Butir 9

162 15 3
                                    

COGAN WARNA MERAH

"Ada banyak cerita di setiap warna pelangi."

***

KIN POV

Aku duduk termenung di jendelaku yang unik. Matahari perlahan terbit membuat langit gelap menjadi kemerahan. Cantik, namun mega-mega seperti terbakar. Aku menunduk, menatap lama tasbih pemberian pastor di tanganku. Pikiranku menjadi gelisah.

Ada seribu alasan aku harus memulai hariku dan mengabaikan pergumulan yang kuharap akan berlalu. Aku takut terluka lagi dan menyakiti sekeliling bila aku melakukan sesuatu. Aku seperti sedang tersesat, tidak di tempat yang ditakdirkan. Ada banyak keraguan yang dalam diriku sekarang. Kugenggam erat tasbih dengan salib kecil itu.

Bunda Maria, adakah jalan kudus itu?

Aku duduk cukup lama hingga langit sudah benar-benar biru. Kuhela nafas jengah dan bangkit. Saatnya mandi dan bekerja.

Kubiarkan air shower menghujani tubuhku, merasakan kesegaran pagi yang memaksaku bersemangat.

Aku keluar hanya mengenakan handuk. Aku berhenti saat melewati cermin kamar, kulitku yang putih menjadi kemerahan. Padahal airnya tak terlalu hangat tadi. Ah, sudahlah. Kubuka lemari dan memilih setelan jas untuk kupakai hari ini. Kuambil yang warna abu-abu bergaris dengan kemeja putih.

Kubuka laci, jemariku menelusuri puluhan dasi berbagai warna, model, dan motif. Aku berhenti di dasi hitam polos. Kembali kupandang cermin dan memakainya. Mendadak aku terhenti, kulihat sebuah benjolan kecil di antara leher dan tulang selangkahku. Apa aku digigit serangga lagi? Tapi, kenapa tidak merah atau pun gatal?

"Kin!!!" Suara Mama dari bawah terdengar lantang. "Ayo, turun dan makan!"

Segera kubenahi dasi dan kupasang pin pemberian Papa, lalu turun.

#*#

.

.

.

REFO POV

Hari sudah sangat siang saat Gatra datang. Dia langsung menyuruhku bersiap-siap. Ada yang berbeda dengannya hari ini, dia sangat lembut.

"Pakai ini," cetus Gatra sambil memberikan jaket denim yang sudah dicucinya hari ini.

Langsung saja kukenakan. Setelah itu Gatra memperbaiki kerahku. "Sepertinya lo harus potong rambut lagi, sudah sangat panjang nutupi mata," ucapnya.

Aku tak banyak merespon, membiarkannya menyisir rambutku dengan jemarinya.

"Ayo. Dokter tua itu bakalan memarahi gue kalau sampai telat lagi."

Kami pun segera keluar dan masuk ke dalam mobil.

Cuaca sangat panas siang ini dan suara mesin kendaraan di jalanan sangat bising. Kurasakan AC mobil makin mengecil, pasti Gatra juga kepanasan. Aroma pewangi mobil yang lembut membuatku terhenyak sesaat.

"Lo nggak apa-apa? Lo lebih pendiam dari biasanya," celetuknya sambil memutar stir.

Aku lagi-lagi tak menjawab. Kusandarkan kepala di kursi. Mendadak menjadi lelah. Mobil terus melaju.

"Apa lo ketemu Kin lagi belakangan ini?" lontarku yang tiba-tiba penasaran.

"Kita nongkrong beberapa kali. Dia terlihat sangat lelah dan sibuk sepanjang waktu."

"Syukurlah," sahutku.

Dia menghela nafas besar. Frustrasi menghadapiku. "Fo, gue sudah menentukan hari keberangkatan gue ke akademi. Ini adalah terakhir kali gue nganterin lo."

[BL] Stay With LoveWhere stories live. Discover now