🍃037🍃

999 33 7
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ مُحَمَّدٍ.

"Allahumma shalli ‘alaa muhammad wa’alaa aali muhammad".

🍃🍃

Sedari tadi syahra hanya diam, bukan kepedean, tetapi perasaannya mengatakan jika teman ipar nya yang bernama zidan itu sesekali melirik ke arah nya. Syahra juga ikut andil sesekali melirik, jujur saja, ada rasa kagum hinggap di dalam hati nya ketika pertama kali melihat sosok zidan yang selalu di ceritakan iparnya itu.

Syahra sekali lagi melirik ke arah zidan, bertepqtan dengan pria itu juga ikut melirik. Terjadi tatap-tatapan selama beberapa detik sebelum syahra mengalihkan pandangannya.

"Astagfirullah, ampuni hamba ya Allah." Gumam nya, ia sedikit memejamkan matanya.

"Eh zidan,  lo mondok di mana sih, Penasaran gue?" Tanya anin menoleh ke arah zidan yang berada di antara joviar dan agam.

"Baitur-rahman, jawa tengah." Jawab zidan

"Eh,  itu bukannya pondok kyiai salim mas?  Saudaranya abi?" Tanya khanza yang langsung di angguki oleh agam.

"Ih ternyata lo mondok di sana, tapi kenapa gak pernah lihat sih?" Khanza kembali bertanya.

"Emang lo pernah ke sana, ca?" Kezia ikut bertanya

Khanza menggeleng menunjukkan deretan giginya."Hehe, Gak sih."

"Ya gimana mau lihatt dodol." Geram anin,  sungguh temannya yang satu ini menyebalkan semenjak hamil.

"Eh, tapi ning syahra sering ke sana." Kata khanza menoleh ke arah syahra yang sedari tadi menyimak.

Semua tatapan tertuju pada syahra. Gadis itu mengangguk membenarkan."Iya, aku sering. Tapi,  gak pernah lihat mas zidan di sana,  soalnya pondok ikhwan nya di pisah."

Semuanya mengangguk mengerti. Anin seperti orang bodoh yang cengo sembari menggaruk kepalanya tak paham.

"Ikhwan apaan dah? baru dengar gue." Tanya anin

"Ikhwan itu laki-laki, ya kan ning?" Tanya kezia menatap syahra.  Gadis itu mengangguk membenarkan ucapan kezia.

"Lebih pinteran kezia dari pada lo yang benar-benar islam." ledek joviar

Anin menatap sinis pria itu."Ya namanya juga gak tahu."

"Heleh,  makanya tuh kalau ada majelis taklim, datang jangan bolos rebahan mulu." Ucap joviar lagi

"Abcd." jawab anin tidak jelas.

"Apa tuh abcd,  belajar huruf lo?" Perdebatan antara keduanya tidak akan berhenti sebelum salah satunya mengalah,  dan tidak akan ada yang mengalah.

"Aaaaa bacod!" teriak anin tepat di telinga joviar, hal itu membuat semuanya menutup telinga karena suara melengking anin.

"Anin ini bukan hutan ya,  kalau mau teriak gitu sana gabung sama monyet di hutan." protes kezia mengusap telinganya.

"Alangkah baik nya seorang perempuan lebih bisa menjaga tutur kata dan suaranya yang termasuk aurat." Celetuk agam menasehati.

Anin hanya mengeluarkan cengengesan yang terlihat malu-malu seperti anak kucing. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

****

Dua bulan lagi untuk bertemu bayi kecil sang titipan Allah,  perutnya yang semakin membesar membuat khanza semakin manja dan sering merengek di tambah dengan mood nya yang sangat tidak jelas.

Kesalahan sedikit saja bisa membuat ibu hamil itu marah sampai nangis. Agam menjadi ekstra lebih sabar dari sebelum nya, mendekat hpl bukannya mood tambah bagus ini malah tambah anjlok,  curiga bayi nya perempuan.

Khanza duduk di depan meja rias, sembari menyisir lembut rambut nya yang mulai memanjang.  Ia nampak tersenyum riang, mood nya sedang bagus untuk saat ini.

Ia melirik agam yang berada di sofa dengan laptop dan kacamata yang bertengger di hidung nya. Ia tersenyum, lalu bangkit dari duduk nya. Langkah nya mengarah pada sang suami yang tampak fokus.

"Mas agam." Panggil khanza dengan nada manja, wanita itu berdiri tepat di depan meja tempat agam meletakkan laptop.

"Kenapa, beb?" Tanya agam tetap fokus pada laptop nya.

"Mas." Panggil nya sekali lagi,  nada nya sudah mulai sedikit berbeda dari yang tadi.

"Iya beb,  kenapa?" Lagi-lagi agam menyahut tanpa menoleh. Ia tak menyadari perubahan nda bicara istrinya.

"Emang laptop itu lebih menarik ya dari pada aku?" Mendengar suara khanza yang bergetar, agam menoleh, dan benar saja khanza menangis, 

Agam dengan cepat menutup laptop nya kemudian melepas kacamatanya,  ia bangkit dari tempat duduk nya berjalan ke arah khanza yang mulai sesegukan.

"Bukan gitu beb," Agam memeluk khanza sembari mengusap rambut istrinya,"Mas salah,  maaf ya?  Gak ada yang lebih menarik dari pada istri mas."

"Tapi mas gak mau natap aku,  itu artinya mas muak dan bosan lihat muka aku." Ucapannya terbata-bata karena sesegukan.

Agam menggeleng dengan cepat, tidak ada kamu muak dan bosan dalam hidup agam jika itu menyangkut khanza.

"enggak beb! Nikmat tuhan yang harus mas nikmati itu salah satu nya menatap wajah kamu."

"Mas bohong,  bilang aja karena aku lagi hamil,  terus perut sama badannya ngembang,  jadi mas bosan lihat aku!" beginilah kehidupan agam semenjak usia kandungan sang istri memasuki tujuh bulan.

"Beb, kamu kayak gini itu karena buah hati kita,  titipan Allah. Aku gak pernah bosan lihat kamu, tuhan udah buat kamu indah di mata aku dalam bentuk bagaimanapun." Walaupun setiap hari ia mengeluarkan kata-kata serupa,  nyatanya esok hari akan keluar kembali. Sekarang khanza semakin gampang insecure,  padahal agam selalu melihat khanza cantik, sangat cantik.

"Serius gak nih?" Tanya khanza, matanya menatap tak percaya pada agam.

Agam mengangguk mantap,  dengan senyum manisnya agar istrinya itu tak memperpanjang masalah nya.

"Aku mau tidur, elus-elusin dong mas." Pinta khanza sembari membaringkan tubuhnya dengan paha agam sebagai bantalan.

Agam langsung mematuhi perintah istrinya itu,  ia menyambut kepala khanza yang berbaring di paha nya. Agam mengelus lembut belakang istrinya, tidak lupa dengan sholawat yang menjadi favorit khanza,  walaupun tak di minta agam selalu berinisiatif untuk bersholawat.

OUR SECRET (Revisi)Where stories live. Discover now