Butir 26

71 8 3
                                    

KEBETULAN

"Dia tidak menyukaimu. Dia hanya sedang kesepian dan kebetulan ada kamu."

***

KIN POV

"Lo nggak pernah pulang. Apa menjadi intel jadwalnya sepadat itu?"

"Jadi intel lebih sulit dari yang gue bayangin. Emangnya kenapa? Kangen lo, ya?"

"Dih!" Aku langsung mendesis mendengar kalimat toge gosong ini. Gatra tertawa dari seberang telepon sana. "Ya, gue kangen, Tra."

Tawanya perlahan berhenti. "Kenapa? Ada masalah? Lo ribut lagi sama Refo?" cecarnya.

"Gue cuman mau ketemu lo sebelum kehidupan memisahkan kita. Kalau lo udah jadi intel beneran pasti bakal sulit ketemu lo lagi."

"Baiklah," lesahnya lembut. "Gue bakal ambil cuti dan pulang."

Aku tersenyum, senang mendengarnya. "Cepatlah pulang. Lo harus cepat," ucapku kelu. Takut aku tak sempat melihat wajah sahabatku ini.

"Iya. Iya. Nggak usah bawel."

"Ya udah, gue tutup dulu ya. Pesawatnya mau berangkat."

"Hah? Pesawat? Lu mau kemana?" cecarnya heran.

"Bali. Gue mau menemukan bokap kandungnya Refo," jawabku yang kemudian langsung menutup telepon. Masih seru mengerjai sahabatku yang satu ini.

Kuhela napas panjang. Menarik benny abu-abuku hingga menutupi telinga. Tak kusangka akhirnya kulakukan perjalanan ini. Membohongi Refo kalau ini adalah perjalanan bisnis ke New York. Sepertinya aku makin sering membohonginya. Kusandarkan kepala ke kursi dan menutup mata. Frustrasi.

"Pak Ardiansyah?"

Suara itu... Saat kubuka mataku lagi, aku terkejut. Saivu muncul di hadapanku berdiri di koridor pesawat. Dia menjulang tinggi, bahkan lebih tinggi dari pramugara yang sedang mengatur barang bawaan penunmpang di sampingnya. Wajah tampannya menegang, sama terkejutnya denganku. Mantel merah mentereng yang panjangnya selutut menambah kesan dramatis. Dia masih saja suka menjadi pusat perhatian. Mendadak dia duduk di kursi kosong di sampingku. Matanya berbinar menatapku.

"Sedang apa Anda di sini, Pak? Kenapa kebetulan selalu mempertemukan kita?"

Aku yang kehilangan kata juga memikirkan hal itu.

"Sepertinya kita memang berjodoh," selorohnya dengan senyum lebar. "Apa Anda ke Bali juga mau menghadiri peluncuran produk perusahaan?"

Aku mengerutkan kening bingung. "Peluncuran produk?"

Saivu mengangguk bersemangat. "Anda nggak tahu? Apa Anda benar-benar meninggalkan perusahaan?"

Aku tersenyum penuh makna. "Aku ke Bali untuk tujuan lain."

Dia menatapku lamat. Sekelibat rasa cemas bisa kutangkap dari sorot matanya. "Apa dokter Anda mengijinkan perjalanan ini?"

Kembali kuhempaskan diri ke sandaran kursi. "Jangan bahas itu atau diam saja," tukasku dingin.

Hening. Untuk beberapa saat dia tak lagi bicara. Hingga tiba-tiba, "Kin," dia memanggil nama depanku.

Aku menoleh. Tiap kali dia memanggil nama depanku, rasanya begitu istimewa. Seperti mantra sihir.

"Apa Anda nggak ingat terakhir kita ketemu?"

Aku menerawang. Ah, aku mabuk di bar bareng dia. "Maaf, kamu harus repot-repot membawaku pulang waktu itu. Maaf aku terlalu mabuk. Juga terima kasih banyak."

[BL] Stay With LoveWhere stories live. Discover now