•29

2.7K 264 12
                                    

Akan ada masa dimana kau berperang dengan batin, menentukan pilihan tersulit dalam hidupmu.

....

"Kim Taehyung-ssi!"aku menoleh. Jin berlari dengan nafas tersendat. Dia menyentuh pundakku dan mencengkramnya. "Clubbing?"

"Mwo?"aku melongo. Butuh seperkian detik untuk mencerna pertanyaan Jin tadi. Dia tersenyum sumringah. Menarikku mundur, menyuruhku untuk duduk di kursi penumpang dan membiarkan dirinya menyetir.

Jin memasang sabuk pengaman, diikuti olehku kemudian. Kami sama-sama terdiam. Terlalu canggung. Karena aku tidak pernah dekat dengannya, dan ini pertama kalinya dia mengajakku clubbing.

"Aku sedang ingin bercerita banyak denganmu. Boleh kan?"

Ku hela napas panjang. Memangku tanganku di dada dan menatap ke luar jendela, "Jalankan saja mobilnya."cetusku. Jin tidak menggubris. Dia menurut dan menjalankan mobilnya dalam kecepatan yang normal.

"Kalian itu bodoh. Kau tahu kan?"

Nafasku terbuang kasar mendengar pernyataan Jin yang senonoh. Aku mendelik. "Apa maksudmu?"

Dia tertawa getir. Menarik rem tangan saat mobil berhenti di lampu merah. Pandangannya tertuju padaku. "Kau dan dia, kalian itu sama-sama mencintai. Tapi kalian telalu keras kepala. Kalian memilih jalan lain, padahal ada jalan yang terbuka luas untuk hubungan kalian kedepan. Bodoh, tahu?"Jin menekankan kata bodoh masih dengan senyuman di bibirnya. Aku tidak menjawab. Memilih diam adalah pilihan yang tepat.

Tidak lama, lampu kembali hijau. Kami segera melesat cepat menembus dinginnya salju yang semakin deras turun.

Tidak jauh dari situ, aku melihat club malam besar tempat biasa aku kesana. Ku lirik Jin yang sudah memberi riting ke kanan untuk berbelok.

"Bukankah kau harus bekerja?"

Jin sempat menoleh, meskipun akhirnya dia kembali fokus karena harus memarkirkan mobil. Setelah itu dia menjawab, "Aku cuti sehari."

Kuanggukkan kepala berkali-kali. Sebelum turun, aku mencegahnya sekali lagi. "Bagaimana dengan Chae Young?"tanyaku sedikit ragu. Pasalnya, aku jadi merasa tidak enak dengan gadis itu dan kekasihnya yang kini tersenyum sumringah di depanku. "Itu urusanku."

••

"Jimin, kau tahu kan aku datang jauh-jauh kesini untuk mu?"

Ku tutup telingaku rapat. Menenggak minuman di gelas dan menelusupkan wajahku di antara lenganku. Seulgi mendekat. Aku menggerakkan tanganku, menyuruhnya untuk berhenti di sana dan tidak mendekatiku.

Seulgi menahan tangisnya. Dia menolak perintahku dan memelukku dari belakang. "Aku tahu kau mungkin berpikir bahwa aku tidak punya harga diri sebagai wanita. Tapi aku mencintaimu Jimin, aku tahu kau pun begitu. Jangan berbohong, jebal."Seulgi sangat frustasi. Sikap Jimin yang terus menolaknya membuatnya geram sekaligus bingung.

Sedangkan Jimin sendiri juga tidak tahu. Dia tidak mengerti dirinya. Dia tidak tahu apa yang dia lakukan. Seperti boneka hidup, Jimin hanya mendengarkan apa yang pikirannya katakan.

Di raihnya kedua tangan Seulgi ke atas. Jimin menyudutkan tubuh Seulgi di antara tembok dengan kedua tangannya yang mengeras. "Kita sudah selesai, Seul."bisiknya parau. Seulgi mengelak. Masih tidak bisa menerima perlakuan Jimin padanya. "Apa yang dia punya? Katakan apa yang dia punya, sampai kau berubah dan berpaling dariku."

STIGMA  Where stories live. Discover now