20

7.5K 407 13
                                    

Detik demi detik berlalu. Hari-hari terlewati sangat cepat ketika seseorang di dunia amat menikmatinya. Tanpa terasa, biduk rumah tangga kecil milik Kurniawan terasa damai sentosa.

Vano membuka lemari baju dan mengubek isinya teliti. Mencari sesuatu yang harus ia bawa hari ini sebagai jimat untuk rapat dewan. Ya, pagi ini akan diadakan pemilihan sebagai ketua jurusan arsitektur di tempat kerja Vano. Dan lelaki itu menjadi salah satu kandidat yang dipercaya setelah dua tahun lebih mengabdi menjadi dosen yang tekun di fakultas. Jika Vano terpilih, sujud syukur rasanya naik jabatan dan tabungannya akan pecah lalu Vano dapat membeli rumah yang layak untuk Hana berlari ke sana kemari.

"Bunda...dasi yang hadiah ulang tahunku dari kamu disimpen dimana?" teriak Vano kepada istrinya yang berada di dapur. Tak ada jawaban. Vano mengobok isi lemari lagi mencari dasi bermotif garis-garis putih hitam hadiah dari Jasmine setahun lalu di ulang tahunnya. Dan setelah semenit, Vano menyerah. Terdengar bunyi berisik dari suatu benda berbenturan dengan dinding, dan roda menggelinding mendekati indra pendengaran Vano.

"Aduh, geli. Geli sayang." Hana mencebik senang menggaruk kaki berbulu ayahnya yang hanya memakai boxer saja. Si kecil cantik yang kini sudah berusia satu tahun itu senang sekali menggoda ayahnya.

"Yaya...aya...yaya..." katanya celometan sekali lagi meraih kaki ayahnya untuk disentuh-sentuh. Ketika Vano menghindar, Hana mengikuti dengan baby walkernya yang super berisik. Alhasil Vano terkekeh saat Hana mulai lelah mengejar sang ayah dan mulai merengek minta di gendong. Dengan sekali tangkap, Vano mengangkat tubuh yang kini cukup gendut untuk dibawa keluar kamar.

"Bunda, dasiku mana?" tanya Vano seraya menggendong putrinya tersebut, dan melihat Jasmine tengah meletakkan semangkuk besar nasi goreng pedas di meja makan. Jasmine mengernyit.

"Dasi dilemari, yah."

"Yang hadiah ulang tahun dari kamu. Belang-belang putih item." mendengar penuturan Vano, Jasmine memutar kedua bola mata bosan. Bukan tanpa alasan, itu hanyalah akal-akalan Vano saja. Mengingat tanggal jatuh tempo lahirnya Vano dua puluh delapan tahun yang lalu itu kini tinggal beberapa minggu lagi. Suaminya itu sengaja menekan kata hadiah ulang tahunnya, dengan dalih supaya Jasmine akan terus teringat hari ulang tahunnya besok. Vano menyeringai jahil dan Jasmine mencubit pinggang Vano.

"Nih! Tempatnya masih sama di lemari sebelah kiri. Nyari gini aja nggak bisa." Jasmine menyerahkan dasi yang dimaksud Vano dan segera meraih putrinya yang mulai kelaparan karena menggigit-gigit ibu jari. Vano tersenyum berterima kasih, mencium pipi Jasmine lalu berpindah ke kening putrinya. Hana tertawa lebar.

"Makasih sayangku." Vano bergegas memakai dasi dan pakaian kerjanya dengan benar. Pagi ini, Vano harus terlihat rapi dan gagah. Walaupun tak memakai busana pun, Vano tetap gagah kok. Malah sangat tampan. Itu kata Jasmine sih, Vano tersenyum mesum dan merasa percaya diri.

"Ayah, ayo sarapan." panggil Jasmine dari meja makan.

Menu sehat untuk Hana hari ini adalah brokoli dan kentang tumbuk. Tidak ketinggalan buah naga merah yang juga sudah dihancurkan. Anak cantik itu kini memukul-mukul meja makan kecilnya kesenangan.

"Yaya...yaya...aya..mam..aya mam..." katanya saat melihat Vano duduk di depannya menggapai mangkuk nasi goreng.

"Iya, ayah mamam. Kelincinya ayah juga harus mamam."

"Yayaya...yaya..." seperti itulah kelincinya Vano. Masih dengan beberapa kosa kata,kalau tidak ya-ya untuk Ayah, terkadang bu-bu untuk bunda. Tapi karena Hana sepertinya lebih suka nemplok ke Vano, otomatis dia lebih sering mengucap ya-ya. Vano mengunyah nasi goreng sembari memandangi anak gadisnya yang tambah hari tambah cantik mirip ibunya. Kepalanya yang botak sekarang sudah ditumbuhi rambut tipis berwarna hitam dengan bando pita warna merah jambu hasil dandanan Jasmine yang iseng.

ETERNAL LOVEМесто, где живут истории. Откройте их для себя