Butir 14

116 11 0
                                    

TEMPAT PULANG

"Cinta pertama selalu pantas untuk dikenang, dan cinta sejati akan selalu pantas untuk kita kembali pulang."

***

KIN POV

Aku duduk di jendela unik kamarku sambil membuka dokumen yang Gatra berikan padaku. Ada alamat bokap kandungnya Refo di Bali. Beliau sudah menikah lagi dan memiliki dua putra. Yang sulung masih SMA dan yang bungsu SMP. Wah, polisi itu melakukan penyelidikan ini dengan sangat baik. Pantas saja dia bisa jadi intel.

Lalu aku beralih ke dokumen selanjutnya, tentang hutang piutang rumah Refo yang tak masuk akal. Ah, ini akan menguras tabunganku.

Setelah itu aku beralih ke map putih berlogo rumah sakit. Kubuka dengan kelu. Dari hasil pemeriksaan dokter, benar kata Gatra, tak ada pengobatan yang mampu memulihkan penglihatan Refo. Kuhela napas besar besar. Frustrasi. Tak bisa kubayangkan dia dalam kegelapan seumur hidupnya. Itu membuatku ingin terus berada di sampingnya.

Kuhempaskan semua kertas-kertas itu dan kembali menghela nafas berat. Kusandarkan kepala di dinding dan kupandang keluar jendela. Malam ini walau tak begitu cerah, tapi bintang masih mau menampakan cahayanya. Kuelus liontin kayu puzzle-ku, mendadak teringat Saivu hari itu, tentang pengakuan perasaannya.

Ah, apa yang harus kulakukan?

***

Kuhirup nafas besar, mempersiapkan mental untuk memulai hari. Kutatap diriku di cermin. Tubuh mulus ini masih sama, aku tak punya otot perut atau pun lemak menumpuk, hanya datar. Tak menarik sama sekali. Bahuku juga tak selebar bahu Refo, hanya kulit sensitif yang mulus. Oh, dan juga putingku yang merah muda. Seperti yang dikatakan Refo, aku ini memang imut. Hmm... Apa dia masih bisa mencintaiku disaat tak lagi bisa melihat tubuhku?

Ah, sudahlah. Aku mikirin apa sih? Ada kerjaan yang menumuk di kantor, aku harus buru-buru. Kukencangkan kembali handuk yang menutupi pinggangku dan kuraih hair dryer. Suaranya langsung memenuhi kamar mandiku.

Satu hal yang kusuka dari kamarku rumah ini, yaitu kamar mandinya. Lebih luas, ada meja kecil dengan cermin berisi produk mandiku, mulai dari sikat gigi hingga skin care, serta beberapa produk untuk merawan kulit yang sensitif. Kulitku masih suka memerah tiap kali aku mandi air panas. Setelah meja ini ya, seperti kamar mandi pada umumnya.

Mulai kutiupkan angin dari hair dryer-ku hingga mendadak pandanganku terfokus pada pantulan leherku di cermin. Kuraba dengan tangan satunya, masih ada benjolan kecil itu. Kurasa sudah mengecil, tapi ini terlalu lama untuk gigitan serangga. Sepertinya aku harus ke rumah sakit untuk mendapat salep yang lebih ampuh lagi.

Begitu rambutku rapi aku langsung keluar dan memakai setelan jasku. Tak lupa dasi dan pin kesayanganku. Aku pun turun ke lantai dasar dengan ceria. Di meja makan sudah ada keluargaku tercinta.

"Pagi, Ko," sapa si kecil Mei.

Aku mengusap rambutnya yang sudah dikepang rapi, seragam putih merahnya tampak cocok dengannya, lali duduk bersebelahan.

Papa menaruh korannya begitu melihatku. "Kamu baik-baik saja, Nak?" tanyanya.

Aku tersenyum cerah dan mengangguk. "Maaf Kin libur beberapa hari ini. Pasti kerjaan numpuk banget di kantor."

"Tidak apa-apa. Nggak ada yang perlu dicemaskan."

"Sudah. Sudah." Mama datang dengan sepiring tumis kangkung. Lalu duduk di sebelah Papa. "Mama bilang apa? Jangan bahas kerjaan di meja makan. Sekarang nikmatilah. Ayo!"

Aku dan Papa tertawa ringan, lalu kami pun sarapan bersama.

***

Aku berjalan di belakang Papa memasuki gedung tinggi ini. Semua orang langsung menunduk menyapaku dan Papa, sementara kami hanya tersenyum tipis dan terus berjalan lurus menuju lift.

[BL] Stay With LoveDonde viven las historias. Descúbrelo ahora