Bab 29

3 0 0
                                    

Love From Home
By Winda N


Love From HomeBy Winda N

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




Usai melaksanakan shalat dhuhur, Devian tidak lekas beranjak. Dia merebahkan diri di atas sajadah mushala menikmati kesejukan yang berhasil merasuk sampai ke hati.

Sedang pikirannya menerawang jauh di rumah, menebak keadaan Ashana yang dia tinggal ke rumah sakit. Meski sudah ada keempat orang tuanya yang menjaga perempuan itu, rasanya dia ingin memastikan sendiri perempuannya baik-baik saja.

Baru saja pikiranya berkelana kesana, sebuah panggilan masuk dari orang rumah. Devian segera mengangkatnya.

“Assalamu’alaikum, Ma. Ashana nggak apa-apa, kan?”

Terdengar decakan dari Delima. “Waalaikum salam. Yang ditanyain Ashana terus.”

Devian diam sesaat. Lalu sang Mama bersuara lagi. “Mama bercanda ya, Dev. Ashana baik-baik aja, kok. Hari ini udah mulai mau ngomong.”

Devian bernapas lega. “Syukur kalau gitu, Ma.” Detik kemudian telepon beralih ke panggilan video. Devian menyimak seksama kegiatan yang tengah dilakukan istrinya itu. Mereka berada di gazebo belakang rumah, dia terkekeh pelan saat melihat Ashana memberi makan ikan yang ada disana.

Hari ini dia dikejutkan dengan banyak perubahan yang terjadi pada Ashana setelah hari-hari sebelumnya penuh dengan tanda tanya.

“Mau ngomong sama istrimu?”

Devian membuyarkan fokusnya. “Nggak usah, Ma. Gini aja cukup, nanti di rumah juga katemu, kok. Makasih ya, Ma.”

“Mama tahu kamu pasti khawatir sama Ashana, makanya Mama telepon kamu buat ngabari kalau dia baik-baik aja.”

“Iya. Aku baru selesai periksa pasien, baru sempat pegang hape.”

“Nggak apa-apa. Mama ngerti kok.”

“Kalau gitu Mama tutup nggak apa-apa. Aku mau balik kerja.”

“Oke, kalau gitu. Mama tutup, ya. Assalamu’alaikum.”

“Waalaikum salam.” Usai itu Devian lekas bangkit untuk kembali ke ruangannya. Informasi tentang Ashana tadi mampu memberinya sedikit energi untuk melanjut waktu hari ini.

Di belokan koridor, Aisyah hendak memanggil Devian tapi laki-laki itu sudah hilang lebih dulu di belokan. Kakinya memilih mengejar saja ketimbang meneriakinya. Tapi ternyata laki-laki itu sudah menghilang.

Sejujurnya dia tidak benar-benar marah pada Devian hanya saja rasa kecewanya akan sikap laki-laki itu yang tiba-tiba menentangnya, tapi kalau bukan Devian siapa lagi yang bisa dia mintai pertolongan? Akhirnya dengan mengumpulkan segenap keberanian, dia akan meminta maaf dan membujuk kembali Devian agar mau membantunya.

Namun beberapa hari ini laki-laki itu terlihat tidak baik-baik saja hingga membuatnya kesulitan menemuinya. Aisyah memilih menemui dr. Raka yang notabenenya adalah sahabat dari Devian.

“dr. Raka, bisa kita bicara sebentar?”

Raka yang baru saja kembali memeriksa pasien, sedikit bingung. “Saya?”

Aisyah mengangguk. “Apa dr. Devian ada lembur hari ini?"

“Devian? Saya nggak tahu, kenapa kamu nggak tanya sendiri?” Raka merasa bingung, perempuan ini terkenal cukup dekat dengan sabahatnya itu, tapi dengan hal seperti ini kenapa malah bertanya dengannya?

Aisyah mengulum bibir lalu menunduk. “Akhir-akhir ini saya lihat dia lagi sibuk banget,” katanya.

Raka menyetujui. “Oh iya, istrinya lagi sakit soalnya.”

“Sakit apa?”

“Kurang tahu, saya belum jenguk juga soalnya.”

Aisyah mengangguk mengerti. “Kalau gitu, saya duluan dr. Raka. Terima kasih.” Setelah itu dia lekas pergi. Sedikitnya dia tahu alasana Devian menjadi tidak baik-baik saja.

****

Devian mengambil handuk yang ada di kepala Ashana lalu mengusap rambut perempuan itu perlahan. Beruntung kali ini Ashana tidak protes, sekalian Devian memijat kepalanya untuk relaksasi.

Hari ini Ashana mengalami banyak perubahan, dia sudah mau bicara banyak meski masih sering diam dan melamun. Tapi semua orang tidak tinggal diam, mereka terus berusaha mengajak perempuan itu bicara atau melakukan hal sederhana agar Ashana bisa melupakan kejadian tidak mengenakkan yang telah dialami.

Devian bersyukur dikelilingi keluarga yang mendukungnya, disaat-saat seperti ini mmemang support dari mereka lah yang dia butuhkan.

Devian meletakkan handuk ke tempatnya, lekas menyisir rambut Ashana. “Ayo, makan dulu. Udah ditunggu mereka,” katanya.

Ashana menoleh. “Mama Papa bakal maafin aku nggak ya, Kak?”

Devian mengangkat alis. “Maksudnya?” Detik kemudian dia mengangguk. “Pasti. Ini bukan salah kamu.”

“Tapi mereka udah tahu semuanya, termasuk orang tuamu, Kak.”

Devian tidak lekas menjawab, dia berlutut dihadapan Ashana dan mengambil tangannya. “Kamu khawatir soal itu? Nanti aku bantu jelasin ke mereka. Aku juga bersalah disini, jadi kamu nggak sendirian. Kita perbaiki lagi sama-sama, ya?"

Ashana menarik lagi tangannya dan memalingkan wajah. Devian mengangguk, lekas berdiri. “Ayo!”

Mereka semua berada di meja makan, saling bertukar cerita selama makan berlangsung. Seusai makan Devian mengajak Ashana menonton tv. Perempuan itu tidak menolak.

.
.
.

Senin, 1 Januari 2024

Senin, 1 Januari 2024

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Love From Home Where stories live. Discover now