Bab 25

5 0 0
                                    

Love From Home
By Winda N

Love From HomeBy Winda N

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Semenjak kejadian Devian merobek surat gugatan malam itu, Ashana belum mau bicara dengannya hingga saat ini. Perempuan itu enggan membuka suara meski berkali-kali Devian pancing.

Ashana selalu menghindar setiap kali berpapasan dengannya, bahkan saat mereka sama-sama berada di meja makan.

Devian sangat merasakan aura dingin yang terpancar dari Ashana, seolah menegaskan dia tidak ingin disentuh. Devian berusaha bersikap biasa meski sebenarnya hatinya tidak nyaman.

Sedari dulu mereka memang jarang mengobrol ditambah kejadian ini semakin membuat keduanya berjarak. Devian ingin menyudahi semua ini.

Sepulang shalat subuh di masjid, Devian melihat Ashana sudah berkutat dengan alat masaknya. Ada sedikit keterkejutan karena dia jarang menyaksikan Ashana berada di dapur. Tak ingin membuat perempuan itu tidak nyaman, Devian berlalu saja menuju kamar.

Namun baru dua langkah menapaki tangga, jeritan Ashana membuatnya menoleh.

"Aawww!"

Prang!

"Ashana!" Devian lekas berlari ke arah Ashana. Sup yang ada di dalam panci sudah berceceran di lantai. Dengan cepat dia menarik perempuan itu menjauh.

"Panas," rintih Ashana.

Dengan cekatan Devian menyalakan wastafel dan menyiram tangan perempuan itu dengan air. Sesekali meniupnya lalu kembali menyiram sampai Ashana tidak merasa kesakitan.

Setelah beberapa lama, Devian menuntun Ashana duduk. "Tunggu disini!" titahnya. Dia berlari ke kamar mengambil kotak obat.

Punggung tangan Ashana kian memerah, Devian mengolesinya dengan kasa yang sudah basah oleh rivanol.

"Kenapa bisa tumpah itu sop-nya? Kamu ngaduknya gimana?"

Ashana tidak menjawab, dia membuang muka saat Devian menatapnya.

"Masih perih apa nggak?" tanya Devian lagi.

Ashana menggeleng pelan. Devian bisa melihat jika perempuan itu masih enggan bersuara. "Mau sampai kapan kita diem-dieman terus? Betah kamu?"

Ashana berdecak sebal, dia bangkit dan memungut panci yang sudah ada di lantai itu. Mata Devian mengikuti kemana perempuan itu bergerak.

"Ashana, kamu bisa dengar aku nggak, sih?"

Lama-lama kesal sendiri bertanya tapi tidak pernah dijawab.

"Kakak apa-apaan, sih? Nggak lihat aku masih beresin ini? Punya mata, kan?"

Devian tertegun sesaat, perkataan Ashana begitu kasar. Terlihat jelas belum mau diajak bicara. Akhirnya dia berdiri, mengambil pengki dan membersihkan sayuran yang bercecer.

Love From Home Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang