Butir 15

106 12 0
                                    

BERSANDARLAH PADAKU

"Pasangan itu adalah orang yang bisa diandalkan, tapi juga termasuk beban. Seperti timbangan. Dan, semua orang akan cemas menyeimbangkan timbangan itu yang tercampur karaktermu dan pasanganmu."

***

KIN POV

Hari ini aku kembali ke kantor. Semua orang menyapaku. Terutama karena hari ini aku memakai kacamata, menjadi pusat perhatian. Aku memang tak sering memakainya, silinder mataku juga tak terlalu parah, aku masih bisa mengemudi tanpa kacamata. Hanya saja ini untuk melindungi mataku dari radiasi monitor, aku menjadi pening ketika kelamaan menghadap monitor. Agak aneh mengingat di Amerika dulu aku malah lebih sering menghabiskan waktu di depan komputer.

"Pagi, Pak Ardainsyah," sapa sekretarisku begitu aku keluar dari lift khusus pimpinan seolah dia tahu kapan aku tiba di kantor. Tak salah papa memilihnya menjadi sekretaris.

"Pak Dimas, boleh saya meminta tolong lagi?"

"Tentu, Pak."

Aku berhenti melangkah. "Bisa tolong pesankan ponsel bertombol? Tolong carikan model terbaru."

Pria yang hanya setahun lebih tua dariku ini mengernyit bingung, tapi segera mengiyakan.

Dari ujung koridor kulihat Saivu baru datang, buru-buru aku berbalik dan langsung menuju ruanganku.

***

Kulepaskan kacamataku, lalu merenggangkan persendian dan memutar kursi ke belakang. Kupandang gedung yang sama tingginya dengan gedung yang kutempati sekarang. Dinding kaca gedung ini sangat jernih, mungkin karena hujan yang kerab membasuh. Kehela nafas besar, menjadi wakil presdir ternyata cukup melelahkan.

Ingin sekali aku mendengar kabar Refo sekarang. Menanyakan dia sudah makan makanan yang kusediakan atau belum. Kadang pria tangguh itu membuatku cemas. Kuraba kembali leherku, benjolan itu belum kempes juga.

"Pak Ardiansyah," suara sekretarisku memanggil. Langsung kuputar kembali kursiku. Dia berjalan mendekat. "Ini dokumen yang Pak Ardiansyah tanyakan," cetusnya sambil memberiku map kuning.

Sambil kuperiksa, aku begumam, "Pak Dimas, bisa tolong majukan jam rapat dengan tim marketing? Saya harus ke rumah sakit sebentar."

"Apa Pak Ardiansyah sakit?"

Kutatap dia dan tersenyum. "Hanya pemeriksaan rutin, jangan khawatir."

Di sinilah aku, di tempat rapat yang tertutup dengan AC yang lumayan kenceng. Aku duduk di sudut meja besar ini di paling depan sambil memperhatikan manajer pemasaran mempresentasikan data yang penuh grafik. Karyawan lain juga memperhatikan dengan seksama.

"Untuk penjualan produk ini cenderung stabil. Saya berencana untuk mengubah desainnya. Jadi..." terang Bu Manajer.

Sesekali aku memandang map kuning di meja, hingga kurasakan seseorang memperhatikan. Bisa ditebak, orang itu adalah Saivu. Sedetik aku meliriknya dan kembali lagi fokus. Pasti dia merasakan kalau aku sedang menghindarinya.

Selesai rapat pun aku langsung kembali dan dia terus memperhatikan.

***

Matahari terus bergerak. Semua karyawan sedang menikmati makan siang. Aku sendiri sedang ada di kafe dekat kantor, kafe yang kudatangi dengan Gatra terakhir kali. Aku suka matcha latte di sini, aromanya lebih wangi. Masih duduk di tempat yang sama dekat dinding kaca yang mengarah langsung keluar. Kunaikan kacamataku dan kuseruput lagi minumannya.

"Apa Refo beneran nggak pernah keluar rumah? Sebenarnya seburuk apa keadaannya?"

"Antarkan saja dia ke psikolog di pertemuan selanjutnya, lo temuilah dokternya dan lo bakal tau."

[BL] Stay With LoveOù les histoires vivent. Découvrez maintenant