Bab 21

1 0 0
                                    

Love From Home
By Winda N








"Kamu nggak boleh cinta sama aku, jangan sampai ada perasaan di hati kamu, Kak.”

Rasanya Ashana ingin membenturkan kepalanya ke tembok agar rasa pusingnya tidak sampai ke pangkal leher, dia ingin menghilangkan rasa itu agar tidak bersemayam dalam kepala dan menambah pikirannya semakin kacau.

Dia tidak menyangka Devian benar-benar mengakui perasaannya di depan orang tuanya. Dia pikir laki-laki itu hanya sekedar alibi untuk mencegahnya terputus dari pernikahan ini. Tapi pernyataan tadi berhasil membuat hatinya bergetar.

Bagaimana laki-laki itu bisa memiliki perasaan disaat kesepakatan sudah mereka setujui? Ashana melarang untuk jatuh cinta karena dia tahu mereka akan berpisah pada akhirnya. Jangan sampai ada yang terluka karena perjodohan ini sudah pasti akan berakhir.

“Memangnya aku tahu kalau akhirnya perasaan itu akan tumbuh?”

Ashana semakin tidak bebas bergerak dengan alasan yang selalu Devian katakan. “Dari awal aku udah kasih tahu kamu, Kak. Ayolah, kita  bisa hidup masing-masing dengan orang yang kita cintai.”

Devian keluar dari mobil tanpa menjawab sepatah kata. Lagi-lagi Ashana tidak mendapat jawaban yang berarti. Sesulit itu, kah, mengatakan setuju? Sebenarnya apa yang laki-laki itu rencanakan?

****

Devian tiba di sebuah perumahan yang tak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja, rumah berlantai satu dengan cat didominasi warna putih gading yang ternyata menjadi rumah sementara untuk Aidan.

Seperginya dari rumah Ashana, Devian melajukan motornya entah kemana, pikirannya terus digerogoti bayang-bayang perempuan itu yang tak mau hilang dari sana. Membuatnya kesulitan mengendalikan diri dan hampir membuatnya celaka. Mau bagaimana lagi, ucapan Ashana begitu menohok relung hatinya. Dia benar-benar tidak diinginkan oleh perempuan itu.

Untuk itu, Devian memilih menghubungi Aisyah untuk menyambung lagi keinginan bertemu Aidan yang tadi dia batalkan. Saat ini, dia bersama Aisyah sudah berada di rumah baru bayi tersebut. Dia berjalan di belakang Aisyah sementara perempuan itu bicara dengan temannya.

"Siapa? Calon kamu?" bisik Amelia pada Aisyah.

Aisyah menggeleng. "Bukan. Nanti aku ceritakan," katanya. Lantas Amelia memempersilakan dua orang itu masuk, dan membimbingnya ke kamar Aidan berada. Terlihat Aidan sedang tidur pulas di dalam box bayi.

"Aidan rewel nggak, Mel?" Aisyah mengelus pelan pipi gembul Aidan.

"Nggak, pinter kok dia. Kemarin aja nangis terus karena demam. Tapi Alhamdulillah hari ini udah pulih," jelas Amelia.

"Maafin aku, Mel. Aku harus repotin kamu sampai waktu yang belum tentu. Tapi akan aku usahakan secepatnya hak asuh itu jadi milik aku." Aisyah menoleh ke arah Devian yang masih memandangi Aidan.

"Aku kagum sama kamu, Syah. Sampai segitunya kamu memperjuangkan bayi ini." Amelia merasa bangga dengan ketulusan temannya.

"Mbak Amelia tinggal sendiri atau bagaimana?" Devian akhirnya bertanya.

"Sama suami, Mas Devian. Suami saya pulang satu minggu sekali."

Devian mengangguk, lalu mendekati Aisyah dan berbisik. "Aku mau gendong Aidan, boleh?"

Aisyah menoleh ke arah Amelia untuk meminta persetujuan. Perempuan itu mengangguk. Aisyah perlahan mengangkat tubuh mungil Aidan dalam pelukannya lalu memberikannya pada Devian.

"Kepalanya jangan seperti itu, gini." Aisyah membenarkan posisi tidur bayi mungil itu.

Amelia yang melihat kedekatan temannya itu hanya mampu menahan senyum, dia pamit ke dapur untuk membuat minum.

"Katanya kamu ke rumah mertua kamu. Kenapa tiba-tiba ngajak ketemu Aidan?" Aisyah bertanya disela keheningan.

Tangan Devian yang semula mengelusi pipi Aidan, berhenti. Ingatannya kembali pada kejadian tidak mengenakkan yang beberapa waktu lalu menimpanya. "Aku udah niat ketemu sama bayi ini, Syah," balasnya sebagai alibi. Karena yang sebenarnya dia butuh pelarian sejenak sebelum kembali untuk mencari jalan tengah.

Aisyah mengangguk. Dia merasa ada yang disembunyikan oleh Devian. Terlihat jelas dari tatapannya yang kosong meski matanya menyorot penuh pada Aidan.

Tangan Aisyah terulur, ikut mengelusi pipi gembul Aidan seperti yang dilakukan Devian. Sesekali melirik kala laki-laki itu mengajak bicara sang bayi.
Selama mereka kenal, Devian bukan orang yang terbuka akan masalahnya, dia selalu punya cara untuk mengalihkan perhatian dari hal yang membuatnya keruh. Dan ternyata cara seperti itu masih laki-laki itu gunakan sampai sekarang. Rasanya Aisyah ingin membawa laki-laki itu keluar dari zona nyaman untuk melupakan segala bentuk emosinya seperti yang biasa dia lakukan. Tapi sekarang dia tidak boleh bertindak terlalu jauh karena Devian bukan miliknya lagi.

Ya, Tuhan ... Aisyah selalu kalah setiap kali mengingat kenangan itu. Dia tidak berdaya.

"Syah, kamu nangis?" Devian menoleh ke arah Aisyah.

Aisyah segera menghapus air matanya. "Nggak. Mata aku perih. Kayanya kemasukan hewan, deh," balasnya sambil mengucek mata.

Devian terdiam. Seperti ada yang disimpan dari Aisyah. "Keadaan lengan kamu gimana?" tanyanya kemudian.

"Alhamdulillah, udah nggak pakai perban."

"Syukurlah kalau gitu. Sudah ketemu pelakunya?"

Aisyah menggeleng. "Belum ada kabar lagi. Aku udah nggak mau mikir itu lagi, yang terpenting sekarang gimana caranya biar orang tuanya Aidan setuju sama keputusan adopsi."

"Ya, nggak bisa gitu, Syah. Ini menyangkut keselamatan kamu. Gimana kalau pelaku itu juga mengancam keselamatan Aidan?"

Mata Aisyah berkedip beberapa kali. Mendengar perhatian Devian berhasil membuat hatinya berdenyut. Dia menunduk. "Aku kehabisan cara, Dev. Pikiranku nggak bisa menjangkau sampai kesana. Orang tuaku juga udah lepas tangan. Aku sendiri sekarang."

Devian ingin mengatakan jika dia masih bersama Aisyah, tapi dia takut menimbulkan kesalah pahaman yang akan memperkeruh suasana. Meski mereka sudah tidak bersama, Devian akan membantu Aisyah, melihat bagaimana ketulusan perempuan itu membuat perasaannya tenang.

.
.
.

Jumat, 22 Desember 2023

Jumat, 22 Desember 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Love From Home Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang