🍃026🍃

1.7K 58 0
                                    

🍃🍃🍃

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.


🍃🍃🍃

Setelah kelasnya selesai, syahra dan arini berjalan ke arah kantin. Keduanya sesekali mengeluarkan candaan mereka yang mungkin agak di luar nalar syahra. Tangan arini memang selalu menggandeng tangan syahra, entah apa alasannya.

Langkah keduanya terhenti ketika tiba-tiba tiga pria datang menghadang jalan nya. Wajah syahra yang awalnya sumringah sekarang berubah menjadi judes. Ia mengalihkan tatapannya ke samping sedangkan arini menatap galak ketiganya yang justru tersenyum.

"Hai, ra." Sapa reno salah satu mahasiswa jurusan teknik. Reno arwijaya adalah ketua geng sekaligus pentolan kampus. Reno menyukai syahra, jika di tanya bagaimana bisa reno bisa tahu syahra, itu karena reno sering main ke fakultas kesenian.

"Waalaikumsalam." Jawab syahra ketus, mengingatkan pria itu jika sapaan yang lebih pantas adalah salam.

"Tuh dengar, orang ketemu itu kasih salam bukan hai" ucap arini sinis

Reno hanya terkekeh menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia lupa, padahal sudah sering syahra menegur nya.

"Sorry, lupa." Ucap nya.

"Gitu aja lupa, islam bukan?" Tanya arini, nada suaranya naik. Entah kenapa jika di hadapkan dengan ketiga manusia di depannya membuat ia gampang naik darah.

"Gue gak ngomong sama lo." Balas reno tak kalah sinis

"Yaudah, toh syahra juga gak mau ngomong sama lo." Balas arini tak kalah sinis.

Reno tak menghiraukan perkataan arini, ia menatap syahra yang mengalihkan tatapannya ke samping.

"Ra, bagi wa lo dong, atau follback instagram gue aja."

"Gak dua-dua nya." Jawab syahra jutek, seoalh tak ada ruang untuk reno.

"Gue suka sama lo, ra. Gimana gue mau deketin nya kalau lo gak ngasih nomor atau gak follback gue?" Tanya reno

"Saya yang gak suka sama kmu! Berhenti ganggu saya." Tegas syahra, tatapannya tak teralih sama sekali.

"Kalau lo gak suka sama gue, kita bisa kan jadi teman?"

"Kamu tau? Pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu awal dari tumbuhnya perzinaan,jadi, berhenti untuk minta saya jadi teman kamu dan jangan pernah ganggu saya lagi!" Setelah mengatakan itu, syahra menarik tangan arini, meninggalkan ketiga pria yang menatap kepergiannya.

****

Setelah sholat isya dan sedikit mengumpulkan hafalan khanza, pasangan suami istri itu duduk bwrhadapan di atas sejadahnya masing-masing. Agam menatap khanza, begitupun sebaliknya.

"Mas, kenapa ngelihatin aku terus sih?" Tanya khanza. Dirinya itu mudah salting apalagi di tatap seintens itu oleh agam

Agam tak menjawab, ia justru mengadahkan tangannya ke depan seoalh meminta sesuatu.

Khanza menaikkan alisnya tak mengerti dengan kode tangan agam."Kenapa?"

"Hadiah yang tadi pagi kamu bilang mana?" Tanya agam menagih hadiah yang khanza bilang tadi pagi. Pria itu sudah menunggu sejak tadi, bahkan di waktu ia mengajar pun ia terus mengingat hadiah yang di katakan khanza.

Mendengar itu, khanza terkekeh geli. Ternyata, agam masih mengingat hadiah yang ia kata kan pagi tadi.

"Tunggu ya." Ucap khanza. Ia bangkit dari duduk nya dan berjalan ke arah lemari. Khanza mengambil sebuah kotak biru yang seperti bentukan kado. Ia berbalik, berjalan ke arah agam dan duduk pada tempatnya semula.

Khanza menyodorkan kotak kado itu ke arah agam. Pria itu mengambil pemberian sang istri dengan senyum mengembang, merasa tak sabar untuk membuka dan meluhat isinya.

"Aku buka ya?" Izin agam, menatap ke arah khanza menunggu jawaban dari wanita itu. Khanza menggeleng, setelah itu agam membuka kotak hadiah nya. Bagaikan gaya slowmotion, isi di dalam nya perlahan terlihat.

Setelah terbuka sempurna, nafas agam seoalah berhenti sejenak. Merasa tidak percaya dengan kado yang di berikan khanza.

"Sayang?" Di dalam kalimat itu terselip tanda tanya. Agam menatap khanza dengan tatapan yang tercampur aduk.

Khanza tersenyum dan mengangguk, senyuman yang di dalam nya tersirat haru.

"Kurang dari waktu 9 bulan bakalan ada yang manggil kamu abi, di dalam sini ada malaikat kecil yang nanti nya akan kamu ajari berjalan, berbicara, dan menunggu kamu pulang." Ucap khanza. Ia memandangi perutnya sembari mengelus kecil nya.

Agam menatap tak percaya tespack tersebut. Ia memegang benda kecil itu, menatap secara bergantian ke arah istrinya. Agam memeluk khanza, sangat erat.

"Sayang, terimah kasih, terimah kasih, terimah kasih." Ungkap agam, air mata keluar dari sudut matanya saking bahagianya ia. Kali ini agam menangis karena bahagia, bukan sedih.

Khanza membalas pelukan sang suami, ia mengelus pundak suaminya penuh kelembutan."Makasih kembali." Ucap khanza dengan ketulusan. Air matanya ikut keluar karena haru.

Suasana haru menyelimuti pasangan suami istri itu. Mereka berpeluka beberapa menit lamanya sebelum pelukannya terurai.

Agam menunduk, mengsejajarkan wajahnya dan perut khanza. Agam meletakkan satu tangannya pada perut rata khanza.

"Assalamualaikum anak abi, kamu sehat-sehat ya di perut umma mu, jangan bandel-bandel nanti kasian umma mu, harus jadi anak yang pandai dan sholeh, abi dan umma selalu menunggu kamu lahir ke dunia." Ucap agam berbicara seoalah kecebong yang ada di dalam perut khanza bisa mendengar nya.

Khanza terkekeh geli mendengar ucapan agam, merasa konyo."Amin."

Agam mendongak menatap khanza dari bawah dan tersenyum."Umma juga harus sehat-sehat ya." Ucap nya. Badannya bangkit kemuian mengecup dahi istrinya.

"Kapan mau ngasih tau umi sama abi?" Tanya khanza

"Besok."

"Mas." Panggil khanza

"Kenapa?"

"Mau bobo, tapi sholawatin." Ucap khanza.

"Itu aja? Kamu gak ngidam apa gitu? Aku bisa beliin sekarang." Tanya agam yang di jawab gelengan oleh khanza.

"Gak mau, mau bobo sambil di sholawatin." Ucap khanza kemudian bangkit lebih dulu naik ke tempat tidur.

Agam tersenyum. Ia melipat sejadah khanza dan sejadahnya kemudian di simpan pada rak penyimpanan. Ia menyusul khanza naik ke tempat tidur dan berbaring di samping sang istri.

"Sini." Panggil agam menepuk tangannya agam khanza meletakkan kepalanya di lengan pria itu.

Khanza dengan patuh menggeser tubuhnya dan tidur di lebgan suaminya. Ia memeluk agam menghirup dalam-dalam bau harum agam.

"Harum, mas, khanza suka." Ucap khanza mendongakkan sedikit kepalanya.

"Alhamdulillah." Ucap agam, bersyukur khanza tak serewel seperti ibu hamil lain yang biasanya tak menyukai bau parfum yang di pakai suaminya, justru khanza kebalikannya.

"Kamu tidur ya, aku sholawatin." Ucap agam yang di angguki oleh khanza. Agam mengelum punggung istrinya, mulutnya mulai mengeluarkan satu persatu bait sholwat.

Merdunya suara agam mampu menghipnotis bagi siapapun yang mendengar nya. Khanza merasa langsung terbang ke luar bumi saat mendengar suara agam.

Agam menatap ke bawah di mana istrinya tertidur. Ia tersenyum bangga dan bahagia. Kebahagiaannya lengkap, ia punya allah yang selalu bersamanya, ia punya umi dan abi yang selalu mendukung perjalanannya, ia punya adik yang selalu mensupport nya, sekarang ia punya khanza dan calon anak mereka yang selalu mengisi kekurangan hari-harinya kedepannya.

"Terimah kasih ya Allah, terimah kasih sayang, dan terima kasih calon anak abi." Ucapnya mencium lama pucuk kepala istrinya.

OUR SECRET (Revisi)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt