Butir 29

79 10 1
                                    

SELAMAT TINGGAL

"Entah sekuat apapun dirimu, kamu juga membutuhkan seseorang untuk pulang."

***

REFO POV

Gelap. Menakutkan. Aku tak pernah terbiasa dengan duniaku yang sekarang, seolah matahari tak pernah terbit lagi. Aku rindu cahaya. Kuraba udara menuju pintu yang terus diketuk seseorang dan orang itu adalah Gatra, suara cemprengnya menyerukan namaku dengan noraknya.

"Kenapa lama banget, sih?" Dia langsung mengomel begitu kubuka.

"Lo belum balik?"

"Masih lama gue. Ayo sarapan. Gue bawain makanan," cetusnya sambil menggandengku menuju dapur.

Dengan hati-hati aku duduk di kursi kayu makan. Suara piring langsung berisik. Lalu dia memberiku sendok dan piring. "Makanlah. Mumpung masih anget," perintahnya.

"Gue nggak nafsu. Bagaimana bisa gue makan sekarang kalau Kin di sana kesakitan," gumamku menaruh piringnya di meja.

Dia mendengus. "Gue tadi telpon Kin, katanya pulang ntar malem. Lo mau kelaparan sampai malem?"

Aku menunduk. Kalut tiba-tiba. "Menurut lo gue masih pantas bareng dia?"

Dia juga meletakan piringnya. Tak ada jawaban, mungkin dia bingung harus berkata apa.

Aku kembali teringat perkataan Kin yang menyesal. "Menurut lo, kalau kami nggak ketemu apa semuanya bakal baik-baik saja? Gue nggak bakal kehilangan penglihatan gue dan Kin nggak bakal semenderita ini," gumamku curhat lagi.

"Kenapa? Jangan bilang lo nyesel?" kejarnya sengit.

Aku langsung menggeleng. "Hanya saja..." Tak kulanjutkan kalimat. Bagaimana bisa aku memberitahunya kalau Kin pernah bilang bahwa dia menyesal? Padahal kami sudah baik-baik saja.

"Kin pernah menanyakan hal yang sama ke gue. Tapi dia nggak akan pernah merasa menyesal. Banyak waktu yang dia buang karena lo, Refo. Sekali lagi gue peringatkan lo, jangan buang-buang waktunya lagi. Jika memang waktunya sedikit, tolong bahagiakan dia."

Aku tersenyum tipis. Polisi ini memang orang baik. "Lo tau, Tra? Lo itu..."

Dok! Dok! Dok! Suara ketukan pintu menyelaku. Gatra ada di sini dan Kin ada di Bali, aku tak punya tamu lagi selain mereka berdua.

"Lo pesen makanan lagi?' tebakku.

"Nggak," tepisnya. "Biar gue lihat," tambahnya. Lalu terdengar suara derit kursi dan langkah kakinya. Aku ikut bangkit dan berjalan perlahan ke depan.

Cklek! Pintu dibukanya.

"Om?" Nada Gatra terdengar tegang. Memangnya siapa yang datang?

"Siapa, Tra?" tanyaku yang masih berusaha menyusulnya.

Hening. Tak ada jawaban.

"Tra?" ulangku.

Masih tak ada jawaban.

"Halo, Refo." Kali ini bukan Gatra yang menjawab. Suara rendah bapak-bapak. Siapa yang datang sebenarnya?

Langkahku terhenti, menebak-nebak suara yang tak asing itu. "Siapa?" tanyaku ragu.

"Beliau..." Suara Gatra kembali terdengar. Bergetar. "Papanya Kin."

***

Kami duduk berhadapan di meja makan, makanan yang tadi sudah Gatra singkirkan. Aku duduk tegang membenturkan kedua ujung kuku jempolku berkali-kali, gugup. Kenapa Bokapnya Kin bisa ada di sini? Takut, mengingat aku pernah membuatnya serangan jantung. Rasanya duduk saja aku salah.

[BL] Stay With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang