28

5.4K 361 59
                                    

Super market hari itu sangat lenggang. Bahkan bisa dibuat berlari-larian. Ian tertawa saat Hana jingkrak-jingkrak di dudukan troli super market yang ia dorong. Sementara Jasmine memilah-milah antara sabun cuci aroma lemon atau apel. Lalu ketiganya berjalan ke rak bagian bayi. Dimana ada seorang SPG cantik langsung maju menghampiri.

"Permisi, bunda. Popoknya silahkan. Sedang promo beli dua berhadiah buku edukasi." kata SPG itu ramah kepada Jasmine dan tersenyum kepada Hana. Jasmine nampak tertarik. Pasalnya hadiah yang ditawarkan bagus untuk perkembangan anaknya. Wanita itu melihat-lihat sejenak tawaran sang SPG sementara Ian dan Hana setia menunggu disampingnya.

"Nggak sekalian beli empat, bun? Nanti bunda dapat tiket ikut seminar gratis tentang anak bersama psikologi anak. bunda sama ayah bisa dateng." ujar SPG itu ramah melihat kedua pasangan yang ia anggap sebagai suami istri. Ian dan Jasmine terdiam saling melirik satu sama lain. Lalu Ian tersenyum kikuk. Jasmine mendengus.

"Nggak dulu deh, mbak."

"Kalau gitu saya boleh minta nomor telponnya? Mungkin nanti ada produk dan promo-promo terbaru yang kami tawarkan. Atau nomor telpon ayah juga boleh." sahut mbak SPG menunjuk Ian. Jelas sudah. Tentu saja semua yang melihat mereka betiga adalah satu keluarga kecil yang bahagia. Tanpa mereka tahu ada konflik besar yang sempat menghadang mereka. Bahkan mungkin sampai sekarang.

Jasmine menggeleng tidak enak, dan tanpa babibu dia meninggalkan mbak SPG yang cemberut karena mangsanya lepas dan target minggu ini tak terpenuhi. Ian mengangguk kecil pada mbak SPG dan segera kembali berjalan sambil mendorong troli. Entah mengapa, keterdiaman Jasmine membuat hatinya sedikit menghangat. Dia tersenyum tipis, menatap punggung Jasmine dari belakang.

***

Hana tertidur pulas di dada Jasmine. Kini mereka bertiga sudah dalam perjalanan pulang. Nampak macet karena ini bersamaan dengan jam pulang kantor. Jasmine melirik jam yang ada didashboard mobil, pukul lima. Dia menghembuskan nafas kecewa mengingat Vano lagi-lagi tak pulang lebih awal. Meskipun mereka tengah perang dingin, Jasmine tentu saja masih mencemaskan suaminya.

"Hana tidur?" tanya Ian.

"Iya."

"Kecapekan dia habis main." kekeh Ian. Jasmine tersenyum kepada putri kecilnya. Mengusap rambut anaknya itu seraya mencium pipi gembul Hana.

"Jasmine."

"Hm?" sahut Jasmine tidak fokus, hanya menatap jalanan yang super padat. Ada jeda beberapa menit sebelum Ian kembali berbicara.

"Aku...belum sempet bilang ke kamu. Maaf, untuk kejadian yang dulu. Aku...beneran menyesal. I mean it." ucapan dengan nada getir dan sangat putus asa terdengar digendang telinga Jasmine. Membuat dirinya membatu. Bukan syok, lebih kepada tak percaya. Dia menoleh kepada Ian lamat-lamat. Sorot mata Ian nampak patah, tapi lelaki itu masih tersenyum. Senyum yang pilu.

"Bukannya kamu sudah beribu kali minta maaf? Kenapa bicara seperti itu terus?" jengah Jasmine dengan wajah datar. Ian mengangguk setuju.

"Ya. Tapi rasanya ganjil aku nggak minta maaf secara personal sama kamu. Gimanapun juga, inikan masalah kita berdua."

"Lupakan. Kamu termaafkan, dan jangan begitu lagi." Jasmine mengalihkan pandangannya ke depan lagi. Mendadak tubuhnya terasa lelah sekali. Keduanya kembali terdiam. Hanya suara klakson kendaraan lain yang tidak sabaran ingin segera jalan. Jasmine terfokus pada lampu sebuah toko sepeda yang berkedip-kedip lucu saat tiba-tiba Ian dengan suaranya kembali dan menyentakkan hatinya.

"Sejujurnya, aku masih cinta kamu, Jas. Sama besarnya seperti dulu. Aku...ninggalin kamu bukan karena cinta itu udah hilang. Tapi...aku nggak siap buat jadi seorang ayah."

Bola mata Jasmine melebar dan nanar melihat Ian yang menunduk bak tersangka. Jasmine seperti disengat ribuan petir.

"Apa?"

Ian meneguk ludahnya kasar. Dia harus mengatakan keinginannya. Harus sekarang. Sebelum kesempatan itu hilang.

"Aku tahu hidupmu sempat hancur karena aku. Tapi asal kamu tahu, aku...juga. Bahkan lebih hancur. Mungkin kamu masih mending ada Vano. Aku hanya sendiri. Aku menyesal dan terperosok akibat ulahku sendiri. Maukah..." pandangan mereka beradu. Air muka Ian yang amat serius. Mengingatkan Jasmine pada hari kelam dimana Ian memerintahkannya untuk menggugurkan janinnya. Ekspresi yang sama persis. Mampu membuat Jasmine tak berkutik.

"...maukah kamu kembali bersamaku? Aku...bener-bener hancur, Jas. Aku butuh kamu."

Jasmine tertawa. Tawa yang meremehkan dan mengejek. Setelah semua yang terjadi, Ian memintanya kembali? Lelucon macam apa ini?

"Aku? Kembali sama kamu?" tanya Jasmine meyakinkan. Dan Ian mengangguk penuh harap.

"Mungkin memang sulit bagimu. Tapi...aku mau nunggu kalau kamu bersedia."

"Lalu gimana Vano?" tegas Jasmine dengan perasaan tersayat.

"Kalau aku pilih kamu, maka Vano yang akan sendirian. Apa kamu pernah buat mikir dulu, Ian?!"

Tak disangka Ian malah tertawa. Tawa yang santai terlepas dari wajah tampan nan seriusnya.

"Jas, Vano sudah biasa sendirian. Dia cowok yang mandiri." Belum sempat Jasmine mengelak, Ian sudah meraih buku jarinya. Walaupun awalnya ragu, Ian menggenggamnya. Menyalurkan kesedihan dan kesepian yang selama ini membalutnya, supaya Jasmine tahu. Bahwa dia teramat hampa. Tanpa Jasmine.

"Kita akan jadi keluarga bahagia. Karena aku...ayah kandung Hana. Hana butuh aku, dan kita berdua butuh kamu. Maukah kamu mempertimbangkannya?"

Jasmine teramat marah. Sangatlah marah. Tapi dia kepalang terkejut hingga tak bisa mengeluarkan emosinya. Yang ia lakukan hanya membisu tanpa Ian tahu kalau hatinya sungguh sakit. Betapa lelaki yang dulu pernah ia gila-gilai ini sangatlah egois. Entah kemana hati Ian.

"Aku harus pulang." akhirnya hanya itu yang Jasmine keluarkan. Dia mengusap sudut matanya yang basah. Bukan menangisi Ian. Tapi lebih tepatnya menangisi perkataan Ian mengenai Vano. Dia merasa sakit hati untuk Vanonya, suaminya.

"Jas? Please..."

"Aku harus pulang!!" tekan Jasmine bergetar tak ingin berbicara lagi. Kasus ditutup. Ian menghela nafas lalu kembali menjalankan mobilnya.

***

A/N : gue nulis apaan sih tambah lama tambah gak jelas :v ini sebenernya sambungan dari chap sebelumnya. cuman aku pisah biar yg kemaren gak panjang2 amat. enak yang pendek2 terus terakhirnya bikin emosi. lebih penasaran dan bikin kepikiran kaya utanga2an wkwkw enjoy. typo?


ETERNAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang