Butir 8

145 13 0
                                    

MEREKA YANG PEDULI

"Ketika aku melewati jalan kudus, mungkinkah aku bisa melihatmu lagi?"

***

KIN POV

Minggu sore ini mendung. Kembali kudatangi rumah suci ini. Aku berjalan di antara panti umat menuju altar. Hening. Yesus yang tersalib itu tak pernah berubah, langkahku terhenti tepat di hadapannya. Kutatap lamat wajah patung suci itu. Semakin lama semakin aku tidak mengerti.

Jlek! Lampu aula tiba-tiba menyala.

"Nak Kin?" Pendeta dari Papua itu muncul dari pintu samping. Beliau menyeringai mendatangiku. "Kenapa tidak datang pagi tadi saja?"

Aku melempar senyum. "Aku datang bukan untuk sembahyang."

Beliau tak banyak berkomentar. Tetap menyeringai. "Benar. Kamu datang jika sedang marah atau gelisah. Kali ini tentang apa?"

Aku tak menjawab, malah perpaling menatap salib. Lama aku memandang. Pendeta menyalakan dua lilin di altar, lalu memberikan satu padaku.

"Bantu aku menyalakan yang lain, Nak," cetusnya.

Aku mengerutkan kening bingung. "Tidak akan ada doa malam, kan?"

Beliau menggeleng, lalu pergi ke sisi kanan altar dan menyalakan lilin-lilin di sana. Aku juga pergi ke sisi lain dan menyalakan semua lilin satu per satu.

"Pastor, Allah menciptakan Hawa karena Adam kesepian, bukan? Tidak mungkin hanya itu alasannya," lontarku sambil asyik menyalakan lilin.

"Ketika Adam masih menempati kerajaan Allah, Tuhan berkata, 'tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya, yang sepadan dengan dia'. Lalu terciptalah Hawa. Saat Adam melihat wanita yang dibawa Allah, ia langsung mengenalinya dan berkata, "Inilah dia, tulang dari tulasku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki'. Dengan kehadiran Hawa, maka kemanusiawian digenapkan dan disempurnakan dalam pendistingsian," ucapnya dari sisi yang lain.

"Pendistingsian? Maksudnya perbedaan?" ulangku, "Lalu, Pastor, jika terjebak dalam persamaan, itu berarti menyalahi penciptaan?"

"Harusnya begitu," jawab Pastor santai. "Namun, baru-baru ini Paus Fransiskus saat ditanyai tentang pandangannya terhadap homoseksualitas, dia dilaporkan menjawab, 'Ini (hukum di seluruh dunia yang mengkriminalisasi kelompok LGBTI) tidak benar. Orang-orang dengan kecenderungan homoseksual juga adalah anak-anak Tuhan. Tuhan mengasihi mereka. Tuhan menyertai mereka... mengutuk orang seperti ini adalah sebuah dosa. Mengkriminalisasi orang dengan kecenderungan homoseksual adalah sebuah ketidakadilan,' begitu katanya. Bagaimana menurutmu, Nak?"

"Dia seorang Paus, orang paling mengerti alkitab dan orang paling dekat dengan Tuhan saat ini, semua orang akan menghormati ucapannya." Aku terus menyalakan lilin-lilin itu hingga sisi kiri pojok aula ini terang. "Namun, apakah dia benar-benar suci? Waktu aku di Amerika ada sebuah gereja liberal yang mengangkat uzkup seorang gay. Beberapa gereja di benua Barat juga banyak sekarang yang mulai menerima dan memberikan advokasi kepada kaum homoseksual."

Pendeta sudah selesai menyalakan lilin di sisi kanan, kini ia duduk di bangku jemaat paling depan dan memandangiku. "Lalu?" katanya masih dengan nada lembutnya.

"Jujur saja, aku tidak pernah setuju dengan LGBTQI++ atau apalah itu saat ini. Aku bahkan tidak tahu apa artinya itu. Aku tidak pernah suka pria dengan pernak-pernik warna-warni dan jaring-jaring bergemerlapan, menurutku sangat norak. Atau pria yang menganggap dirinya wanita, padahal jelas terlahir punya penis. Aku tidak pernah mengerti, padahal jelas-jelas pria tidak bisa hamil dan wanita tidak punya penis. Namun di Amerika sana aku sering menjumpai kaum LGBTQ++ itu akan sangat marah bila ada yang berkata begitu. Mereka menodai kehormatan laki-laki dan mengotori gereja dengan itu. Aku lebih setuju dengan LGB yang tidak menyangkal jenis kelaminnya dan berpenampilan layaknya jenis kelaminnya saja. Walau begitu hati kecilku tetap mengatakan bahwa semua huruf itu salah."

[BL] Stay With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang