus. Akhirnya kuputuskan untuk mendekat dan duduk di depan meja bar.

"Sedang buat kopi?" sapaku.

Saivu menoleh dan tersenyum lebar. Kemeja pink itu sangat pas di badannya yang atletis, aku tebak dia sering pergi ke gym. Rambutnya tersisir rapi, memperlihatkan keningnya yang mulus. Tahi lalat di bawah matanya sungguh sangat manis. Oh, cowok ini benar-benar tampan. Kenapa dia berhenti jadi model, ya?

"Pak Ardiansyah mau dibuatkan kopi juga?" tawarnya ramah.

"Tolong."

Dia mengangguk. Kemudian dia kembali berbalik dan berkutat dengan gelas dan bubuk kopi. Aku memperhatikannya dari belakang, bahkan dari belakang saja dia tampak seperti pangeran.

[BL] Stay With LoveWhere stories live. Discover now