Bab 28

7 0 0
                                    

Love From Home
By Winda N

Love From HomeBy Winda N

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Devian pastikan Andrea menyesal karena perbuatannya, dia mengutuk laki-laki itu agar mendapat hukuman berat karena telah membuat kondisi Ashana memburuk.

Devian harus bersabar saat Ashana hanya diam saat diajak bicara, dia harus telaten membujuk perempuan itu agar mau memasukkan makanan ke mulut barang sedikit.

Akhirnya dia memutuskan meminta bantuan psikiater agar perawatan Ashana berjalan dengan tepat. Selama itu juga Devian memantau dari jarak agar kedatangannya tidak menganggu Ashana. Devian berusaha menguatkan hati untuk. Dia harus yakin Ashana akan baik-baik saja.

Devian berkesiap saat dr. Nadia keluar dari kamar Ashana, dia menuntunnya untuk ke ruang tamu. "Bagaimana keadaan istri saya, dok?"

"Saya beri obat tidur biar Bu Ashana bisa istirahat. Untuk sementara ini tolong diawasi ya, Pak. Kita mengantisipasi perilaku Bu Ashana yang membahayakan. Saya yakin beliau akan segera pulih."

Devian menahan napas sejenak, lalu mengangguk. "Terima kasih, dr. Nadia." Usai mengantar kepergian psikiater tadi, dia kembali ke dalam rumah dengan langkah gontai.

Di ruang tv, dia melihat papa mertuanya tengah duduk disana. Devian ikut bergabung. Dia sengaja mengabari mertuanya soal keadaan Ashana. Dia tidak ingin menyembunyikan apapun lagi, biarkan mereka tahu apa yang tengah terjadi, dia akan menyiapkan hati apapun yang akan mereka katakan padanya.

Sejujurnya, Devian sedikit merasa takut karena hal ini adalah masalah besar, dan itu tengah menimpa Ashana. Devian akan akan berusaha menerima hukuman dari mertuanya karena tidak becus mengajak istrinya.

"Kamu sudah makan, Dev?" Suara Fahzan memecah ketakutan yang bersarang di kepala Devian.
Menantunya itu terus terlihat gelisah.

Devian menyugar rambutnya resah. "Belum, Pa."

"Kamu juga harus jaga diri kamu, Dev. Kalau kamu sakit, siapa yang mau jaga Ashana." Fahzan berusaha menenangkan sang menantu.

Devian mendekati sang mertua lalu bersujud di kakinya. "Maafkan Devian, Pa. Aku gagal menjaga Ashana. Aku yang udah buat Ashana jadi seperti ini. Maafkan aku Pa."

Devian menangis, dia tidak sanggup membayangkan hal yang lebih buruk terjadi pada Ashana karena kurang tegasnya dalam menjaga perempuan itu. Devian tahu Papanya ini sedang menahan untuk tidak memarahinya.

Orang tua mana yang diam saja saat mengetahui putri mereka hampir dilecehkan, terlebih sudah bersuami. Tugas suaminya lah yang dipertanyakan.

"Tolong, ampuni, Devian, Pa. Devian nggak nggak bisa jaga Ashana dengan benar. Maafin, Devian, Pa."

Fahzan menahan sesak yang bersarang di dadanya. Tangannya terulur membantu sang menantu berdiri dari kakinya.

"Semua ini mungkin sudah jalannya, Dev. Papa juga nggak sepenuhnya bisa menyalahkan kamu."

"Papa berhak marah dan menghukum apapun itu, Devian nggak akan nolak. Devian gagal menjaga Ashana, Devian udah langgar janji Papa buat melindungi Ashana. Maafin Devian, Pa."
Fahzan tidak kuasa menahan air matanya. Perkataan laki-laki didepannya mampu membuatnya merasa tersentuh.

"Kamu sudah menjaga putri Papa dengan baik, Dev. Kita semua juga nggak tahu kalau akhirnya akan seperti ini." Fahzan menepuk-tepuk lengan sang menantu yang bergetar. Musibah ini tidak sepenuhnya salah Devian. Putrinya sendiri juga turut andil, dia menyadari itu.

"Papa boleh hukum Devian apapun itu. Kalau Papa nggak lagi merestui hubungan ini, Devian juga akan menerimanya."

Fahzan menggeleng kuat. "Kamu harus tetap di sisi Ashana. Saat ini dia butuh kamu. Kamu nggak boleh ngomong gitu, semua keputusan itu ada di tangan kalian. Cukup, Dev, Ashana butuh kamu sekarang. Ngerti?"

Devian memeluk Papa mertuanya erat. Saat ini dia benar-benar kacau menyusun kembali keadaan yang hancur.

****

Devian terjaga dari tidurnya, matanya mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk. Dia menoleh, ternyata tertidur didepan tv yang masih menyala. Laki-laki itu segera bangkit dan mematikan lampu.

Kakinya berjalan ke arah kamar Ashana. Sore tadi, Mama mertuanya tidur menemani istrinya, jadi dia mengalah untuk berada di luar dan ternyata ketiduran.

Pelan-pelan Devian membuka pintu. Lampu kamar sudah berganti lampu tidur dan sang Mama tidur disebelahnya. Dia segera masuk. Ashana tertidur dengan pulas, dia tersenyum lega. Akhirnya setelah sekian waktu, perempuan itu bisa terlihat tenang.

Tiba-tiba Adiba terbangun karena menyadari keberadaan Devian. "Ada apa, nak?"

"Nggak ada apa-apa, Ma. Cuma memastikan keadaan Ashana," balas Devian dengan suara pelan.

Adiba bangkit. "Dia udah baik-baik aja, kok. Kamu tidur sini!" katanya sambil menurunkan kaki.

"Mama mau kemana? Nggak apa-apa tidur disini aja, Ma."

"Mau pindah kamar sebelah. Gantian kamu yang jagain Ashana." Adiba lekas keluar diikuti Devian.

"Maafin Devian, Ma," kata Devian setelah berada diluar kamar. "Maafin Devian karena nggak bisa jaga Ashana dengan baik. Mama boleh marah sama Devian."

"Kamu sudah berusaha, Dev. Yang harus kamu lakukan sekarang menemani putri Mama biar pulih lagi. Udah, sana masuk, kamu juga harus istirahat."

Adiba menepuk pundak menantunya dua kali lalu beranjak pergi. Putri bungsunya memang sedang mengalami masa kurang baik, tapi Devian juga merasakan hal yang sama. Dari sorot matanya dia melihat luka yang belum berkesudahan.

Devian kembali ke kamar. Kali ini dia pergi ke kamar mandi dahulu. Sekeluarnya dari sana, Ashana malah terbangun.

"Maaf, kamu jadi kebangun gara-gara aku, ya?" Devian berjalan canggung.

Ashana mengeratkan selimutnya. "Aku takut," katanya dengan suara serak.

Devian lekas menyusul naik ke kasur. "Nggak usah takut. Aku temenin kamu disini, kok."

Ashana merubah posisi tidurnya menjadi menghadap Devian. Laki-laki itu membenarkan posisi selimutnya.

"Kemarin Andrea mau coba bantu aku, tapi ternyata dia-- hiks ..." Ashana kembali menangis. Devian menariknya dalam pelukan.

"Nggak usah bahas itu lagi, ya. Udah, sekarang tidur, oke?" Devian tidak mengindahkan tangisan Ashana, pelukannya kian erat. Yang dia butuhkan saat ini adalah membuat perempuan itu tenang, karena ingatan itu sewaktu-waktu bisa datang.

.
.
.

Sabtu, 30 Desember 2023

Sabtu, 30 Desember 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Love From Home Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang