17

5.3K 367 11
                                    

Alert 21+

Daun-daun gugur tertiup angin dan pergi, terganti dengan tunas-tunas baru yang siap tumbuh dengan kilau warna hijau cerahnya. Begitu juga dengan hari yang terus berganti hari.

Jasmine menggeser tidur lelapnya yang mulai tak nyenyak karena mendapatkan sedikit interupsi kecil membuat kesadaran kembali ke permukaan. Jasmine mengerjap malas, nampak masih mengantuk. Tapi urung untuk tidur lagi karena lengkingan Hana yang merdu dipadu dengan tangisan amarahnya mengharuskan Jasmine untuk bangun dan menghampiri si kecil itu. Jasmine meraih arloji di nakas dengan kelopak masih menyipit. Pukul dua dini hari, dan Hana terdengar marah-marah minta minum susu. Resiko menjadi ibu baru.

Jasmine menguap dan menyentuh sisi lain tempat tidur. Hangat tapi kosong. Segera saja mata Jasmine terbuka. Kemana suaminya? Jasmine bangun dan terduduk sejenak mencari Vano. Tak ada di kamar.

Suara tangisan berasal dari luar kamar, itu artinya Hana tidak ada di boks bayi di kamar itu juga. Wanita itu langsung waspada. Dikenakannya sandal rumah dan berjalan ke arah pintu yang terbuka sedikit. Seketika hatinya mencelos melihat suatu pemandangan indah di depannya sekarang di waktu sedemikian larut.

"Iya sayang. Cup cup cup... ayah disini. Uuuhh sayang sayang anak ayah." Vano menimang-nimang Hana dengan lembut seraya memberi Hana susu formula hangat di dalam dot. Walaupun dengan tangis laparnya dan sesenggukan, Hana yang sudah berusia tiga bulan mulai tenang dan menikmati minumannya. Apalagi semakin tambah nyenyak dikala si ayah mengusap-usap kepala botak Hana sesekali ciuman gemas mampir di pipi gembul Hana.

"Hana bobok. Ooh Hana bobok. Kalau tidak bobok digigit nyamok... Hana bobok ooh Hana bobok..."

Kantuk Jasmine hilang tak bersisa. Dirinya masih terus bersembunyi di balik pintu mengintip suaminya tersebut menidurkan anak tirinya dengan penuh kasih sayang. Tanpa sadar, Jasmine menitikan air mata. Melihat Vano begitu ikhlas dan menerima keadaan Jasmine yang seperti ini, lalu dengan adanya Hana tidak membuat pria itu menjauh. Malah Vano sangat ingin terus menempel kepada Hana yang asli tidak ada darah Vano di dalam diri Hana.

Jasmine menangis dalam diam dan bersandar di kusen pintu. Menikmati pemandangan di depannya dengan perasaan hangat yang membuncah. Baginya, Vano ketika menggendong Hana adalah pemandangan favorit Jasmine lebih dari apapun.

Vano menghela nafas lega dan terkekeh kecil. Si kecil sukaannya tersebut sudah terlelap dengan dot masih menancap dibibirnya. Perlahan, Vano mencabut botol susu yang sudah habis tersebut dan menyingkirkannya meninggalkan mulut Hana yang mungil tersebut tetap mengenyot angin. Vano tak bisa untuk tidak gemas, mencium sekali lagi pipi Hana menghirup banyak-banyak aroma sabun bayi dan kemudian barulah dia bergegas meletakkan Hana di tempat tidurnya. Saat Vano membuka pintu kamar, dia terkejut melihat Jasmine sudah berdiri dengan rambut awut-awutan dan tengah mengusap matanya diselingi isakan kecil.

Vano kebingungan, buru-buru dan perlahan meletakan tubuh kecil Hana di dalam boks bayi, kemudian menghampiri Jasmine yang masih terisak. Vano menyentuh lengan Jasmine dan mencoba meraih dagu Jasmine.

"Bunda, kamu kenapa?"

Tak disangka, jawaban Jasmine malah mengagetkan Vano karena istrinya itu memeluk Vano sampai tubuh jangkung pria itu terdorong mundur. Menyembunyikan tangisannya di leher Vano dengan nafas tersengal. Sungguh Vano tak mengerti. Dipeluknya Jasmine dan mencoba menenangkannya. Membiarkan Jasmine menangis dipelukannya, nanti akan ada saatnya Jasmine bercerita tanpa diminta. Vano sudah hafal tabiat istrinya tersebut.

"Shhh, bunda. Sudah. Ayo kita balik tidur." kata Vano sabar mengusap punggung istrinya. Jasmine menggeleng, tapi tenaganya yang kecil tak mampu mencegah Vano yang memapahnya menuju ranjang mereka. Vano hendak mendudukkan Jasmine di kasur saat tiba-tiba Jasmine menatap Vano dalam dan intens dengan simbahan air mata membuat Vano tak mengerti.

ETERNAL LOVEKde žijí příběhy. Začni objevovat