Butir 6

134 12 0
                                    

HIDUP

"Semua orang adalah makhluk Tuhan yang berharga."

***

KIN POV

"Ah, jantungku berdebar sepanjang pagi ini karena pembukaan produk kemarin kita dimarahi Pak Ardiansyah," ucap Manager Marketing

"Benar, aku nggak nyangka. Padahal mukanya imut banget, kayak orang kalem," sahut yang lain.

"Seperti apa Pak Ardiansyah orangnya?" lontar Saivu.

"Dia adalah orang jenius seperti ayahnya," jelas Bu Manajer. "Keluarga mereka membangun perusahaan ini selama depalan tahun hingga besar seperti ini, mengalahkan perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri selama belasan tahun. Pak Ardiansyah juga penyelamat perusahaan saat diambang kebangkrutan dua tahun lalu. Pokoknya dia, ayahnya, ibunya adalah orang-orang jenius. Jelas Pak Ardiansyah punya gen yang kuat. Dia terlahir sebagai Putra Mahkota."

"Kecerdasannya melebihi android."

"Kudengar dia batal nikah tahun lalu, benarkah?" lontar Saivu lagi.

Manajer mengangguk mantap. "Benar. Aku juga diundang waktu itu. Acara batal tepat sebelum pemberkatan."

"Sungguh? Kenapa memangnya?" Saivu makin penasaran.

"Diamlah! Pak Ardiansyah ada di sini."

Aku dengan sengaja mengeraskan langkahku agar mereka dengar dan berhenti bergosip. Sebenarnya aku sama sekali tak keberatan, aku hanya tidak punya waktu untuk menunggu mereka selesai bergosip.

Aku sedang memasuki kawasan kekuasaan Mama. Seluruh lantai ini adalah pusat perbelanjaan. Toko-toko dari berbagai merek ternama ada di sini. Yap, butik Mama sudah menjadi bagian dari perusahaan Papa. Inilah mengapa semua orang mengatakan bahwa ini adalah bisnis keluarga, seperti kerajaan. Tapi tak mengapa, memang itulah adanya.

Tim marketing sedang ada di tengah-tengah tempat ini, mereka sedang menyiapkan penjualan produk-produk yang baru keluar. Ada sepatu, baju, make up, bahkan gatget. Mereka menata tempat ini dengan sangat baik, aku terkesan. Semua orang langsung berbaris begitu aku masuk.

Tak banyak basa-basi, aku langsung masuk ke bot sepatu. Ada beberapa sneakers yang dipajang di depan, di meja kecil. Di belakangnya ada rak besar yang juga berisi sepatu. Aku memperhatikan satu persatu. Lalu kuambil sepatu yang ditaruh di rak paling bawah. Sneakers putih dengan motif seperti lukisan. Semua tim pemasaran yang ada memandangiku was-was.

"Karya siapa ini?" tanyaku tegas.

"Untuk sepatu itu, kami berkolaborasi dengan Sia," jawab Manager.

"Siapa Sia?" lontarku lagi yang sebenarnya sudah tahu siapa.

"Seniman yang sedang naik daun. Kaos yang didesain atas kolaborasi dengannya bulan lalu terjual habis dalam sepuluh menit," kali ini yang menjawab adalah Saivu. Pria tampan yang kali ini tanpa pakaian merahnya. Syukurlah dia bisa menempatkan fashion noraknya itu.

Aku mendesah kesal. Bukan karena apa yang ia kenakan, tapi karena kerja mereka semua. "Lalu kenapa ini ditempatkan di rak paling bawah?" kulikku sambil menunjuk sepatu yang lain dengan desain yang serupa.

Mereka semua diam tak bisa menjawab.

"Keuntungan dari toko pop-up Pusat Perbelanjaan ini yang bekerja sama dengan Sia meningkat 67,4 persen. Selain itu, mengingatkan fakta bahwa pelanggan utama di sini adalah muda-mudi yang sangat suka hal baru tapi elegan seperti karya Sia. Jadi..." aku melangkah ke meja kecil yang memajang sepatu lainnya. Lalu menggeser sepatu itu begitu saja dan menggantikan sepatu yang kupegang. "...sepatu ini seharusnya ada di sini," tukasku mantap.

[BL] Stay With LoveWhere stories live. Discover now