•19

1.5K 210 13
                                    

"No room inside for me in your life."


-

"Sayang, maaf aku ketinggalan map merah. Kamu lihat nggak?"

Aku menoleh ke arah pintu dan melihat Jimin berdiri disana. Dia langsung berlari menghampiriku begitu melihatku terduduk di lantai.

"Kau kenapa? Hey! Bilang sama aku, kenapa?"tanyanya lembut semakin membuat perasaanku tak karuan.

Aku menggeleng kecil dan meraih tangannya di pipiku. Menurunkannya perlahan dan berdiri. Jimin juga ikut berdiri di belakangku. Aku berjalan dengan gontai dan mengambil map merah yang Jimin maksud dari dalam laci kamar.

Ku serahkan map itu padanya sambil tersenyum sebiasa mungkin.

"Kau bisa pergi sekarang."Jimin terkejut. Matanya membulat. Dia melangkah mendekat. Tangannya mencoba meraih tanganku yang menghindar. Dia mencoba membuatku menatap matanya yang menyiratkan ke khawatiran. Tapi aku tidak ingin melakukan itu. Aku sedang tidak ingin berbicara. Juga tidak ingin melihat mata Jimin.

Jimin mendesah berat dan terduduk di sofa. Dia memejamkan mata dengan sebelah tangan yang memangku wajahnya. Alisnya berkerut dan berpikir.

"Apa aku melakukan kesalahan? Kenapa sikapmu aneh akhir-akhir ini..?"

Matanya menatap tepat ke mataku. Dia menoleh dan melihatku dari bawah sampai atas. Sinar yang biasa ku lihat dimatanya, kini hilang dan pudar. Seluruh otot wajahnya menyiratkan kelelahan. Dia lelah. Lelah menghadapiku dan juga pekerjaan yang akhir-akhir ini menumpuk.

Mungkin.

"Aku hanya sedang tidak mood."balasku singkat dan seadanya. Jimin merengut dan mengusap wajahnya frustasi.

Moody? Kurasa begitu.

Tiba-tiba saja dia berdiri. Dia mendekat kepadaku. Tangannya mencengkram kedua pundakku dan meremasnya pelan.

Wajahnya tertunduk dan dia memelukku. Menyembunyikan wajahnya di belakang tubuhku yang kaku.

"Kau tahu aku sangat lelah. Tidak bisakah..,"

Aku mengigit bibir bawahku dan mengurungkan niatku untuk membalas pelukannya. Dan memilih menunggu kalimat selanjutnya dari Jimin,

"...,Tidak bisakah kau meringankannya sedetik saja? Untukku."pintanya dengan suara berat. Jimin menarikku untuk lebih dekat. Tangannya melingkar erat di pinggangku.

Aku ingin melakukannya Jim..

Aku ingin membantumu. Aku ingin menghilangkan rasa penatmu dan membuatmu tertawa karnaku. Aku ingin kau melepaskan rasa lelah itu dan menggantinya dengan kebahagiaan karena aku.

Tapi kenapa berat bagiku melakukannya?

Kenapa mendengar suaramu, membuatku merasa sedih sekarang?

Setiap kali menatap matamu, aku merasa ingin menangis dan berteriak sekencang mungkin.

I am sorry, Jimin

I've tried to love you. But i still choose him.
Sorry..

Ku dorong dada bidangnya perlahan. Aku tersenyum kecil dan melingkarkan lenganku di lehernya. Jimin masih setia menatapku dalam diam.

STIGMA  Where stories live. Discover now