Butir 5

129 13 0
                                    

THE STARRY NIGHT

"Bintang-bintang adalah lampu jalan keabadian. Dan, cintamu adalah cahaya paling terang."

***

KIN POV

Aroma hujan tadi pagi masih tercium, bumi masih basah. Kumasuki aula besar itu, langit-langitnya makin tinggi, dan kaca-kaca nano yang terlihat baru menyaring sinar matahari menjadi warna-warni. Aku berjalan lurus melewati panti umat yang tenang menuju altar. Kupandang Yesus yang tersalib di depanku, menjadi kalut seketika.

Aku masih ingat saat aku yang masih remaja mengamuk di gereja ini, menyalahkan Tuhan tentang apa yang terjadi.

Aku menunduk penuh kepasrahan. Teringat kenangan-kenangan dulu yang membuatku hancur menjadi kepingan-kepingan tak berbentuk dan mengubah diriku yang sekarang. Kusatukan tangan dan bersimpuh, kuingat lagi kenangan tentang dirinya. Ciumannya, dadanya yang selalu hangat, dan saat kami tidur bersama. Kenangan kotor dan dosa itu membuatku terenyuh sekaligus bahagia.

Aku merindukan dosa itu.

Kubuka mata dan mendongak menatap wajah Yesus yang bersedih. Banyak yang ingin kutanyakan pada-Nya. Oh, pantaskan diriku yang hina ini menuntut?

"Nak Kin?"

Aku menoleh ke orang yang memanggilku. Dia adalah teman lamaku, sang pendeta dari tanah Papua.

Menit berlalu, aula ini masih tenang. Aku dan Pastor duduk di bangku jemaat paling depan sambil memandang altar. Kulirik sekilas manusia suci di sebelahku. Dia sudah tua, beruban dan keriput, tapi pakaian hitamnya itu begitu menyegarkan.

"Apa yang kamu doakan, Nak?"

"Bolehkah kita mendoakan orang yang tidak percaya pada Yesus adalah Tuhan?"

Pendeta itu tersenyum. "Tentu boleh," tukasnya.

"Pastor," panggilku kelu, "pernakah Anda ingin mengulang waktu? Rasanya terlalu banyak kegagalan yang perlu kuperbaiki."

"Hidup tak luput dari kegagalan dan kesalahan, kita hanyalah manusia biasa. Bahkan aku juga setelah mengucapkan sumpah pendeta sering memikirkan bahwa ada juga perbuatanku yang salah. Yang perlu kita lakukan hanyalah memperbaikinya di masa mendatang."

"Aku takut, Pastor. Bagaimana jika aku makin merusaknya?"

Pendeta mengelus punggungku. "Nak, takut adalah musuh alami manusia yang harus kita kalahkan. Apapun itu perbaikilah."

Aku tersenyum. Apa semua pendeta sebijak ini?

"Pastor, bolehkah aku tanya satu hal lagi? Pastor hidup di sini selama sepuluh tahun lebih, apakah tidak bosan? Apakah menjadi kekasih Tuhan seperti terpenjara?"

Pendeta kembali tersenyum. "Aku sangat bahagia dan penuh kedamaian, Nak. Apa kau juga ingin menjadi kekasih-Nya?"

#*#

.

.

.

REFO POV

Pagi ini hujan lagi, sedang rindu ini belum lagi sunyi. Seperti jantung merindukan detaknya, apalah aku tanpa Kin. Kuringkup kembali selimut, panas dan pengap, tapi dingin dalam dadaku. Sekedar mendengar suara tampaknya tak lagi cukup jadi penutup bahagia. Rintik hujan tak lagi terdengar, hening tak lagi bisa menenangkanku. Aku seperti bom waktu yang menahan ledakan di detik terakhir.

Aku lelah.

Lelah harus menyimpan semuanya sendiri. Aku butuh seseorang yang bisa memelukku, aku butuh Kin yang bisa kuajak bicara. Haruskah kudatangi dia dan kuungkap kebenaran, lalu menyakitinya lagi? Aku ingin sendiri, tapi tidak mau kesepian. Aku ingin mandiri, tapi juga dipedulikan. Selama ini hanya bisa bersikap kuat yang padahal butuh sandaran. Aku ingin hilang, tapi juga ingin ditemukan.

[BL] Stay With LoveWhere stories live. Discover now